(Business Lounge – HR) – Dahulu awal bekerja di sebuah perusahaan, disitulah penulis mulai mengenal akan unit kerja HR. Saya melihat , mendengar pada waktu itu, jikalau ada karyawan yang dipanggil menghadap HRD maka image yang terbentuk di lingkungan kerja adalah pertanyaan yang sama : ada masalah apa ya si A dipanggil ?
Image yang terbentuk menggambarkan betapa karyawan merasa tidak nyaman, ada perasaan takut (walaupun belum jelas takut karena apa). Semua berusaha kalau tidak penting-penting sekali jangan sampai berurusan dengan HRD, bisa runyam urusan begitu kira-kira kesan yang diperoleh. Sebagai karyawan baru saat itu dengan image yang tertangkap seperti tersebut di atas, maka saya dengan segera menjadi member ‘jangan berurusan dengan HRD’. HRD waktu itu sama sekali tidak bisa dikatakan menjadi teman akrab karyawan. Kalaupun dipanggil untuk menghadap, sedapat mungkin berusaha jangan sampai salah bicara. Bagaimana mungkin dengan kondisi demikian ‘kaku’ bisa terjalin keakraban. HRD seperti menjadi polisi yang siap menilang jikalau karyawan tertangkap melanggar aturan perusahaan. Orang HRD waktu itu seperti memposisikan diri mereka harus menjaga image dimata karyawan (jaim istilah saat ini).
Kalau dipikirkan lebih jauh, sebenarnya apa keuntungan dengan orang HRD mengambil sikap seperti itu. Kondisi yang terjadi, banyak karyawan hanya mengerti peran HRD sebatas yang membayarkan gaji karyawan setiap bulan dan mencatat kehadiran setiap hari. Tidak lebih seperti penjaga tiket masuk dan menyerahkan amplop uang gaji (saat itu belum dilakukan system transfer).
Saya jadi ingat dahulu belum ada Serikat Pekerja. Kalau sudah ada Serikat Pekerja (SP) saat itu, seperti apa kondisi yang terjadi, saya coba membayangkan kondisi yang terjadi : karyawan akan menjadikan (SP) sebagai alat untuk menyuarakan aspirasi mereka, karyawan akan lebih dekat dengan SP daripada dengan HRD karena notabene SP terdiri dari karyawan yang memiliki tujuan yang sama, karyawan dapat menyatakan sikap tidak percaya kepada HRD yang dianggap tidak memihak karyawan, kondisi yang terkahir dapat disebutkan adalah adanya aksi demo yang paling dihindari oleh perusahaan jangan sampai terjadi.
Apakah tidak menjadi mimpi buruk yang menjadi kenyataan jikalau karyawan sudah tidak memiliki tingkat kepercayaan kepada HRD ? HRD akan berjalan pincang apabila tidak ada kepercayaan dari pihak karyawan disamping kepercayaan, tanggung jawab dari pihak Manajamen.
Bagaimanapun juga, komunikasi dan tingkat kepercayaan karyawan terhadap HRD sangat penting untuk dipelihara. Itu menjadi salah satu modal dasar yang tidak boleh menjadi minus melainkan harus dipelihara sehingga tercipta suatu jalinan hubungan yang akrab dan saling menguntungkan.
Adanya keluhan karyawan yang datang ke HR haruslah segera ditindaklanjuti dengan bersyukur. Mengapa demikian ? seperti seorang dokter spesialis yang terkenal kalau mau kontrok, antreannya luar biasa. Pasiennya memang hanya mau kontrok dengan dokter tersebut karena merasa sudah cocok. Terhadap fenomena ini, dokter ybs mestinya merasa bangga dan bersyukur bahwa dia dipercaya sebagai dokter yang dapat mengobati dengan mujarab.
Dengan contoh diatas, jelaslah sudah ketika karyawan yang mengeluarkan keluhannya, HR harus perlakukan mereka dengan baik-baik dalam arti aspirasi, keluhan mereka harus ditanggapi dan ditindaklanjuti supaya tidak muncul semakin banyak api-api yang tidak diharapkan. Karyawan sudah menaruh tingkat kepercayaan kapada HRD sehingga mereka tidak merasa sungkan untuk datang ke HRS dan mengeluarkan uneg-unegnya tanpa merasa takut akan dihukum dengan sanksi, tentunya sepanjang hal itu tidak mengakibatkan kerugian bagi kedua belah pihak.
Ketika karyawan menyampaikan aspirasi, HR harus menangkap apa aspriasi tersebut, menganalisanya dan mendiskusikannya dengan manajemen dan atau unit kerja terkait lainnya sehingga dapat disepakati keputusan yang . Inilah fungsi HR sebagai wakil perusahaan.
Fungsi HR sebagai counselor ketika karyawan datang menyampaikan masalahnya dan membantu karyawan ybs untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai mediator ketika karyawan memiliki masalah dengan unit kerja dimana dia bekerja misalnya, maka HR harus memjembatani ybs dengan unit kerja dimaksud.
(Susan K/IC/BL)
pic: 3103hr.com