(Business Lounge Journal – Human Resources)
Pada sore hari dalam sebuah kesempatan diskusi internal dalam satu sub divisi Human Resources pusat, seorang rekan membagikan sebuah keluhan yang diterimanya dari seorang kepala cabang yang merasa informasi dari HR pusat tidak sinkron terkait kebijakan kompensasi yang dapat diberikan kepada karyawan. Akibatnya didapati adanya perbedaan informasi yang diterima dari 2 sub divisi HR Pusat bahkan cenderung bertentangan. Merasa sedikit kecewa, kepala cabang ini sempat berucap, “Mestinya semua sub divisi HR pusat, bisa memiliki satu suara ketika memberikan informasi, supaya cabang tidak bingung dan salah mengambil keputusan, apalagi untuk sesuatu keputusan yang menyangkut benefit karyawan.”
Berupaya untuk menetralisir keadaan saat itu, rekan ini pun langsung meminta maaf atas kesalahan informasi yang terjadi dan segera mengkonfirmasi hal yang seharusnya.
Berangkat dari komplain yang ada, rekan ini pun segera menghubungi kedua sub divisi terkait atas kesalahan yang terjadi supaya HR bisa memiliki satu suara dalam menginformasikan berbagai kebijakan. Apalagi bila menyangkut kompensasi dan benefit karyawan yang cenderung lebih sensitif.
Sikap rekan saya yang mengambil sikap untuk meminta maaf atas kesalahan yang sebenarnya tidak diperbuatnya, merupakan sebuah bentuk tanggung jawab. Ia bisa saja merasa tidak terima atas kesalahan yang ditimpakan padanya, namun komplain yang timbul memiliki kaitan dengan dua sub divisi yang keduanya adalah bagian dari HR Pusat. Dengan demikian, sikap rekan ini yang menempatkan diri sebagai bagian dari tim HR Pusat yang segera mengambil tanggung jawab atas kesalahan yang terjadi adalah sikap yang tepat.
Cabang hanya tahu bahwa informasi dari HR Pusat tidak singkron tanpa peduli sub divisi mana yang memberikan informasi tidak tepat.
Sebuah perusahaan akan berupaya untuk memberikan kepuasan kepada customer-nya dengan pelayanan yang terbaik. Pelayanan keluar ini tentunya hanya dapat dilakukan oleh sebuah tim yang engage. Hal ini haruslah dimulai dari sebuah tim yang kecil, yang engage dengan sesama anggota tim, barulah dapat engage dengan tim lainnya dan pada ada akhirnya engage dengan perusahaan.
Customer yang merasa puas dengan pelayanan perusahaan Anda tentunya diharapkan dapat engage dengan Anda sehingga dalam menghadapi persaingan bisnis, customer ini ‘tidak mudah berpaling ke lain hati (perusahaan lain)’. Customer akan engage dengan perusahaan Anda apabila Anda dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan memahami apa yang menjadi kebutuhannya. Layanan demikian mustahil dapat diberikan oleh sebuah tim yang tidak engage, yang hanya hanya melihat kepentingan diri sendiri, atau kepentingan tim sendiri. Tim yang diharapkan mendukung bisnis perusahaan adalah tim yang dapat memberikan kontribusi terbaik dan antar tim mampu bersinergi lintas unit kerja atau lintas divisi.
Melalui program team engagement yang dilakukan pada perusahaan, diharapkan dapat tercipta budaya kerja yang positif secara terus menerus. Apa yang menjadi semangat dari team engagement adalah bagaimana membangun satu komitmen bersama sehingga dapat tercipta tim yang solid, kompak, produktif dan memiliki passion dalam bekerja sehingga menghasilkan output yang maksimal.
Memang benar, jika di dalam saja tidak bisa solid, bagaimana bisa kita memberikan satu hasil kerja yang terbaik dan memuaskan.
Belajar dari kesalahan atau kekurangan yang pernah dilakukan, membangun budaya kerja bukan satu pekerjaan yang mudah dalam artian disulap dalam sekejap berhasil 100%. Dari manajemen harus ada satu komitmen untuk dapat menyuarakan team engagement spirit ke semua unit secara berkesinambungan dengan hasil kepuasan customer yang semakin meningkat.
Kevin Sipahutar/VMN/BLJ/Contributor
Editor: Ruth Berliana