Ion Storage

Ion Storage Produksi Baterai Solid-State

(Business Lounge – Technology) Sebuah babak baru dalam teknologi penyimpanan energi akhirnya dimulai. Perusahaan bernama Ion Storage Systems yang berbasis di Beltsville, Maryland, mengumumkan telah memulai produksi baterai solid-state generasi pertama untuk aplikasi komersial, setelah sebelumnya hanya dipasok untuk keperluan militer Amerika Serikat. Ini menjadi tonggak penting bagi teknologi yang selama lebih dari dua dekade dianggap mustahil untuk diproduksi dalam skala massal dan harga terjangkau. Jika berjalan sesuai rencana, baterai ini dapat menggantikan baterai lithium-ion konvensional yang selama ini menjadi tulang punggung perangkat elektronik dan kendaraan listrik, dengan keunggulan masa pakai 50 persen lebih lama, lebih ringan, dan jauh lebih aman.

Teknologi solid-state battery (SSB) berbeda dari baterai lithium-ion biasa yang menggunakan elektrolit cair. Sebaliknya, SSB menggunakan elektrolit padat berbahan keramik atau polimer, yang membuatnya lebih stabil secara termal dan kimiawi. Hal ini secara signifikan mengurangi risiko kebakaran atau ledakan, bahkan dalam kondisi ekstrem. Di sisi lain, padatan tersebut juga memungkinkan penggunaan anoda lithium metal murni, yang berpotensi menggandakan kepadatan energi dibandingkan anoda grafit konvensional. Namun, selama bertahun-tahun, tantangan teknis dalam manufaktur, seperti retak mikro dan hambatan antarmuka, telah membuat banyak upaya pengembangan SSB berakhir di laboratorium, bukan di jalur produksi.

Ion Storage Systems mengklaim telah memecahkan hambatan tersebut melalui arsitektur keramik multilapis yang unik, memungkinkan material lithium mengembang dan menyusut tanpa merusak struktur internal sel. Teknologi ini memungkinkan mereka merakit baterai dalam bentuk pouch seperti lithium-ion biasa, tanpa perlu lapisan logam berat atau tekanan eksternal yang rumit. Sel-sel baterai padat mereka telah diuji oleh mitra industri dan menunjukkan performa yang stabil hingga 125 siklus dengan degradasi di bawah 5 persen, dan kini memasuki tahap validasi menuju 1.000 siklus penuh, yang merupakan standar minimum untuk produk elektronik konsumen.

Produksi awal akan dilakukan di fasilitas pilot Ion di Maryland, dengan kapasitas terbatas hanya beberapa megawatt-jam per tahun. Namun perusahaan menargetkan peningkatan kapasitas menjadi 10 MWh pada 2025 dan 500 MWh sebelum 2028. Untuk tahap awal ini, Ion berfokus pada pasar premium seperti perangkat wearable, drone militer, dan sistem komunikasi darurat, di mana margin lebih tinggi dan toleransi terhadap harga premium lebih besar. Beberapa mitra yang telah menerima sampel baterai untuk pengujian mencakup kontraktor pertahanan besar, serta perusahaan elektronik konsumen besar yang belum disebutkan namanya.

Langkah Ion ini tidak hanya penting dari sisi teknologi, tetapi juga geopolitik. Amerika Serikat selama ini tertinggal dalam rantai pasokan baterai dibanding China, Jepang, dan Korea Selatan. Dengan mulai diproduksinya baterai solid-state di dalam negeri, pemerintah AS berharap bisa mengurangi ketergantungan terhadap komponen impor, khususnya dari Asia Timur. Ion telah menerima pendanaan dari ARPA-E, lembaga riset energi Departemen Energi AS, serta dari Toyota Ventures dan investor swasta lainnya. Kombinasi dukungan publik dan swasta ini menunjukkan bahwa ada kepercayaan besar terhadap potensi teknologi ini sebagai jawaban atas kebutuhan energi masa depan.

Namun Ion bukan satu-satunya pemain dalam perlombaan ini. Di Jepang, TDK mengumumkan bahwa mereka telah mengembangkan baterai solid-state all-ceramic dengan kepadatan energi hingga 1.000 Wh/L, 100 kali lebih besar dari baterai mikro saat ini. TDK telah mulai mengirimkan sampel kepada produsen perangkat kecil seperti earbud, smartwatch, dan smart glasses. Sementara itu, Samsung SDI, Toyota, Nissan, dan Honda tengah bersaing mempercepat pengembangan SSB untuk kendaraan listrik. Toyota bahkan menargetkan EV dengan jarak tempuh lebih dari 1.000 km dalam satu pengisian daya penuh pada akhir dekade ini, berkat baterai padat yang sedang dikembangkan di fasilitas mereka di Jepang.

Meskipun demikian, tantangan komersialisasi tetap besar. Banyak startup solid-state, dari AS hingga Eropa, telah menghabiskan miliaran dolar dalam pengembangan, namun belum mampu melewati fase yield skala besar. Produksi massal baterai padat menuntut presisi tinggi dalam manufaktur, pengendalian kualitas material, dan investasi besar dalam fasilitas bersih. Ion mencoba menghindari jebakan ini dengan pendekatan modular: alih-alih membangun gigafactory dari nol, mereka akan memanfaatkan fasilitas manufaktur baterai yang ada dan memodifikasi prosesnya. Strategi ini diharapkan dapat mempercepat waktu ke pasar dan menekan biaya investasi awal.

Di luar perangkat konsumen, sektor kendaraan listrik adalah medan perang utama bagi teknologi ini. Tesla, CATL, LG Energy Solution, dan Volkswagen semuanya mengejar varian solid-state untuk mobil listrik generasi mendatang. Namun sejauh ini, tidak ada satu pun yang berhasil mengkomersialisasikannya secara luas. Banyak analis memperkirakan bahwa EV berbasis SSB baru akan tersedia secara luas paling cepat 2027–2030. Sementara itu, kendaraan hybrid atau plug-in dengan baterai semi-padat mungkin akan menjadi jembatan transisi sebelum baterai padat murni benar-benar mendominasi pasar.

Untuk saat ini, Ion berfokus pada memenangkan segmen pasar kecil tapi strategis: militer dan perangkat premium. Baterai dengan kepadatan energi tinggi dan ketahanan ekstrem sangat dicari untuk drone taktis, sensor medan perang, dan sistem komunikasi portabel di lingkungan ekstrem. Kebutuhan tersebut memberikan jalan masuk yang ideal bagi teknologi solid-state untuk membuktikan keandalannya sebelum melangkah ke pasar massal.

Jika sukses, dampaknya bisa luar biasa. Masa pakai baterai smartphone bisa meningkat dari satu hari ke dua hari penuh tanpa peningkatan ukuran. Waktu pengisian daya bisa lebih singkat, dan risiko meledak akibat panas berlebih bisa dihilangkan hampir sepenuhnya. Hal ini juga membuka jalan bagi perangkat wearable yang lebih kecil dan tahan lama, serta memungkinkan desain laptop dan gadget baru yang sebelumnya tidak mungkin karena keterbatasan baterai.

Di sektor otomotif, EV bisa melaju dua kali lebih jauh dalam satu pengisian, tanpa perlu memperbesar baterai. Baterai solid-state juga memiliki toleransi suhu yang lebih baik, artinya kendaraan bisa beroperasi dengan efisiensi tinggi di lingkungan sangat dingin atau sangat panas. Bagi industri, hal ini berarti pengurangan berat kendaraan, efisiensi konsumsi energi, dan potensi penurunan biaya dalam jangka panjang.

Namun seperti semua teknologi disruptif, ekspektasi harus diseimbangkan dengan kenyataan. Banyak proyek solid-state yang pernah menjanjikan sebelumnya akhirnya gagal memenuhi target karena biaya produksi membengkak atau performa tidak stabil di luar laboratorium. Konsistensi produksi dalam skala besar adalah ujian sebenarnya dari teknologi apa pun, dan Ion belum melewati fase tersebut. Para investor kini mengamati dengan cermat: apakah perusahaan ini mampu menyeimbangkan inovasi dengan eksekusi bisnis yang disiplin.

Jika Ion berhasil, maka mereka tidak hanya akan mengubah industri baterai, tetapi juga memperkuat posisi Amerika dalam ekonomi energi baru. Kemampuan untuk memproduksi baterai canggih di dalam negeri adalah bagian penting dari strategi keamanan ekonomi dan teknologi AS, khususnya dalam menghadapi tantangan dari China dan negara lain dalam penguasaan rantai pasok baterai global.

Untuk konsumen biasa, hasilnya mungkin belum terasa tahun ini, namun dalam beberapa tahun ke depan, dampaknya bisa sangat besar. Smartphone yang tidak perlu diisi daya setiap malam, kendaraan listrik yang mampu menempuh jarak Jakarta–Surabaya dalam sekali pengisian, hingga perangkat wearable yang cukup diisi daya seminggu sekali. Semua itu kini bukan lagi sekadar janji futuristik, tetapi sebuah kemungkinan nyata yang sedang diproduksi hari ini.

Era baterai solid-state mungkin belum sepenuhnya tiba, tapi langkah Ion Storage Systems adalah tanda bahwa pintu itu kini benar-benar mulai terbuka.