(Business Lounge Journal – Global News)
Perusahaan barang mewah terbesar di dunia, LVMH Moet Hennessy Louis Vuitton, melaporkan hasil penjualan kuartal keempat yang lebih tinggi dari perkiraan analis. Namun, pertumbuhan yang lemah menunjukkan bahwa industri barang mewah masih kesulitan bangkit dari permintaan yang lesu selama beberapa bulan terakhir.
LVMH membukukan pendapatan sebesar €23,93 miliar (sekitar $25,11 miliar) untuk kuartal terakhir tahun ini, naik 1% secara organik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini lebih tinggi dari prediksi analis yang memperkirakan pendapatan sebesar €23,50 miliar dan bahkan memprediksi penurunan organik sebesar 1,26%, menurut data dari Visible Alpha.
Bisnis inti LVMH yang berfokus pada mode dan barang kulit—yang menaungi merek-merek terkenal seperti Louis Vuitton dan Dior—mencatat pendapatan sebesar €11,14 miliar pada kuartal ini. Angka ini melampaui perkiraan analis yang sebelumnya memperkirakan hampir €10,92 miliar.
Tahun yang Berat bagi LVMH
Secara keseluruhan, LVMH mencatat pendapatan tahunan sebesar €84,68 miliar, naik 1% secara organik, tetapi turun 2% jika dihitung dalam nilai laporan keuangan dibandingkan tahun sebelumnya. Meski begitu, angka ini tetap lebih tinggi dibanding perkiraan pasar yang memproyeksikan pendapatan sebesar €84,36 miliar.
Namun, meskipun ada tanda-tanda pemulihan dari beberapa pesaing seperti Richemont (pemilik Cartier) dan Brunello Cucinelli, yang menunjukkan peningkatan permintaan untuk barang mewah, LVMH tampaknya masih mengalami kesulitan menarik pelanggan untuk belanja besar.
Laba bersih sepanjang tahun turun 17% menjadi €12,55 miliar, lebih rendah dari perkiraan analis sebesar €13,45 miliar. Sementara itu, laba dari operasional utama perusahaan turun 14% pada 2024 menjadi €19,57 miliar, dengan margin operasional sebesar 23,1%. Perusahaan juga mengumumkan rencana pembagian dividen sebesar €13 per saham.
Tantangan di Industri Barang Mewah
Setelah mengalami pertumbuhan pesat antara 2019 hingga 2023, industri barang mewah kini memasuki fase perlambatan. Konsumen, terutama dari kelas menengah ke bawah, mulai memangkas anggaran belanja barang mewah akibat kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
China menjadi salah satu pasar yang paling terdampak. Konsumen di negara ini mulai mengurangi pengeluaran untuk barang mewah karena kondisi ekonomi yang kurang stabil. Meski pemerintah China telah meluncurkan berbagai stimulus ekonomi dan tingkat tabungan masyarakat masih sangat tinggi, belum ada kepastian kapan pasar ini akan kembali pulih.
Sebagai akibat dari lemahnya permintaan di China, pasar Amerika Serikat kini menjadi fokus utama bagi merek-merek mewah. Faktor seperti menurunnya inflasi, meningkatnya kekayaan, lebih banyak pendapatan yang bisa dibelanjakan, serta berkurangnya ketidakpastian politik menjelang pemilu, diperkirakan akan mendorong konsumsi barang mewah di AS.
Para analis dari Berenberg bahkan memperkirakan bahwa kebijakan ekonomi dari mantan Presiden Donald Trump—yang dianggap positif bagi pasar saham—bisa meningkatkan pengeluaran masyarakat Amerika untuk barang-barang mewah.
Apakah Barang Mewah Akan Kembali Bersinar?
Meskipun ada harapan pemulihan, para pelaku industri barang mewah masih harus menghadapi tantangan besar. Permintaan di China tetap menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan, sementara ketidakpastian ekonomi global masih membayangi keputusan belanja konsumen.
Namun, optimisme tetap ada. Beberapa merek mewah telah berhasil menunjukkan pemulihan, dan jika tren di AS terus membaik, bukan tidak mungkin industri ini akan kembali mengalami pertumbuhan yang lebih stabil dalam beberapa tahun mendatang.
Bagi LVMH dan merek-merek mewah lainnya, strategi yang tepat dalam menarik pelanggan baru dan mempertahankan pelanggan lama akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan di tahun-tahun mendatang.