Mattel Ubah Budaya Rapat Jadi Lebih Kreatif

(Business Lounge – Business Insight)-CEO Mattel, Bryan Stockton, lakukan gebrakan yaitu  merombak budaya ruang konferensi dan presentasi PowerPoint dengan meeting-meeting yang lebih hidup dan kreatif. Frekuensi rapat pun akan dikurangi. Tak akan ada rapat tanpa tujuan yang jelas. Jumlah peserta pun akan dibatasi kecuali jika tujuannya adalah pelatihan. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat kembali fokus pada produksi mainan mereka yang semakin merosot pamornya.

Bagaimana tidak dikatakan merosot? Pendapatan Mattel yang merupakan pemilik brand mainan ikonik seperti Barbie, Hot Wheels, dan Fisher-Price, belakangan ini turun jelang musim belanja liburan akhir tahun. Padahal Mattel setidaknya menyumbang sekitar 50% dari total penjualan mainan setiap tahunnya di Amerika Serikat. Berdasarkan data yang ada maka Mattel kehilangan lebih dari sepertiga valuasi pasarnya, atau $6,1 miliar. Mattel menjadi salah satu korporasi besar AS yang mencatatkan kinerja terburuk.

Seperti yang dikutip oleh The Wall Street Journal, Bryan Stockton mengatakan, “Kami mungkin sedikit malu untuk mendorong sisi kreatif kami dan perlu mendorong diri kami sedikit lebih jauh, agar lebih bebas, dan tidak terlalu bergantung pada formula.”

Kondisi Mattel berbanding terbalik dengan pesaingnya yaitu Lego A/S dengan cepat mengejar Mattel, yang saat ini masih menjadi perusahaan mainan terbesar di dunia. Pesaing yang lebih kecil dan gesit seperti VTech Holdings Ltd kini juga telah merebut pangsa pasar yang sejak dulu dikuasai Mattel. Perilisan iPad pada tahun 2010 pun kian dicintai oleh konsumen anak-anak.

Analis industri mainan kawakan Sean McGowan dari Needham & Co. menyatakan bahwa Mattel dihadapkan pada serangkaian tantangan dan kelemahan terbesar dalam 20 tahun terakhir.

Kenapa mengubah budaya rapat menjadi fokus utama. Inilah alasannya. Di saat tantangannya meningkat, Mattel terlalu disibukkan dengan rapat. Berdasarkan wawancara dengan belasan pegawai dan mantan karyawan Mattel, keputusan terkait beragam hal, dari pemasaran sampai fitur produk, tertunda sampai beberapa kali sesi rapat. Terkadang bahkan tidak ada keputusan akhir. Pegawai menghabiskan berminggu-minggu menyusun “dek”, presentasi PowerPoint yang bisa mencapai 100 slide atau lebih. Isinya adalah berisi detail setiap produk terbaru milik brand tertentu dan kampanye pemasarannya.

Pengendalian biaya muncul sebagai prioritas utama di saat imajinasi kolektif Mattel dihambat oleh rapat. Meski penghematan juga dilakukan oleh banyak perusahaan yang mencoba pulih dari krisis keuangan, hal itu menekan tim perancang mainan untuk bermain aman, justru pada saat Mattel memerlukan mereka bertindak lebih inventif.

Sekarang  agar sisi kreatif Mattel unggul, Stockton menerapkan beberapa strategi, termasuk mempekerjakan kembali Richard Dickson, veteran Mattel yang sukses membangkitkan kejayaan Barbie di era 2000-an. Dickson diberi kebebasan untuk merombak pendekatan Mattel terhadap mainan. Dickson kini menjabat sebagai chief brands officer setelah sempat menjadi petinggi di peritel pakaian Jones Group.

Tapi memang melakukan perubahan tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bagaimanapun, perubahan budaya perusahaan belum berjalan seimbang. Oktober kemarin, seorang wakil presiden yang ingin membuat kemasan baru bagi mainan Hot Wheels edisi 2016 berencana mempresentasikan idenya ke bos baru pada akhir minggu. Tetapi, sebelumnya dirinya harus meninjau ulang perubahan ini dengan tim produk, pemasaran, dan desain.

Kita nantikan apakah gebrakan ini dapat membawa Mattel seperti pada jaman kejayaannya. Semoga kreatifiitas semua tim dapat direspon baik oleh pasar.

Febe/Journalist/VMN/BL

Editor: Tania Tobing

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x