(Business Lounge – Empower People) Siapa tak kenal Gojek? Mereka hadir dengan misi ingin membantu mengatasi kemacetan, terutama di Jakarta, dan meningkatkan kesejahteraan para pengemudi ojek. Para pengemudi Gojek ini tidak hanya dari pengemudi ojek biasa, tapi juga ibu rumah tangga, mahasiswa, dan bahkan pegawai swasta.

Pelamar untuk menjadi pengemudi Gojek mencapai 4.000 per hari. Gojek berhasil membantu masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya mulai 7 juta hingga 8 juta per bulan. Selain itu, Gojek hadir sebagai salah satu pilihan bagi para pengguna jalan yang tidak ingin “tua di jalan” karena macetnya lalu lintas di Jakarta.

Fenomena Gojek menggambarkan bagaimana seorang Nadiem Makarim, pendiri Gojek, mampu berpikir kritis. Ia mampu mendefinisikan masalah, menganalisis mengapa fenomena itu terjadi dan apa penyebabnya, menggali berbagai solusi, mengkritisi, dan akhirnya memunculkan ide kreatif untuk menemukan problem solving.

Inilah tahapan proses berpikir untuk menghasilkan gagasan-gagasan baru. Diawali dengan menemukan masalah, dilanjutkan dengan mengkritisinya lewat berpikir kritis, setelah itu menemukan solusinya melalui berpikir kreatif, akhirnya dilanjutkan dengan membuat rencana dan strategi untuk mengeksekusinya.

Bisakah berpikir kritis diterapkan dalam kehidupan sehari-hari? Bisa! Melatih kemampuan berpikir kritis akan dapat membantu menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan pribadi dan profesional.

Berpikir kritis dapat dimulai dengan mempertanyakan fenomena atau masalah yang sedang terjadi. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan Kipling Method, yakni bertanya dengan metode 5W 1H (What, When, Why, Where, Who dan How).

Misalnya soal kemacetan. Di mana lokasi yang menjadi titik simpul kemacetan? Pada jam-jam berapa terjadinya? Apa yang menjadi penyebab? Saling serobot. Siapa pengemudi yang main serobot? Mengapa? Ada juga berbagai pertanyaan lainnya. Setelah mempertanyakan secara kritis, kita perlu mengaitkan permasalahan tersebut dengan konsep-konsep lain, sehingga mendapatkan akar permasalahannya.

Dengan berpikir kritis, Anda akan mengarahkan pikiran Anda untuk memecahkan masalah. Paling tidak mencari alternatif yang lebih baik. Misalnya, dari permasalahan kemacetan yang terjadi tersebut, Anda terpicu untuk memikirkan cara-cara guna menyelesaikan kemacetan.

Berpikir kritis memberi banyak manfaat dalam menyelesaikan berbagai permasalahan. Berikut beberapa cara untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari.

Pertama, mengidentifikasi permasalahan yang terjadi secara detail dan jelas. Mulailah dengan bertanya, apa yang dihadapi dan mencoba mencari tahu faktor-faktor penyebabnya.

Kedua, mencari alternatif pandangan lain. Di sini cobalah melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang. Misalnya, ada seorang guru melakukan pelanggaran. Apakah ini dilakukan untuk kepentingan pribadi? Apa alasannya? Mungkinkah ia memiliki alasan sendiri? Berpikir kritis tidak selalu harus berpikir negatif (destruktif), tetapi juga harus ada pemikiran positif (konstruktif).

Ketiga, mencari beberapa jawaban alternatif. Dalam berpikir kritis, Anda harus dapat menghasilkan jawaban dari pertanyaan yang kita tanyakan, sehingga mengetahui beberapa faktor penyebab permasalahan dan pada akhirnya akan menemukan satu faktor penyebab utama permasalahan (root cause).

Keempat, membangun pandangan yang paling masuk akal. Dari hasil semua analisa, sintesis dan evaluasi yang telah dilakukan, cobalah untuk membangun pandangan yang paling masuk akal yang pada akhirnya membantu kita untuk menemukan solusi.

Berpikir kritis merupakan inisiasi awal dalam proses problem solving. Anda perlu memiliki kemampuan tersebut agar memudahkan Anda dalam menemukan solusi-solusi baru yang inovatif atas segala permasalahan baik di kehidupan sehari-hari atau dalam lingkup profesional. Kasus Gojek adalah hasil dari proses berpikir kritis yang panjang. Dimulai dengan melihat permasalahan sehari-hari masyarakat Jakarta, sampai akhirnya turut membantu mengatasinya. Baik masalah kemacetan maupun pengangguran.

Mirna Astari/VMN/BL/Podomoro University
Editor: Ruth Berliana