(Business Lounge – Business Insight) Selama 24 tahun perusahaan makanan cepat saji Jepang Yoshinoya Holdings Co tidak pernah menaikkan harga hidangannya sebagai sebuah simbol deflasi ekonomi yang panjang. Namun pada Selasa (9/12) dalam sebuah pernyataan dikatakan bahwa Yoshinoya akan menaikkan harga hidangan khasnya yaitu semangkuk daging sapi karena biaya impor yang lebih tinggi demikian seperti dilansir oleh Japan today.
Langkah ini sangat dibutuhkan oleh Bank Central Jepang untuk menandai kemenangannya atas perjuangannya untuk mencapai target inflasi 2% setelah dua dekade penurunan harga. Hal ini dipercaya membalikkan tren deflasi dan menghidupkan kembali konsumsi yang merupakan kunci atas strategi Perdana Menteri Shinzo Abe untuk melejitkan perekonomian dunia terbesar ketiga ini.
Yoshinoya telah mengelola bisnis daging saji siap saji ini selama 115 tahun, dan mengatakan bahwa ia akan menaikkan harga “Gyudon” dalam ukuran reguler sebesar 27% menjadi 380 yen (sekitar 40 ribu rupiah) pada 17 Desember, mengikuti lonjakan harga daging sapi AS dan depresiasi yen yang tajam terhadap dolar.
The “Gyudon” adalah semangkuk nasi dengan daging sapi tumis dan bawang di atasnya yang merupakan favorit para karyawan di Jepang, dan dapat dijadikan ukuran informal harga konsumen.
Maka kenaikan harga ini akan menandai kenaikan harga untuk pertama kalinya sejak Maret 1990, termasuk penyesuaian harga pada bulan April untuk mencerminkan peningkatan pajak penjualan nasional, kata seorang juru bicara perusahaan.
Kenaikan harga menjadi kabar baik bagi Bank of Japan, yang melonggarkan kebijakan moneter lebih lanjut pada akhir Oktober untuk melawan efek deflasi dari kemerosotan harga minyak dan permintaan domestik yang lemah. Harga minyak telah jatuh 15% sejak saat itu dan kemungkinan menempatkan sasaran inflasi lebih jauh dari jangkauan.
Beberapa bank sentral sekarang merasa takut bahwa inflasi inti konsumen akan melambat menjadi sekitar 0,5% pada pertengahan tahun depan, turun dari puncak May dari 1,4%.