(Business Lounge – Manage Your Business)
Menjadi entrepreneur itu susah-susah gampang. Disebut gampang karena peluang bisnis terbuka di mana-mana, apalagi bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang kreatif dengan ide bisnis yang kerap tidak terduga.
Misalnya, ketika Pemprov DKI Jakarta menetapkan aturan three in one untuk ruas-ruas jalan tertentu, muncullah jasa joki. Ketika banyak mahasiswa pusing membuat skripsi, maka dengan mudah Anda dapat menemukan jasa-jasa pembuatan skripsi, bahkan jika Anda mau, Anda dapat memperoleh jasa sampai pembuatan tesis dan disertasi.
Lain lagi tentang bisnis transportasi, di negara kita ini, kini ojek sudah menjadi salah satu pilihan layanan transportasi. Masalahnya kadang supply & demand ojek kerap tak ketemu. Banyak orang kesulitan mencari ojek, sementara di sisi lain para pengemudi ojek yang berada di pangkalan-pangkalan ojek kesulitan mencari penumpang, maka lahirlah bisnis Gojek. Melalui aplikasi yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, Gojek mempertemukan konsumen yang membutuhkan jasa ojek dengan pengemudinya.
Di pedesaan dan juga di sebagian perkotaan, banyak masyarakat yang membutuhkan dana untuk memulai usahanya. Tapi, mereka sulit mengakses kredit ke perbankan, maka lahirlah lembaga-lembaga pembiayaan mikro yang menawarkan pinjaman untuk mereka.
Begitulah, perekonomian negara kita yang masih tumbuh membuka banyak peluang bisnis baru. Mencari ide bisnis tidak sulit, tetapi mengkonversi ide tadi menjadi bisnis (tentunya yang berkelanjutan), itu yang tidak mudah. Persoalan berikutnya adalah bagaimana memulainya?
Salah satu tool yang dapat dipakai untuk memulai bisnis adalah dengan menerapkan Business Model Canvas (BMC). Apa itu BMC? BMC adalah model bisnis yang dikembangkan oleh Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur. Dengan BMC, Osterwalder dan Pigneur berhasil mengubah model bisnis yang rumit menjadi sederhana. Lantaran kesederhanaannya, metode kanvas memungkinkan karyawan terlibat dalam pengembangan model bisnis organisasinya.
Memakai pendekatan kanvas, keduanya menampilkan model bisnis dalam satu lembar kanvas yang berisi sembilan elemen (kotak). Kotak pertama berisi customer segment. Intinya, saat memulai bisnis, kita harus menetapkan terlebih dahulu siapa yang akan dilayani, bisa satu atau beberapa customer sekaligus.
Kotak kedua value proposition. Maksudnya, apa manfaat yang akan kita tawarkan kepada customer tadi. Dalam bisnis penerbangan, Garuda Indonesia tidak menyebut customer-nya dengan penumpang, melainkan pelanggan. Apa bedanya?
Dengan menyebut penumpang, status Garuda Indonesia tak lebih dari perusahaan transportasi biasa. Layanan mereka adalah memindahkan orang dari satu tempat ke tempat lainnya. Sementara, dengan menyebut pelanggan, bisnis Garuda bukan sekedar memindahkan orang, tetapi juga harus mengutamakan kenyamanan dan bahkan keramahtamahan.
Misalnya, kursinya harus bersih, desain interiornya terasa hommy, makanan yang disajikan harus enak dan menarik, dan sebagainya. Intinya, terbang dengan Garuda Indonesia harus menjadi pengalaman yang menyenangkan. Itu bedanya. Value proposition itulah yang harus ditawarkan Garuda Indonesia.
Kotak ketiga dari BMC adalah channels. Maksudnya, apa sarana-sarana yang kita bangun untuk menyampaikan value proposition tadi kepada customer. Channels ini bisa banyak. Mulai dari pre-sales sampai after-sales.
Keempat adalah revenue stream. Dari mana saja sumber-sumber pendapatan dari bisnis yang akan kita bangun. Dalam bisnis media cetak, misalnya, sumber pendapatan tak hanya datang dari sirkulasi dan iklan, tetapi lewat berbagai kegiatan dan jasa lainnya. Di antaranya, penyelenggaraan seminar sampai penerbitan buku.
Kotak kelima adalah customer relationship. Relasi dengan pelanggan harus terus kita pelihara. Garuda Indonesia, misalnya, berhasil mengkonversi pelanggannya menjadi pelanggan setia dan akhirnya menjadi pelanggan evangelist. Pelanggan jenis ini selalu dicari-cari oleh banyak perusahaan. Pelanggan evangelist adalah pelanggan yang tanpa diminta selalu merekomendasikan kepada calon-calon customer untuk memakai produk kita.
Keenam, key activities, maksudnya kita harus mendesain kegiatan-kegiatan utama yang mesti dilakukan untuk menciptakan value proposition tadi.
Kotak ketujuh adalah key resources. Sumber-sumber daya apa saja yang mesti tersedia dan perlu kita persiapkan agar bisnis kita mampu menciptakan dan men-deliver value proposition tadi.
Kedelapan, key partnership. Kita tidak bisa mengelola bisnis sendirian. Dalam bisnis pusat perbelanjaan, misalnya, mitra mereka adalah para produsen dan pemasok barang. Bahkan dalam beberapa kasus, sukses atau tidaknya bisnis pusat perbelanjaan sangat tergantung pada layanan parkirnya.
Kalau layanan parkirnya buruk, pelanggan enggan datang dan pusat perbelanjaan pun akan sepi pengunjung. Maka, penting bagi sebuah pusat perbelanjaan untuk mencari mitra yang piawai dalam mengelola parkir kendaraan.
Kotak terakhir adalah cost structure. Keberhasilan bisnis kita tak hanya ditentukan oleh kemampuan dalam menjual produk atau jasa, tetapi juga mengendalikan biaya. Struktur biaya yang efisien akan menjadi kunci untuk memenangkan persaingan bisnis.
Itulah sembilan elemen kunci dari BMC. Bagi mereka yang ingin memulai bisnis, penting untuk menyiapkan model bisnisnya dengan pendekatan BMC tadi. Sebab kalau bisnis sudah terlanjur jalan, menatanya akan lebih sulit.
Semoga menginspirasi.
RR Mirna Magetsari/VMN/BL/Podomoro University
Editor: Ruth Berliana