(Business Lounge – Tech) Oracle kembali menjadi pusat perhatian setelah laporan keuangannya menunjukkan betapa jauh transformasi perusahaan ini dalam satu dekade terakhir. Dari semula dikenal sebagai raksasa basis data tradisional, kini Oracle telah menjelma menjadi salah satu penyedia infrastruktur krusial di tengah booming kecerdasan buatan. Laporan pendapatan terbaru menegaskan posisi perusahaan sebagai pemasok tak tergantikan bagi sejumlah pemain besar AI global, sekaligus menandai fase baru di mana Oracle menargetkan pasar AI inference yang diprediksi menjadi motor pertumbuhan berikutnya.
Menurut laporan yang dikutip Bloomberg dan The Wall Street Journal, lonjakan pendapatan Oracle sebagian besar ditopang oleh kontrak dengan perusahaan rintisan AI maupun raksasa teknologi yang sedang membangun model kecerdasan buatan berskala besar. Fasilitas komputasi awan Oracle, yang sebelumnya tertinggal dari Amazon Web Services atau Microsoft Azure, kini justru semakin diminati karena menawarkan integrasi erat dengan chip khusus AI, termasuk kerja sama strategis dengan Nvidia. Hal ini menjadikan Oracle bukan sekadar alternatif, tetapi mitra strategis dalam menggerakkan proyek AI skala global.
Kinerja keuangan menunjukkan tren positif. Pendapatan dari layanan cloud naik dua digit dibanding tahun lalu, dengan segmen infrastruktur menjadi pendorong utama. Investor yang sebelumnya meragukan kemampuan Oracle mengejar ketertinggalan, kini mulai melihat prospek pertumbuhan yang berkelanjutan. Saham Oracle pun mencatat penguatan setelah laporan tersebut, menandakan pasar mengapresiasi strategi perusahaan dalam memosisikan diri di jantung ekosistem AI.
Namun, momentum Oracle bukan hanya soal kapasitas penyimpanan atau komputasi. Perusahaan kini menatap ke arah AI inference, tahap ketika model yang sudah dilatih dijalankan untuk menghasilkan jawaban, rekomendasi, atau analisis. Pasar ini diperkirakan akan tumbuh lebih cepat dibanding fase training, karena aplikasi praktis AI mulai meluas ke sektor kesehatan, keuangan, otomotif, dan layanan publik. Oracle melihat peluang besar di sini, memanfaatkan infrastruktur awan dan basis data yang sudah lama menjadi kekuatan intinya.
Sejumlah analis menilai langkah ini sebagai evolusi logis. Financial Times mencatat bahwa keunggulan Oracle dalam pengelolaan data berskala besar memberinya posisi unik untuk mendukung beban kerja inference yang menuntut efisiensi tinggi. Berbeda dengan pelatihan model yang hanya dilakukan oleh segelintir perusahaan, inference berpotensi menciptakan basis klien jauh lebih luas. Dari perusahaan farmasi yang ingin mempercepat riset, hingga bank yang membutuhkan sistem analitik real-time, semua akan bergantung pada platform dengan latensi rendah dan keandalan tinggi.
Meski begitu, persaingan tetap ketat. Amazon, Microsoft, dan Google masih menguasai pangsa pasar komputasi awan secara keseluruhan, dengan jaringan pusat data global yang lebih besar. Tantangan bagi Oracle adalah mempertahankan keunggulan diferensiasi sambil memperluas kapasitas. Perusahaan sudah mengumumkan investasi miliaran dolar untuk membangun pusat data tambahan, termasuk di Asia dan Eropa, guna memenuhi permintaan dari pelanggan baru.
Selain itu, Oracle juga menghadapi tantangan geopolitik. Regulasi data, isu keamanan, dan tekanan pemerintah terhadap penggunaan AI akan menjadi faktor yang menentukan kecepatan ekspansi. Namun, eksekutif Oracle menegaskan bahwa perusahaan siap menavigasi tantangan ini dengan menekankan kepatuhan, transparansi, dan inovasi teknologi.
Bagi industri secara keseluruhan, kebangkitan Oracle menandai tren lebih luas: semakin banyak pemain yang menemukan ceruk spesifik dalam ekosistem AI. Jika Amazon dan Microsoft mendominasi dari sisi skala, maka Oracle mencoba menancapkan pengaruh dengan menjadi spesialis infrastruktur untuk aplikasi AI yang paling menuntut. Strategi fokus ini bisa membuat perusahaan bertahan dalam jangka panjang, bahkan ketika kompetisi makin intensif.