(Business Lounge – World Today) – Pada akhir pekan lalu, negara-negara maju dan berkembang yang tergabung dalam G-20 telah mengadakan pertemuan di Sydney untuk membahas perkembangan dan permasalahan dari perekonomian dunia belakangan ini. Dari hasil pertemuan tersebut, terjadi kesepakatan antara negara-negara dengan perekonomian tertinggi di dunia atau G20 untuk lebih berambisi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi kolektif sekurangnya sebesar 2% dalam waktu lima tahun.
Selain itu, para pemimpin ekonomi dunia tersebut juga menargetkan penambahan output senilai US$2 triliun sekaligus menciptakan miliaran lapangan pekerjaan baru. Nantinya kerangka kinerja ekonomi yang akan dilakukan adalah dengan memfokuskan pada aksi nyata terkait peningkatan investasi dan lapangan pekerjaan.
Dengan kesepakatan ini, hal tersebut adalah sekaligus mengirimkan sinyal bahwa badai krisis ekonomi internasional telah lewat. Ditambah juga dengan adanya optimisme yang cukup besar terhadap ekonomi dunia yang akan mencapai momentumnya pada tahun ini.
Adapun rencana pertumbuhan G20 ini meminjam konsep International Monetary Fund (IMF) yang memperkirakan reformasi struktural akan meningkatkan output dunia sekitar 0,5% setiap tahunnya dalam selang 5 tahun mendatang dan melesatkan output global higga US$2,25 triliun. IMF sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,75% pada tahun 2014 dan 4% pada tahun 2015.
Tercapainya kesepekatan pada pertemuan G20 kali ini merupakan kemajuan yang cukup besar menyusul gagalnya target G20 mencapai kesepakatan pada pertemuan sebelumnya terkait target fiskal dan neraca transaksi berjalan.
Akan tetapi, hasil dari pertemuan akhir pekan kemarin sempat direspon kekhawatirkan pasar keuangan dengan adanya perbedaan pendapat antara negara maju dan berkembang. Negara berkembang ingin agar bank sentral AS atau The Fed menyesuaikan paket stimulusnya agar dampaknya tidak terlalu berat bagi negara-negara berkembang.
Sebaliknya, negara maju menganggap bahwa masalah yang timbul di negara berkembang merupakan masalah bawaan dan tingkat suku bunga mereka pun seharusnya disesuaikan demi mencapai pemulihan ekonomi domestik. Tetapi, hingga saat ini potensi tersebut belum terlihat.
Regi Fachriansyah/Junior Analyst Equity Research of Vibiz Consulting
Editor: Jul Allens
pic:dw.de.com
.