(Business Lounge – Health) Peneliti nutrisi menyatakan bahwa memperdebatkan perbedaan antara dua jenis pemanis ini melewatkan inti persoalan. Sejumlah studi ilmiah menunjukkan bahwa konsumsi minuman manis secara rutin dikaitkan dengan peningkatan berat badan serta risiko lebih tinggi terkena obesitas, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung.
“Entah itu sirup jagung tinggi fruktosa atau gula pasir, pada akhirnya itu tetap soda, dan kita harus jauh menguranginya,” ujar Christopher Gardner, ilmuwan nutrisi dan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford.
Coca-Cola sebenarnya telah memasarkan Coca-Cola produksi Meksiko yang menggunakan gula tebu di Amerika Serikat. Varian Kosher untuk Paskah juga dibuat dengan gula biasa. PepsiCo pun memiliki pilihan “gula asli” untuk konsumennya.
Apa perbedaan antara sirup jagung tinggi fruktosa dan gula tebu?
Gula adalah karbohidrat yang memiliki rasa manis, kata John Coupland, profesor ilmu pangan di Penn State University. Fruktosa dan glukosa adalah bentuk paling sederhana dari gula. Sementara itu, gula seperti sukrosa terdiri dari kombinasi keduanya. Sirup jagung tinggi fruktosa dan gula tebu (yang merupakan sukrosa) sama-sama mengandung glukosa dan fruktosa.
Sirup jagung tinggi fruktosa yang biasa digunakan dalam soda terdiri dari sekitar 55% fruktosa dan 45% glukosa. Gula meja atau gula pasir tersusun dari 50% fruktosa dan 50% glukosa. Keduanya sama-sama telah melalui proses pemurnian dan pengolahan tinggi.
“Keduanya berasal dari makanan alami yang telah diproses hingga hanya menyisakan gula,” jelas Kimber Stanhope, peneliti biologi nutrisi dari University of California, Davis.
Proses pembuatan sirup jagung tinggi fruktosa dimulai dari pati jagung yang diubah menjadi sirup glukosa. Enzim kemudian ditambahkan untuk mengubah sebagian glukosa menjadi fruktosa karena rasanya yang lebih manis.
Sementara itu, gula tebu dibuat dengan memeras cairan dari tebu atau bit gula, lalu memurnikannya melalui proses pemanasan dan pemurnian lain hingga menjadi kristal putih yang kita beli di toko.
Apakah dampak gula tebu terhadap kesehatan berbeda dari sirup jagung tinggi fruktosa?
Beberapa studi menunjukkan bahwa dampak kesehatan dari minuman yang mengandung kedua jenis gula ini hampir sama.
“Jumlah kalorinya sama, dampaknya terhadap gula darah hampir identik, dan risikonya terhadap obesitas juga serupa,” kata Eric Rimm, profesor epidemiologi dan nutrisi dari Harvard T.H. Chan School of Public Health.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism tahun 2021, peserta yang mengonsumsi tiga porsi harian minuman dengan sirup jagung tinggi fruktosa menunjukkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida yang lebih tinggi, serta peningkatan lemak hati. Hasil yang sama terlihat pada mereka yang mengonsumsi minuman dengan sukrosa. Studi tersebut melibatkan 75 partisipan.
Pilihan yang (sedikit) lebih baik?
Persentase fruktosa yang sedikit lebih tinggi dalam sirup jagung tinggi fruktosa bisa menjadikan pemanis ini sedikit lebih buruk dibandingkan sukrosa dalam jangka panjang, menurut Stanhope. Hal ini disebabkan cara tubuh memetabolisme fruktosa dan glukosa.
Glukosa yang tidak digunakan oleh hati akan dikirim ke seluruh tubuh sebagai sumber energi. Sedangkan fruktosa sebagian besar tetap di hati dan jika tidak dibutuhkan, akan diubah menjadi lemak. Lemak hati dapat menyebabkan peradangan serta meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes tipe 2.
“Mungkin dampak negatifnya sedikit lebih kecil, tapi jangan kira memilih soda dengan sukrosa akan menguntungkan tubuh Anda,” ujarnya.
Apakah konsumsi gula di Amerika terlalu berlebihan?
Pedoman diet AS merekomendasikan agar konsumsi gula tambahan dibatasi hanya 10% dari total kalori harian. Untuk seseorang dengan kebutuhan 2.200 kalori per hari, batas itu kira-kira setara dengan satu botol Coca-Cola 500ml per hari, atau sekitar dua pertiga dari satu pint es krim Ben & Jerry’s Chocolate Chip Cookie Dough.
Asosiasi Jantung Amerika bahkan merekomendasikan batas yang lebih ketat: hanya 6%. Namun, data federal menunjukkan rata-rata orang Amerika mengonsumsi sekitar 13% kalori hariannya dari gula tambahan.
Minuman manis adalah sumber utama dari gula tambahan dalam diet masyarakat AS, mencakup sekitar 24% dari asupan harian gula tambahan. (Perlu dicatat, gula tambahan berbeda dengan gula alami yang terdapat dalam buah atau produk susu.)
Christina Roberto, direktur Pusat Kebijakan Gizi di Universitas Pennsylvania, mengatakan minuman manis lebih bermasalah dibandingkan jenis makanan manis lainnya karena minim nilai gizi dan tidak memberikan rasa kenyang.
“Ini murni gula cair,” katanya. “Setidaknya batang cokelat Snickers masih punya kacang.”
Minuman ini juga memberikan gula dalam jumlah tinggi secara cepat, yang sangat merangsang sistem penghargaan di otak, membuat kita makin menginginkannya, kata Ashley Gearhardt, profesor psikologi dari Universitas Michigan yang meneliti kecanduan makanan.