Tidak Ada Kata “Terlambat” ‘tuk Menumbuhkan Budaya Belajar

(Business Lounge Journal – Human Resources) Seorang klien mengisahkan bagaimana tidak mudah untuk mengikutsertakan para karyawan “senior” ke dalam kelas pelatihan. Alih-alih ikut serta belajar, mereka malah cenderung “merecoki” kelas. Alhasil bukan hanya mereka pulang dengan tangan hampa tetapi seisi kelas lainnya menjadi terpengaruh dan tidak mendapat yang maksimal sesuai dengan tujuan pelatihan semula.

Hal ini memang dapat terjadi pada mereka yang disebut “senior”, yaitu mereka yang telah mencapai dua digit jumlah tahun masa pengabdian. Sebab ketika mulai mencapai belasan tahun bahkan puluhan, maka seorang karyawan sering dijuluki sebagai karyawan “senior”, sehingga ilmu yang dimilikinya pun sudah sewajarnya “lebih banyak” dari mereka yang memiliki masa kerja di bawah sepuluh tahun. Tetapi apakah memang benar demikian?

Sebenarnya tidak ada kata berhenti untuk belajar, bahkan untuk seorang yang telah menjadi pengajar sekali pun, sangat penting untuk melakukan refreshment atau bahkan meng-update kembali ilmu yang dimilikinya, sebab betapa dinamisnya ilmu pengetahuan bergerak. Sehingga sudah dapat dipastikan setiap karyawan membutuhkan pelatihan secara berkala. Bukankah ilmu komunikasi pada zaman sekarang ini akan sangat berbeda dengan ilmu komunikasi yang dipelajari pada sepuluh tahun yang lalu, generasinya saja sudah berubah.

Motivasi untuk belajar bergantung pada budaya perusahaan

Hal pertama yang perlu ditumbuhkan adalah motivasi untuk terus belajar. Hal ini akan sangat bergantung pada budaya perusahaan. Jika sejak awal telah ditanamkan budaya belajar dan management pun memberikan dukungan penuh, maka sudah dapat dipastikan bahwa setiap karyawan akan memiliki mindset bahwa belajar adalah bagian dari pekerjaannya. Sebab saat ia dapat mengembangkan diri, maka ia pun akan memiliki nilai tambah.

Jika saja penilaian tahunan akan dipengaruhi oleh bobot pelatihan, jika saja promosi juga akan dipengaruhi oleh jumlah score pelatihan, maka sudah dapat dipastikan setiap karyawan akan menjadikan belajar menjadi bagian dari pola kerjanya.

“Memaksa” karyawan untuk belajar

Beberapa perusahaan besar seolah memberikan “paksaan” kepada karyawannya untuk belajar, salah satunya lewat e-learning. Maka, mereka yang sudah menyelesaikan modul wajib pelatihan pada bulan itu, dan yang kemudian mengikuti test soal pada akhir modul dan melampaui passing grade, maka berhak menukarkan tanda pass-nya dengan sebatang es krim selama persediaan masih ada.

Maka, semua karyawan pun akan berlomba-lomba mengerjakannya. Tetapi apakah memang benar mereka memahami apa yang mereka baca? Apakah mereka sungguh-sungguh mengerjakan soal demi soal pada akhir pembelajaran? Tidak juga! Saya jamin sebatang es krim akan terlihat lebih menarik dari ilmu yang dapat mereka peroleh melalui modul e-learning yang ditawarkan dan tujuan pelatihan pun tidak terjadi secara maksimal. LnD Manager akan merasa bangga dengan presentase pembelajaran yang tinggi, namun tujuan pembelajaran tidak tercapai. Ini jelas hanya akan memberikan kerugian pada perusahaan.

Menumbuhkan budaya belajar

Tidak ada yang salah dengan gaya “memaksa” di atas. Bagi sebagian perusahaan yang belum memiliki budaya belajar sejak awal memang harus mencari strategi untuk dapat menumbuhkan budaya belajar. Namun sayangnya tidak semua perusahaan menganggap bahwa ini adalah hal yang penting. Sebab budaya belajar tentu saja akan identik dengan biaya. Bahkan beberapa pihak management yang saya temui dari beberapa perusahaan seakan “alergi” dengan kata pelatihan atau training sebab kata-kata itu hanya membawa sejumlah angka-angka pada pemikirannya. Ini jelas sebuah kekeliruan, sebab besar atau kecilnya harga dari sebuah pembelajaran tergantung dari nilai pembelajaran itu sendiri. Anda dapat menyelenggarakan kegiatan pembelajaran dengan atau bahkan tanpa biaya secara material. Tetapi Anda akan mendapatkan hasil yang maksimal secara material ketika Anda melibatkan nilai konsistensi di dalamnya. Tidak ada kata terlambat untuk menumbuhkan budaya belajar dari sekarang.

ruth_revisiRuth Berliana/VMN/BL/MP Human Capital Development Division, Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x