(Business Lounge – World News) – Siswa sekolah menengah atas Danwon dan warga mengikuti misa malam untuk mendoakan keselamatan bagi penumpang hilang feri Korea Selatan “Sewol” yang tenggelam di perairan Jindo, di sebuah taman di Ansan hari Sabtu kemarin.
Setiap kali kapal polisi datang membawa korban demi korban maka selalu terdengar jeritan yang sangat menusuk hati dan memekakkan telinga, diiringi tangisan dari keluarga korban. Adegan yang memilukan terjadi ketika empat kapal polisi tiba bergantian. Yang pertama membawa empat mayat. Kapal kedua membawa tiga. Yang ketiga dan keempat juga membawa tiga tubuh masing-masing .
Setiap tubuh dibawa dengan tandu ke dermaga di Jindo, terbungkus kain. Setelah pemeriksaan , mereka dibawa sepanjang jalur dijaga oleh polisi- yang juga meneteskan air mata – dan sangat membuat berduka para anggota keluarga. Terlihat anggota keluarga penumpang hilang feri Sewol yang tenggelam di perairan Jindo, menangis di sebelah kamar mayat sementara di pelabuhan dimana anggota keluarga korban berkumpul di Jindo, hari Minggu ini.
Beberapa keluarga menolak untuk menerima apa yang terjadi. “Bangun ! Bangun , please!”, satu orang menjerit.
Dengan masih ada 250 penumpang yang masih hilang karena feri tenggelam Rabu kemarin, adegan memilukan ini kemungkinan masih akan terus terjadi berkali-kali.
Saat ini sudah 52 orang ditemukan tewas sejak kapal terbalik empat hari lalu, para pejabat Korea Selatan mengatakannya pada hari Minggu.
Meskipun 174 orang berhasil diselamatkan setelah kapal tenggelam pada hari Rabu , tetapi sejak itu tidak ada ditemukan dalam keadaan selamat.
Sampai hari ini 563 penyelam akan meneruskan terjun Laut Kuning yang dingin pada hari Minggu ini. Serta 34 pesawat dan 204 kapal akan membantu melakukan pencarian pada hari Minggu, demikian dikatakan oleh Kementerian negara Kelautan dan Perikanan.
Saat mereka menunggu, kerabat penumpang yang masih hilang diminta untuk menyerahkan sampel DNA.
Sementara itu Kapten kapal tetap bertahan keputusannya untuk menunda evakuasi feri. “Ini adalah daerah yang sangat berarus, dan suhu air dingin, ” kata Kapten Lee Joon Seok berkata , menurut CNN.
” Saya berpikir bahwa meninggalkan kapal tanpa keputusan yang tepat akan membuat Anda hanyut dalam jarak yang cukup jauh dan bisa menyebabkan banyak masalah. Pada saat yang itu kapal penyelamat belum datang, dan belum ada kapal nelayan atau kapal pendukung di sekitar yang dapat membantu di waktu itu.”
Kapten dituduh meninggalkan kapalnya, melakukan kelalaian, menyebabkan cedera tubuh, tidak mencari penyelamatan dari kapal lain dan melanggar” hukum pelaut ,” berdasarkan laporan media pemerintah.
Jaksa Lee Bong – chang memberikan rincian lebih lanjut tentang tuduhan terhadap sang kapten. Dia dituduh gagal untuk memberikan panduan yang benar untuk memandu penumpang dalam menyelamatkan diri dan dengan demikian menyebabkan kematian mereka atau cedera. Jika terbukti bersalah , kapten ini akan dikenakan hukuman dari yang tadinya lima tahun penjara menjadi seumur hidup.
Selain itu kapten itu tidak di ruang kemudi ketika kecelakaan itu terjadi, menurut polisi dan pengakuan kapten sendiri. Ia pergi ke kabinnya sebentar “untuk cenderung melakukan sesuatu”. Penggantinya yang mengemudikan kapal ketika Lee pergi mengatakan dia tidak membuat belokan tajam, tapi “kemudi ternyata lebih jauh dari biasanya.” Penggantinya juga dituduh melakukan kelalaian dan menyebabkan kematian juga, disampaikan oleh Yang Joong Jin, juru bicara polisi maritim.
Kapten kapal termasuk salah satu yang diselamatkan pertama kali setelah Sewol mulai tenggelam, hal ini telah melanggar “aturan yang diakui secara internasional bahwa kapten harus tinggal di kapal, “kata pengacara hukum maritim Jack Hickey.
Hampir semua hukum, peraturan, regulasi dan standar di seluruh dunia mengatakan bahwa sang kapten harus tinggal dengan kapal sampai semua personil sudah aman turun dari kapal, apalagi penumpangnya.”
Arum/Journalist/VM/BL-cnn
Editor: Iin Caratri
Image: Antara