Kepemimpinan Resiliensi: Siapa yang Harus Memimpin di Tahun 2025?

(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)

Bagi banyak organisasi, tahun 2024 merupakan tahun yang penuh tantangan dalam serangkaian tahun yang tidak mudah. Akibatnya, banyak organisasi mulai membangun kembali program resiliensi bisnis atau meningkatkan kapabilitas yang sudah ada.

Resiliensi, kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan, adalah kualitas penting di dunia yang terus berubah dan tidak pasti. Di tahun 2025, upaya resiliensi akan sangat penting untuk menghadapi tantangan-tantangan global seperti perubahan iklim, ketidakstabilan ekonomi, dan ketegangan geopolitik. Namun, siapa yang seharusnya memimpin upaya resiliensi ini? Jawabannya tidak sederhana. Resiliensi adalah tanggung jawab kolektif yang membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak.

Sebelum memulai atau mengembangkan kembali program resiliensi bisnis, organisasi harus memiliki pemahaman yang sama tentang apa itu resiliensi. Salah satu definisi yang dapat digunakan adalah kemampuan organisasi untuk tetap menghasilkan hasil meskipun menghadapi ketidakpastian, gangguan, dan perubahan. Definisi ini menunjukkan bahwa resiliensi harus menjadi tujuan utama dari semua proses perlindungan dalam organisasi. Proses tersebut mencakup berbagai disiplin dalam payung resiliensi, mulai dari keberlanjutan bisnis (business continuity), resiliensi operasional, manajemen dan komunikasi krisis serta insiden, manajemen dan komunikasi darurat, manajemen risiko, manajemen risiko pihak ketiga, manajemen keamanan, dan manajemen keselamatan.

Lebih dari itu, resiliensi bukanlah sesuatu yang dapat dicapai secara penuh dan permanen. Sebaliknya, organisasi akan selalu bergerak lebih dekat atau lebih jauh dari resiliensi tergantung pada langkah-langkah perlindungan yang mereka terapkan.

Kepemimpinan Resiliensi Dimulai dari Pimpinan Tertinggi

Lalu, bagaimana cara memulai program resiliensi? Seperti telah dicantumkan di atas bahwa resiliensi merupakan tanggung jawab kolektif yang membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak. Namun penting untuk menyadari bahwa sangat penting untuk resiliensi dimulai dari atas.

Resiliensi harus dipimpin oleh pimpinan tertinggi organisasi, baik itu dewan direksi, eksekutif tingkat C-suite, atau pemimpin politik dalam organisasi publik. Para pemimpin senior ini bertanggung jawab atas pengambilan keputusan strategis dan mendelegasikan aspek taktis serta operasional pengembangan resiliensi kepada tingkat yang lebih rendah. Para pemimpin ini juga harus menyadari bahwa resiliensi merupakan tujuan strategis yang spesifik. Dari sini, mereka dapat menetapkan strategi dan kebijakan yang akan mengembangkan, membangun, serta mempertahankan aktivitas dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai kapabilitas resiliensi yang efektif.

Tanggung Jawab Kepemimpinan Senior dalam Resiliensi

Selain keterlibatan dari berbagai pihak, upaya resiliensi juga membutuhkan kepemimpinan yang kuat. Pemimpin yang efektif dalam konteks resiliensi harus memiliki kualitas-kualitas berikut:

  1. Menetapkan Arah, Visi, Tujuan, dan Sasaran Organisasi
    Pimpinan tertinggi memiliki pandangan menyeluruh tentang arah dan tujuan organisasi, sehingga mereka berada di posisi terbaik untuk menentukan bagaimana resiliensi harus diintegrasikan dalam strategi keseluruhan organisasi. Pemimpin harus memiliki visi yang jelas tentang masa depan yang ingin mereka bangun, dan bagaimana resiliensi dapat membantu mencapai visi tersebut. Selain itu, pemimpin juga harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan dan tantangan yang tak terduga.
  2. Menentukan Anggaran dan Sumber Daya
    Pengembangan dan pengelolaan resiliensi memerlukan sumber daya keuangan, manusia, serta teknologi, seperti perangkat lunak manajemen krisis dan insiden. Tingkat pendanaan dan alokasi sumber daya harus ditentukan oleh pimpinan tertinggi agar sejalan dengan strategi resiliensi organisasi.
  3. Memiliki Otoritas dan Kewenangan dalam Pengambilan Keputusan
    Pimpinan tertinggi memiliki kewenangan untuk membuat keputusan strategis penting terkait pengembangan dan pengelolaan resiliensi. Mereka juga dapat mendelegasikan tanggung jawab kepada unit dan individu yang berwenang dalam mengambil keputusan operasional yang diperlukan. Selain itu, mereka dapat memastikan bahwa berbagai departemen dan tim dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan resiliensi. Pemimpin harus mampu membangun konsensus dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama.

Selain tiga hal di atas, maka tidak kalah pentingnya pemimpin harus memahami kebutuhan dan kekhawatiran masyarakat, dan mampu memberikan dukungan yang sesuai.

Tahapan melakukan resiliensi:

  1. Memahami Konsep Resiliensi (Definisi, tujuan, dan prosesnya yang dinamis)
  2. Membangun Kepemimpinan Resiliensi dan Menentukan Tanggung Jawabnya
  3. Mengembangkan Program Resiliensi:
    – Penilaian Risiko: Identifikasi dan analisis potensi risiko yang dapat mengganggu operasi perusahaan.
    – Rencana Kontingensi: Buat rencana untuk mengatasi risiko-risiko yang teridentifikasi.
    – Komunikasi Efektif: Pastikan komunikasi yang jelas dan efektif selama krisis.
    – Pelatihan dan Pengembangan: Latih karyawan untuk menghadapi situasi darurat.
    – Evaluasi dan Perbaikan: Evaluasi secara berkala efektivitas program resiliensi dan lakukan perbaikan yang diperlukan.
  4. Membangun Budaya Resiliensi (kesadaran, keterlibatan, pembelajaran, adaptasi)
  5. Memanfaatkan Teknologi
  6. Kolaborasi dan Kemitraan
  7. Mengukur dan Memantau

Tantangan dan Peluang

Membangun resiliensi bukanlah tugas yang mudah. Ada banyak tantangan yang perlu diatasi, seperti keterbatasan sumber daya, perbedaan kepentingan, dan kurangnya kesadaran. Namun, ada juga banyak peluang untuk mempercepat upaya resiliensi, seperti kemajuan teknologi, meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan, dan semakin kuatnya jaringan kolaborasi. Dengan kepemimpinan yang tepat, strategi yang jelas, dan alokasi sumber daya yang memadai, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan dan ketidakpastian di tahun 2025 dan seterusnya.

Upaya resiliensi di tahun 2025 dan seterusnya membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Semua pihak di dalam organisasi bahkan jika itu berkaitan dengan pemerintah hingga berbagai pihak, memiliki peran penting dalam membangun masa depan yang lebih tangguh. Kepemimpinan yang kuat dan visioner juga sangat dibutuhkan untuk memandu upaya ini. Dengan kerja sama dan komitmen bersama, kita dapat menciptakan dunia yang lebih siap menghadapi tantangan dan mampu bangkit kembali dari kesulitan.