(Business Lounge – Global News) Setelah letih dengan perlambatan ekonomi dunia yang terjadi baru-baru ini, pada hari Sabtu (5/9), para menteri keuangan dan beberapa pemimpin finansial lainnya dari 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia (juga dikenal sebagai kelompok G20) sepakat untuk melakukan reformasi yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Para pemimpin berpendapat bahwa bergantung pada tingkat suku bunga yang sangat rendah tidak akan cukup untuk mempercepat ekspansi ekonomi.
Tidak hanya itu, meskipun menteri keuangan G20 dan para gubernur bank sentral mengatakan kebijakan moneter akan terus mendukung kegiatan ekonomi sesuai dengan mandat bank sentral, namun para pemimpin berpendapat bahwa kebijakan moneter saja tidak dapat menyebabkan pertumbuhan yang seimbang.
Reformasi Global Telah Dilakukan Sejak Tahun Lalu, tetapi …
Pejabat G20 telah menjalankan aktivitas untuk memperkuat ekonomi di beberapa negara tetapi mengatakan bahwa pertumbuhan telah menurun jauh dari harapan karena kegiatan reformasi tersebut tidak dilaksanakan cukup cepat. Tahun lalu, para pemimpin G20 sepakat untuk meningkatkan pengeluaran global selama lima tahun ke depan dengan di atas 2% dari apa yang sudah diharapkan melalui reformasi dan investasi terkoordinasi. Tetapi mereka berada di belakang jadwal yang telah ditentukan.
Menurut Ketua Dana Moneter Internasional─Christine Lagarde, pemerintah sudah terlalu lama bergantung pada pasokan kas murah dari bank sentral yang telah menjalankan kebijakan moneter yang sangat longgar. Menurutnya, kebijakan moneter saja tidak akan cukup.
Jelas masih banyak yang harus dilakukan dalam reformasi struktural. Tetapi, melakukan reformasi menjadi semakin sulit ditengah-tengah pertumbuhan global yang semakin melemah. Meskipun G20 telah membuat kemajuan, tapi dasar yang diharapkan untuk memulai reformasi yang dimaksud belum tercapai, karena proses pertumbuhan telah mengecewakan. Dan disaat yang bersamaan, nilai mata uang juga semakin tidak menentu dengan bertambahnya mata uang asing yang beralih menjadi dolar.
Melemahnya Tiongkok Merupakan Bagian dari Reformasi
Kekhawatiran terhadap kekacauan mata uang mungkin disebabkan oleh kemungkinan meningkatnya suku bunga Federal, yang diakibatkan oleh meningkatnya arus modal dari negara berkembang yang ingin dikonversi menjadi dolar. Ditambah lagi dengan kekhawatiran investor terhadap perlambatan ekonomi di Cina, yang merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia.
Pejabat G20 mengatakan mereka telah membahas devaluasi mata uang yuan milik Tiongkok pada bulan Agustus lalu. Devaluasi mata uang yuan milik Tiongkok, serta jatuhnya pasar saham ditengah-tengah kegelisahan dalam pertumbuhan ekonomi, merupakan bagian dari kesulitan yang harus dihadapi untuk mencapai perekonomian yang lebih liberal. Lagarde menjelaskan bahwa transformasi ini tidaklah mudah dan bukan suatu hal yang mengejutkan bila timbul masalah, seperti yang terjadi di Tiongkok.
Meskpun dianggap sebagai hal yang sudah pasti terjadi atau sudah diantisipasi, tetap saja beberapa pihak tidak merasa puas dengan penjelasan seperti itu. Menteri Keuangan AS, Jack Lew, mengatakan bahwa ekonomi global sangat antusias untuk melihat negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia dapat mencapai nilai tukar yang mencerminkan pasar fundamental. Hal ini menunjukan seberapa besar harapan yang diberikan kepada Tiongkok oleh negara berkembang lainnya.
Investasi adalah Kunci dari Permasalahan Reformasi
Para pemimpin keuangan G20 sepakat bahwa meningkatkan investasi adalah kunci dari reformasi. Pemerintah akan menyiapkan strategi investasi terakhir mereka pada bulan November, dengan para pemimpin G20 akan bertemu untuk membahas strategi tersebut di Antalya, Turki.
Selain itu, pejabat informal juga kan membahas ambisi Tiongkok untuk menjadikan mata uang yuan sebagai bagian dari special drawing rights (SDR), mata uang virtual yang digunakan hanya oleh IMF. Hal ini didukung oleh Washington, selama Tiongkok melakukan reformasi yang dijanjikan.
G20 yakin pertumbuhan akan membaik dan sebagai hasilnya, tingkat suku bunga di “beberapa negara maju” – seperti Amerika Serikat – akan meningkat.
Alvin Wiryo Limanjaya/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana
Image:G20.org