(Business Lounge – Global News) Woodside Energy resmi menyetujui investasi senilai $17,5 miliar untuk pengembangan proyek gas alam cair (LNG) di Louisiana, Amerika Serikat. Proyek berskala besar ini menandai langkah strategis perusahaan energi asal Australia dalam memperluas kehadirannya di pasar energi global, sekaligus memanfaatkan permintaan LNG yang tetap kuat dari Asia dan Eropa. Dalam pernyataannya yang dikutip oleh Bloomberg dan The Wall Street Journal, Woodside memperkirakan proyek ini akan memberikan tingkat pengembalian internal (IRR) di atas 13 persen.
Proyek bernama “Port Arthur LNG Phase 1” ini merupakan hasil kerja sama antara Woodside dan Sempra Infrastructure. Woodside memegang 50% kepemilikan dan akan menjadi operator proyek tersebut. Fasilitas tahap pertama akan memiliki kapasitas produksi sekitar 13 juta ton LNG per tahun, menjadikannya salah satu pengembangan LNG terbesar di AS dalam beberapa tahun terakhir. Pengapalan pertama dijadwalkan dimulai pada tahun 2027.
CEO Woodside Meg O’Neill mengatakan bahwa keputusan investasi akhir ini mencerminkan keyakinan jangka panjang perusahaan terhadap prospek LNG sebagai bahan bakar transisi global. “Permintaan LNG diperkirakan tetap tinggi di Asia dan Eropa dalam dekade mendatang seiring negara-negara mengurangi ketergantungan terhadap batu bara dan berupaya mengamankan pasokan energi,” ujar O’Neill.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketidakstabilan geopolitik termasuk konflik Rusia-Ukraina telah meningkatkan urgensi diversifikasi sumber energi bagi negara-negara Eropa. LNG dari AS menjadi salah satu alternatif utama menggantikan pasokan gas pipa dari Rusia. Proyek Port Arthur diharapkan memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Dari sisi finansial, Woodside menilai proyek ini mampu memberikan arus kas yang kuat dalam jangka panjang, sekaligus memperkuat portofolio perusahaan yang sebelumnya lebih terkonsentrasi di Australia dan Asia. Menurut O’Neill, IRR yang diproyeksikan lebih dari 13% menempatkan proyek ini dalam kategori investasi berisiko rendah dengan potensi pengembalian yang menarik.
Pendanaan proyek akan berasal dari kombinasi pembiayaan internal dan eksternal. Menurut laporan Reuters, beberapa lembaga keuangan besar telah menyatakan komitmen untuk mendukung pembiayaan pembangunan, mencerminkan kepercayaan pasar terhadap kelayakan proyek ini secara teknis dan ekonomis.
Keputusan investasi ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan regulasi terhadap industri bahan bakar fosil di berbagai yurisdiksi. Namun, Woodside menekankan bahwa proyek ini telah dirancang untuk mematuhi standar lingkungan terbaru, termasuk teknologi mitigasi emisi dan efisiensi energi yang lebih tinggi. Perusahaan juga telah mengalokasikan dana untuk proyek penyeimbangan karbon dan kerja sama dengan mitra lokal dalam pengembangan infrastruktur penunjang.
Analis energi dari Macquarie mencatat bahwa langkah Woodside menggarisbawahi transformasi strategi perusahaan energi global, yang kini menggabungkan ekspansi dengan disiplin finansial dan komitmen ESG (environmental, social, governance). “Proyek ini menandai pendekatan baru terhadap pertumbuhan: ekspansi besar, tetapi dengan kehati-hatian dalam eksekusi dan pembiayaan,” kata laporan tersebut.
Port Arthur LNG akan terhubung dengan jaringan pipa gas domestik yang luas di AS, memberikan fleksibilitas dalam sumber pasokan dan distribusi. Ini memberikan keuntungan kompetitif dibandingkan proyek LNG lainnya di kawasan Asia-Pasifik yang masih sangat tergantung pada satu atau dua sumber gas tertentu.
Woodside juga berharap proyek ini memperkuat hubungan dagangnya dengan pembeli LNG utama di Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan, dan China. Beberapa kontrak jual-beli jangka panjang (long-term offtake agreements) telah ditandatangani sebelumnya, termasuk dengan perusahaan Jepang JERA dan Korea Gas Corporation. Hal ini memberikan jaminan pendapatan dan mengurangi risiko fluktuasi pasar spot LNG yang sangat volatil.
Keputusan Woodside ini datang di tengah meningkatnya minat perusahaan energi global terhadap pasar LNG AS, yang dinilai stabil secara politik dan kaya cadangan gas serpih (shale gas). Dalam satu dekade terakhir, AS telah berubah dari importir gas menjadi eksportir LNG terbesar dunia, mengungguli Qatar dan Australia.
Namun demikian, sejumlah kelompok lingkungan tetap mengkritik proyek-proyek LNG besar, termasuk Port Arthur, karena emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama proses produksi dan pengangkutan. Woodside menanggapi kritik ini dengan menyatakan bahwa proyek ini akan memenuhi semua perizinan lingkungan yang ketat dari pemerintah AS dan menggunakan teknologi terkini untuk mengurangi dampak ekologis.
Dengan investasi ini, Woodside tidak hanya memperluas jangkauan geografisnya, tetapi juga mempertegas perannya sebagai pemain utama di pasar LNG global. Port Arthur LNG dipandang sebagai aset strategis yang akan menopang pertumbuhan perusahaan selama dekade transisi energi mendatang.
Proyek ini juga diharapkan menciptakan ribuan lapangan kerja selama masa konstruksi, serta kontribusi ekonomi jangka panjang bagi negara bagian Louisiana melalui pajak, kemitraan lokal, dan peluang industri turunan. Dalam pernyataan bersama, Gubernur Louisiana menyambut baik proyek ini sebagai tonggak penting dalam membangun ekonomi energi masa depan negara bagian tersebut.
Jika proyek berjalan sesuai rencana, Woodside akan memposisikan diri sebagai salah satu produsen LNG global yang paling terdiversifikasi, baik dari sisi geografis, teknologi, maupun pelanggan. Di tengah lanskap energi yang penuh ketidakpastian, langkah ini menjadi simbol pergeseran strategis menuju pertumbuhan yang lebih seimbang dan berkelanjutan.