(Business Lounge – Global News) Data wisatawan yang mengunjungi Jepang terus mengalami pertambahan namun kemampuan hotel untuk menampung mereka terkendala dengan biaya yang tinggi, sehingga memaksa pihak pengembang untuk berpikir out of the box untuk menemukan cara yang cepat untuk meningkatkan pilihan penginapan tanpa melanggar ketentuan.
Pemerintah Jepang telah menetapkan target pada tahun ini untuk dapat melampaui jumlah turis pada tahun lalu, 13,4 juta orang pengunjung. Selain itu melemahnya yen dan persyaratan visa yang mudah bagi beberapa negara Asia telag memberikan dampak yang significant. Pemerintah bertujuan untuk menarik 20 juta pengunjung pada tahun 2020, ketika Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade, untuk merevitalisasi negara dengan kekuatan perekonomian terbesar ketiga dunia tersebut.
Meningkatnya wisatawan sudah menekan pasokan akomodasi yang ada di Tokyo, yang memiliki sekitar 100.000 kamar hotel. Hanya 7.600 kamar dijadwalkan akan ditambahkan dalam tiga tahun ke depan, demikian menurut STR Global, sebuah perusahaan riset untuk industri hotel.
Mengubah Gedung Kantor Menjadi Hotel
Lambatnya pertumbuhan ini disebabkan kenaikan harga tanah dan biaya konstruksi. Sehingga dipikirkanlah salah satu solusi cepat, yaitu dengan mengubah sebuah gedung kantor lama menjadi hotel dengan kamar-kamar yang relatif lebih kecil tetapi tetap stylish. Kamar-kamar ini dapat disewa dengan harga di bawah USD 30 per malam atau 390 ribu rupiah per malam, kurang dari 50% tarif sebuah hotel bisnis murah.
“Mengubah gedung kantor menjadi hotel adalah cara yang ideal untuk menanggapi kebutuhan mendesak untuk kamar hotel,” demikian dikatakan Yukari Sasaki, senior managing officer pada property developer Sankei Building Co. “Membangun hotel dari awal akan menelan biaya yang terlalu banyak karena biaya konstruksi yang tinggi. “
Sankei, sebuah unit dari Fuji Media Holdings Inc, yang memiliki surat kabar Sankei konservatif, mengubah gedung kantor yang berusia 35 tahun di distrik elektronik dalam waktu kurang dari setahun dengan biaya kurang dari USD 8 juta atau sekitar 104 miliar rupiah.
Hotel, yang disebut Grids, memiliki tarif USD 27 atau 351,000 rupiah per malam per orang untuk bunkbed dan hingga USD 40 atau sekitar 520,000 rupiah untuk kamar premium dengan tikar tatami. Sebagai perbandingan, tarif kamar rata-rata di hotel bisnis peringkat terendah di Tokyo telah meningkat 11,7 persen dari tahun sebelumnya menjadi ¥ 9.500 atau sekitar IDR 1,034,212, menurut STR global.
“Pasar untuk jenis hotel seperti ini masih kecil, tetapi memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar di kota-kota besar di mana permintaan kamar yang kuat,” demikian dikatakan Tomohiko Sawayanagi, managing director untuk Jones Lang LaSalle di Tokyo seperti dilansir oleh Reuters.
Oleh karena lebih banyak menara kantor sedang dibangun, gedung perkantoran yang sudah lebih tua dengan ukuran yang lebih kecil menjadi kurang menarik untuk perkantoran. Karena itu, gedung demikian dapat digunakan sebagai hotel, demikian dikatakan orang industri.
“Beberapa gedung perkantoran dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bila dikonversi menjadi hotel karena kami dapat mengharapkan adanya peningkatan wisatawan asing ke Jepang,” demikian dikatakan Yuji Sakawa, wakil general manager B-lot Co, investor real estate yang berbasis di Tokyo.
Dukungan Pemerintah
Sebagai bagian dari strategi pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Perdana Menteri Shinzo Abe, pemerintah telah menyisihkan zona khusus di seluruh negeri di mana berbagai peraturan akan diringankan, termasuk undang-undang yang berkaitan dengan Penginapan jangka pendek.
Sementara itu, pengembang properti Sankei berencana untuk mengkonversi gedung perkantoran lebih banyak lagi menjadi hotel low-end. Namun Grids properti di Tokyo dijadwalkan akan dihancurkan pada akhirnya untuk membuat jalan bagi sebuah gedung apartemen.
“Tapi kalau pariwisata masih booming, kita dapat membangunnya kembali sebagai hotel baru,” demikian dikatakan oleh Sasaki.
citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : Antara