Menyambut MEA – The Best Way to Predict Your Future is to Create It.

(Business Lounge Journal – Manage Your Business) Selamat datang era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Setahun lebih kita cemas dan takut menyongsong datangnya era MEA. Kita cemas negara kita, dengan 250 juta penduduknya, hanya akan menjadi pasar dari produk dan jasa buatan negara tetangga.

Padahal, bukan hanya negara kita yang takut dan cemas dengan MEA. Negara-negara ASEAN lainnya juga begitu. Mereka juga cemas dan takut dengan kekuatan kita. Apalagi sebelumnya perusahaan-perusahaan kita juga sudah masuk ke pasar ASEAN.

Contohnya, proyek jalan tol pertama di Malaysia dan Filipina, dibangun oleh PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, yang berkongsi dengan beberapa BUMN dalam bidang kontruksi. Lalu, BUMN kita, PT Semen Indonesia Tbk, sudah mengakuisisi salah satu pabrik semen di Vietnam. BUMN kontruksi kita, PT Wijaya Karya Tbk, sudah menggarap proyek-proyek konstruksi di Myanmar, Brunei Darussalam dan Timor Leste.

Di industri penerbangan, Lion Air juga sudah ekspansi ke Thailand dan Malaysia. Lalu, produk-produk kosmetika buatan Mustika Ratu juga sudah masuk ke pasar Malaysia. Begitu pula dengan jamu buatan SidoMuncul sudah merambah ke pasar negara tetangga.

Beberapa produk kita lainnya bahkan bukan hanya menembus pasar ASEAN, tetapi sudah dunia. Misalnya, sepeda merek Polygon, produk elektronik merek Polytron, baterei ABC, mie instant Indomie, makanan cepat saji California Fried Chicken, Kacang Dua Kelinci yang menjadi sponsor klub sepakbola Real Madrid, batik buatan BIN House, keramik Essenza, radio kayu Magno, atau belalai gajah buatan Grup Bukaka, dan masih banyak lagi lainnya.

Di industri yang berbasis teknologi informasi (TI), seperti games, beberapa perusahaan kita juga sudah menembus pasar dunia. Game-game buatan para produsen lokal, yakni Touchten, Digital Happiness, Tinker Games, atau Menara Games, bahkan sudah bersaing di pasar internasional.

Inovasi

Jadi, siapa bilang negara kita hanya akan menjadi pasar. Kita juga bisa menjadikan negara-negara tetangga sebagai pasar.

Untuk bisa memenangkan persaingan dan merebut pasar ASEAN, salah satu faktor kuncinya adalah inovasi. Bicara soal ini, rasanya kita tak perlu cemas. Bukankah masyarakat kita dikenal sebagai masyarakat kreatif. Bahkan sampai level grass root sekalipun. Lihat saja, ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan aturan three in one di jalan-jalan protokol, sontak muncul bisnis joki three in one.

Ketika kondisi angkutan umum amburadul, tidak aman dan tidak nyaman, datang dan pergi sesukanya, muncul angkutan alternatif: ojek. Ketika sebagian masyarakat kesulitan memperoleh akses ojek, muncul layanan ojek berbasis TI, GoJek.

Pengakuan soal inovatifnya masyarakat kita juga datang dari pihak luar. Merujuk data Indeks Inovasi Global 2014 dari hasil survei Institute European d’Administration des Affairs (Insead), Indonesia menempati peringkat ke-87 dari 126 negara. Ini meningkat ketimbang tahun 2012 yang di peringkat ke-99.

Data Kementerian Perindustrian, hingga Juni 2015 kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB nasional sudah mencapai 6,3%. Jika tak ada halangan, mungkin kontribusi industri kreatif terhadap PDB bakal lebih dari 7%, atau bakal lebih dari Rp737,9 triliun.

Menciptakan Masa Depan

Faktor kunci berikutnya adalah menciptakan masa depan. Kata Abraham Lincoln, “The best way to predict your future is to create it.

Menciptakan masa depan tidak mudah. Tapi, kita bisa belajar dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Bank yang pada 16 Desember 2015 lalu genap berusia 120 tahun itu memiliki empat sifat khas sebagaimana disebut Arie de Geus dalam bukunya The Living Company. Apa saja?

Peka terhadap lingkungan sekitar. Perusahaan-perusahaan panjang umur selalu mau belajar dan beradaptasi dengan perubahan di lingkungan sekitarnya.

Sadar akan identitasnya. Perusahaan akan solid dan memiliki identitas kuat jika mampu membangun bersama-sama dengan masyarakat di sekitarnya.

Toleran terhadap ide-ide baru. Perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawannya untuk menciptakan ide-ide dan layanan baru sesuai dengan kebutuhan stakeholder-nya.

Mengelola keuangannya secara konservatif. Intinya adalah jangan besar pasak daripada tiang.

Ide inovasi BRI mengalir dari empat sifat ini. Contohnya, BRI mengembangkan konsep bank kapal Teras BRI karena memahami bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. Melalui kapal-kapal itu, BRI akan mampu menjangkau calon nasabah yang tersebar di pulau-pulau terpencil.

Untuk mendukung layanan itu, BRI membeli satelit yang dinamainya BRISat. Dengan telekomunikasi berbasis satelit, BRI akan mampu mengembangkan akses komunikasi hingga daerah-daerah terpencil, yang selama sulit dijangkau oleh layanan telekomunikasi biasa. Langkah semacam ini persis ungkapan Lincoln tadi, yakni the best way to predict your future is to create it.

Jadi, siapa takut dengan MEA.

JB Soesetiyo/VMN/BL/Podomoro University
Editor: Ruth Berliana
Image : Business Lounge Journal

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x