(Business Lounge Journal – Culture)
Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata Jepang? Mungkin Anda membayangkan negara maju yang terkenal dengan kebersihan, keteraturan, dan teknologi canggih. Namun, Jepang memiliki daerah bernama Kamagasaki (sekarang dikenal secara resmi sebagai Airin-chiku), sebuah distrik yang terletak di Osaka Selatan. Kawasan ini menyimpan kisah yang berbeda dari citra gemerlap Jepang. Kawasan ini mencerminkan sisi “gelap” negara ini: kumuh, dihuni banyak lansia, tunawisma, dan buruh harian yang berjuang untuk bertahan hidup. Bahkan, Kamagasaki dihapus dari peta resmi Jepang untuk menghindari perhatian publik dan kunjungan wisatawan. Meski terlihat kurang menarik, tempat ini memiliki kisah yang penuh dengan dinamika sosial, perjuangan, dan ketahanan hidup warganya.
Latar Belakang Sejarah
Kamagasaki terbentuk pada awal abad ke-20. Pada awalnya, Kawasan ini digunakan sebagai tempat tinggal sementara bagi pekerja proyek pembangunan Shinsekai. Banyak buruh harian, terutama yang tidak memiliki pekerjaan tetap atau berasal dari luar daerah, tinggal di sana. Setelah proyek selesai, buruh diminta pulang, tetapi banyak yang memilih tetap tinggal. Seiring waktu, perubahan ekonomi menyebabkan banyak buruh kehilangan pekerjaan, sehingga Kamagasaki berkembang menjadi permukiman buruh harian dan mereka yang kesulitan ekonomi.
Pada 1960-an, kawasan ini mengalami beberapa kali kerusuhan sosial. Ketidakpuasan buruh terhadap kondisi kerja yang buruk, upah rendah, dan minimnya bantuan pemerintah memicu protes besar. Kerusuhan ini sering dihadapi dengan tindakan keras oleh pihak berwenang. Sejak itu, Kamagasaki dikenal sebagai daerah yang rawan dan terpinggirkan, meskipun banyak warganya yang terus berjuang untuk hidup layak.
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Kamagasaki terkenal dengan bangunan-bangunan sederhana, bahkan beberapa tampak tidak terawat. Kawasan ini mayoritas dihuni lansia, pria lajang, dan para tunawisma. Dulu mereka bekerja sebagai buruh, namun kini tidak memiliki penghasilan tetap. Banyak juga pelaku jouhatsu (budaya “menghilang”) juga banyak “bersembunyi” di sini, karena beberapa alasan: (1) memungkinkan hidup tanpa identitas resmi, dan (2) tersedia pekerjaan harian yang dibayar tunai.
Kehidupan sehari-hari di Kamagasaki penuh tantangan. Warga berjuang untuk mendapat pekerjaan, makanan, dan tempat tinggal layak. Banyak dari mereka datang ke Airin Labor Center (pusat penempatan tenaga kerja), setiap hari untuk mencari peluang kerja. Setiap pagi, mereka berkumpul di area umum untuk menonton televisi bersama. Sore hari, mereka mengunjungi pusat kesejahteraan untuk mendapatkan bantuan makanan dari pemerintah. Pada malam hari, para tunawisma tidur di trotoar atau sudut-sudut bangunan kosong, menjadikan kehidupan jalanan bagian nyata dari Kamagasaki.
Stigma Sosial dan Upaya Pemerintah
Kamagasaki jarang disorot media dan sering dipandang negatif oleh masyarakat. Pandangan ini menganggap kawasan ini sebagai tempat tinggal orang-orang yang “gagal” secara sosial dan ekonomi. Stereotip ini membuat Kamagasaki jarang dikunjungi oleh orang luar, menciptakan jarak sosial yang mencolok. Untuk menghapus stigma ini, pemerintah Osaka mengganti nama Kamagasaki menjadi Airin-chiku, dengan tujuan untuk mengurangi konotasi negatif dan menciptakan citra yang lebih positif. Namun, perubahan nama ini belum sepenuhnya mengubah persepsi masyarakat. Pemerintah juga berusaha meningkatkan kualitas hidup warga Kamagasaki melalui pelatihan kerja, layanan kesehatan dan tempat penampungan darurat. Namun, masalah utama seperti rendahnya kesempatan kerja bagi warga paruh baya dan lansia tetap menjadi kendala besar.
Kebangkitan Budaya dan Daya Tahan Masyarakat
Meskipun penuh tantangan, Kamagasaki memiliki daya tahan budaya yang luar biasa. Warga menunjukkan semangat gotong royong dan saling membantu dalam menghadapi kesulitan. Hal ini terlihat dalam acara-acara tahunan, seperti festival lokal yang digelar untuk mempererat hubungan antarwarga.
Selain itu, beberapa seniman dan fotografer tertarik mendokumentasikan kehidupan di Kamagasaki. Mereka berusaha menangkap sisi kemanusiaan daerah ini, meskipun ada stigma negatif, Kamagasaki adalah rumah bagi banyak orang dengan hidup penuh perjuangan. Dokumentasi ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih memahami kompleksitas sosial di Kamagasaki dan menghilangkan stereotip yang ada.
Kamagasaki juga menarik minat turis asing, terutama backpacker yang mencari penginapan murah. Beberapa hostel menawarkan harga terjangkau dan mudah dijangkau dari stasiun kereta. Namun, fasilitas di tempat ini tetap terbatas, dan kebanyakan penginapan hanya menyediakan fasilitas dasar.
Kamagasaki adalah sisi tersembunyi dari kota besar di Jepang yang jarang terlihat. Di balik gemerlap Osaka sebagai kota metropolitan, Kamagasaki menunjukkan realitas kehidupan urban yang keras, namun juga menampilkan kekuatan komunitas dan ketahanan hidup warganya. Meski berbagai tantangan masih ada, masyarakat Kamagasaki terus berjuang untuk hidup layak. Kawasan ini mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas sosial dan penghargaan terhadap sesama, serta menjadi saksi bisu perubahan sosial di Jepang.
Jadi, tertarik mengunjungi Kamagasaki?
Pict: wikipedia