Toshiba Presses On With Power Plans

(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Norio Sasaki (Tokyo) mencoba untuk mendorong Toshiba Corp. untuk maju ke depan di tengah masih banyaknya perusahaan konglomerasi Jepang yang masih berjuang dengan segala risiko yang ditimbulkan bencana nuklir tahun lalu dan juga persaingan pasar elektronik yang semakin ketat.

Mr. Sasaki, yang menjadi chief executive pada tahun 2009, berusaha untuk meningkatkan bobot infrastruktur yang dimiliki Toshiba, yang terdiri dari utamanya operasional pembangkit listrik dan termasuk juga persediaan air dan sistem per-keretaapi-an. Dengan melakukan itu, Toshiba mengurangi ketergantungannya pada bisnis memory chip yang kuat, dimana termasuk Apple Inc. sebagai salah satu kliennya.

Mr. Sasaki mengatakan bahwa fokus-nya pada infrastruktur tidak berubah bahkan setelah peristiwa gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011 yang memunculkan isu menenai standar keamanan pada pembangkit nuklir, khususnya di wilayah Jepang. Bencana ini menghancurkan reaktor nuklir di Fukushima Daiichi, dimana Toshiba merupakan supplier dari dua reaktor tersebut. Perusahaan tersebut, yang memiliki saham  perusahaan di Westinghouse Electric Co. di Amerika Serikat, adalah salah satu pemasok reaktor  nuklir paling besar di dunia.
Toshiba melihat masih ada prospek pertumbuhan akan permintaan yang menjanjikan untuk sistem yang lebih efisien untuk menghasilkan, mendistribusikan, dan mengkonsumsi listrik. Tahun lalu, Toshiba mengakuisi Landis+Gyr, sebuah perusahaan power meters yang maju asal Swiss, dengan investasi sebesar $2,3 milyar. Mr. Sasaki juga melihat ada permintaan yang cukup kuat untuk pembangkit energi nuklir di negara dengan ekonomi berkembang seperti China dan Brazil.
Mr. Sasaki, yang telah bekerja untuk perusahaan ini hampir 40 tahun, duduk dan berdiskusi mengenai rencananya di pusat Toshiba di Tokyo. Wawancara berikut ini telah dilakukan penyuntingan.
WSJ : Bagaimana bayangan Anda mengenai masa depan dari pembangkit tenaga nuklir ini?
Mr. Sasaki : Hal yang alamiah apabila orang-orang merasa cemas tentang energi nuklir setelah apa yang terjadi saat ini. Kami harus bekerja dengan keras untuk menghilangkan kekhawatiran itu. Pemerintah juga perlu menghilangkan kecemasan itu. Daripada kita berpaling dari tenaga nuklir, kita  perlu untuk melakukan diskusi dengan membahas risiko apa saja yang dapat terjadi apabila tenaga nuklir itu tidak ada.
Di satu sisi, energi yang terbarukan sangat penting, dan Toshiba mengoperasikan geothermal, hydro-electric, dan solar-business. Namun, dengan mempromosikan energi yang terbarukan sering kali memerlukan subsidi yang tidak sedikit dari pemerintah, dan kebanyakan negara berkembang sudah berada pada tekanan fiskal dan tidak akan mampu melakukan ini. Jerman, contohnya, sedang memotong subsidinya untuk energi tenaga surya. Saya pikir gas alam merupakan sumber energi yang utama bagi beberapa negara, namun mustahil untuk tidak mengikutsertakan energi nuklir dari opsi-opsi energi yang utama. Harga gas sangat fluktuatif, jadi dengan menjadikan energi nuklir sebagai portofolio energi secara keseluruhan sangat krusial.
WSJ : Dimana Anda melihat potensi pertumbuhan untuk energi nuklir?
Mr. Sasaki : Permintaan untuk energi nuklir tetap kuat di negara-negara yang sedang berkembang pesat. Di China, Westinghouse sudah membangun empat reaktor AP1000 dengan spesifikasi keamanan di dalamnya. Kami berharap jumlah reaktor AP1000 di China akan meningkat menjadi 20 di tahun 2020 dan 70 di tahun 2030.
Selain itu ada juga permintaan yang cukup kuat di Vietnam, Turki, India, dan Brazil. Saya bertemu dengan Presiden Brazil, Dilma Rousseff tahun lalu. Dia memberitahu saya bahwa negara-negara sedang menuju pada energi nuklir, walaupun rencana pembangunan akan tertunda sekitar setahun untuk tambahan pengukuran untuk keamanan. Jika negara-negara berkembang mencoba memacu pertumbuhan mereka dengan menggunakan minyak dan gas, harga pasar akan semakin tinggi. Dari sudut pandang keamanan energi, tenaga nuklir sangat penting.
WSJ : Mengapa Anda tetap melanjutkan bisnis elektronik bila keuntungan yang didapatkan ternyata sangat rendah?
Mr. Sasaki : Portofolio bisnis dari Toshiba dapat dibagi secara kasar kedalam tiga bagian. Bagian pertama yaitu televisi, PC, dan peralatan rumah tangga.
Bisnis tersebut tidak membutuhkan investasi yang sangat besar namun dapat menciptakan banyak penjualan, jadi return on investment akan tinggi. Namun pada saat yang sama, keuntungan margin operasional akan rendah.
Bisnis semi-konduktor kami, khususnya flash memory chips, adalah kebalikan dari bisnis yang pertama. Chips memerlukan investasi yang sangat besar, jadi ROI yang dihasilkan akan rendah. Namun, margin operasi akan tinggi.
Proyek infrastruktur publik kami seperti energi listrik berada pada spectrum kami di bagian tengah. Investasi yang dikeluarkan tidak begitu tinggi atau rendah, dan margin operasi yang dihasilkan lumayan tinggi. Bisnis ini adalah bisnis kami yang paling stabil dalam portofolio kami.
Perusahaan masih tetap dapat menghasilkan keuntungan dengan menghasikan banyak kas tanpa investasi dengan modal yang besar.
WSJ : Mengapa produsen elektronik asal Jepanh berjuang dengan sangat keras?
Mr. Sasaki : Hal itu bukan sepenuhnya kesalahan perusahaan. Faktor eksternal membuat mereka menjadi kurang kompetitif. Nilai mata uang yen yang kuat dapat dikendalikan bila Won Korea juga kuat, namun hal tersebut tidak terjadi.
Jika lingkungan nilai tukar mata uang berjalan lebih baik, saya pikir para pemain Jepang dapat mencoba memperkecil celah dengan rival dari asing. Sektor consumer-electronics mungkin agak terlambat bila melakukan langkah drastis dalam melakukan restrukturisasi dan penyusunan kembali, namun itu semua dibicarakan pada masa yang lampau. Namun tetap saja, tim manajemen bertanggung jawab atas ketidakmampuannya memprediksi tren pasar.
WSJ : Bagaiman Toshiba mengubah bentuknya dalam tahun-tahun mendatang?
Mr. Sasaki : Beberapa tahun sebelummnya, kami telah mencoba untuk memperkuat bisnis infrastruktur publik kami. Kami membeli Westinghouse, dan yang terakhir Landis+Gyr. Kami memiliki proyek energi hydroelectric di China dan akhir-akhir ini memenangkan tender tenaga termal yang cukup besar di India. Di sisi lain, kami telah menjual bisnis yang berisiko seperti mobile-handset dan liquid-crystal display. Perubahan-perubahan ini adalah bagian dari usaha kami untuk tetap fokus pada bisnis kami yang menguntungkan secara konstan. Pendapatan kami terakhir menunjukkan hasil yang stabil dibandingkan dengan perusahaan Jepang yang lebih berfokus pada pasar consumer electronics.
WSJ : Apa yang menjadi tantangan terbesar bagi Toshiba?
Mr. Sasaki : Tantangan terbesar adalah Toshiba mencoba untuk memperbaiki profil keuangannya sekaligus juga melakukan investasi untuk pertumbuhan ke depan. Ini adalah tindakan yang menyeimbangkan (balancing act).
Apa yang saya ingat adalah kami tidak selalu melakukan segala hal secara sendiri-sendiri. Ketika kami memutuskan untuk melakukan akuisisi, contohnya, kami berdiskusi dengan investor lebih dulu daripada memutuskan segalanya sendiri. Lebih efisien untuk membeli 51% saham di dua perusahaan dengan harga 50 milyar Yen masing-masing, daripada membeli 100% saham di satu perusahaan dengan harga 100 milyar Yen
Editor Notes:

Bisnis yang dilakukan oleh Toshiba pada intinya adalah melakukan diversifikasi untuk mengurangi risiko bisnis yang ada akibat segala ketidakpastian ekonomi. Toshiba yang memiliki 3 bagian bisnis utama, masing-masing memiliki spectrum yang berbeda dengan tingkat keuntungan yang berbeda-beda dan risiko bisnis yang bebeda-beda pula. Ketiga bisnis tersebut namun selalu dikelola agar menghasilkan keuntungan yang konstan. Strategi diversifikasi ini cukup tepat dilakukan, bila kita bandingkan dengan beberapa perusahaan sejenis Toshiba yang tidak melakukan hal demikian. Selain itu, Toshiba juga cakap dalam melihat peluang, dimana mereka mampu membaca tren pasar dan kebutuhan global.

 

 

(Darwin Huang/AA/TML)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x