“Me, Me, Me Generation” Kini Berubah Menjadi “Work Martyrs”

(Business Lounge Journal – Human Resources) Ada banyak sebutan yang diberikan pada generasi Y atau mereka yang lahir pada awal tahun 80-an hingga awal tahun 90-an. Mulai dari sebutan yang juga dikenal dengan Gen-Y hingga “Me, Me, Me Generation” seperti yang pernah disebutkan pada majalah Time. Namun kini dalam sebuah artikel pada World Economic Forum dituliskan bahwa generasi yang semula dianggap sebagai generasi yang egois, malas, dan narsis karena kedoyanannya untuk berselfie dengan smartphone mereka kini telah memiliki stereotype yang berbeda. World Economic Forum menuliskan generasi ini sebagai a generation of work martyrs oleh karena pada kenyataannya para pecandu kerja terbanyak berada pada generasi ini.

Sebuah penelitian dilakukan di Amerika dengan meng-interview lebih dari 5600 responden yang terdiri dari 3 generasi mengenai bagaimana mereka tidak memanfaatkan cuti mereka yang berdampak pada tunjangan cuti mereka. Itulah sebabnya digunakan kata “work martyrs”. Hal ini benar-benar bertentangan dengan kenyataan yang ada pada masa-masa yang lalu.Sejumlah 43% dari mereka yang dikategorikan sebagai work martyrs adalah millennial. Penelitian ini juga menemukan bahwa 24% dari responden millennial memilih untuk menghanguskan cutinya pada tahun lalu. Sedangkan 19% dari generasi X dan 17% dari baby boomers melakukan hal yang sama.

Telah berubahkah si “Me, Me, Me generation”? Jangan katakan bahwa mereka masih saja “anak kemarin sore”. Usia mereka telah bertambah semakin dewasa dan tentu saja akan berpengaruh pada tanggung jawab dan keadaan yang mereka hadapi. Namun World Economic Forum menuliskan bahwa kenyataan ini bukanlah sebuah berita yang baik. Sebab mereka yang masuk ke dalam kategori work martyrs ini akan mulai merasakan sebuah tingkat stress dan ketidakbahagiaan pada tempat kerja mereka, demikian sesuai dengan hasil penelitian tersebut.

Work Martyrs - WEForum

Hal kurang baik lainnya adalah saat para millennial menduduki posisi management maka mereka pun mulai memberikan tekanan-tekanan kepada anak buah mereka. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa 47% manager dari golongan millennial kadang-kadang menolak permintaan cuti oleh karena tekanan perusahaan dibandingkan 34% manager dari gen x dan 37% dari para boomers.

Penelitian ini mengungkapkan bahwa para millennial telah menjadi korban keadaan. Mereka memasuki dunia kerja saat kondisi perekonomian tidak dapat dikatakan baik dan mereka berupaya untuk membuktikan diri mereka. Hal inilah yang terus membuat mereka bekerja keras walaupun dengan mengorbankan banyak hal. Namun dapatkah dibiarkan demikian? Para millennial adalah pemimpin masa depan yang diharapkan tidak melanjutkan kebiasaan buruk yang pernah tercipta pada masa generasi-generasi sebelumnya.

Hal ini sudah tentu bukanlah hal yang mudah sebab tuntutan zaman telah berada di hadapan mereka dan tidak dapat dielakkan mereka telah berada di dalamnya. Bagaimana untuk mengantisipasi dan menolong generasi ini? Kebijakan akan menjadi jawabannya. Bagaimana cuti menjadi sebuah kewajiban yang tidak dapat ditawar bahkan menjadi bagian yang diaudit akan dapat memaksa para millennial untuk mengambil jatah cuti mereka.

Ada banyak perusahaan yang kini menerapkan core leave atau block leave yang menyebutkan sejumlah hari cuti yang wajib diambil seluruh pekerja. Tidak mengambil maka akan mendapatkan sanksi. Hal ini akan dapat membantu para work martyrs untuk menikmati hidupnya dan dapat lebih realistis.

ruth_revisiRuth Berliana/VMN/BL/MP Human Capital Development Division, Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group

Data: World Economic Forum

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x