(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Salah satu masalah yang seringkali dihadapi ketika akan menetapkan harga di masa perekonomian yang sedang melambat, sementara inflasi juga tinggi adalah: apakah Anda akan menetapkan kebijakan diskon atau tidak? Keputusan berada pada tangan Anda, saya hanya akan memaparkan positif dan negatifnya dari kebijakan diskon di masa sekarang ini.
Premium brand, jelas punya target pasar level atas, yang tentunya kurang sensitif terhadap inflasi jika dibandingkan dengan masyarakat menengah ke bawah yang harus berjuang menghadapi menjulangnya harga minyak dan gas. Apakah kebijakan diskon merupakan keputusan terbaik bagi brand Anda?
Menurut Timothy Braun, vice president sekaligus general manager Neiman Marcus, sebuah ritel dengan pangsa pasar kelas atas, mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki para pembeli loyal. Mungkin mereka membeli dengan jumlah lebih sedikit, namun mereka tetap datang karena menyukai kualitas barang yang ditawarkan, ucapnya . Artinya, konsumen mungkin terpengaruh oleh perekonomian, namun dampaknya tidak terlalu besar.
Jika kebijakan diskon diterapkan, memang benar bahwa brand bisa mendongkrak penjualan. Karena dengan adanya diskon, maka konsumen jadi lebih luas. Yang tadinya belum tentu bisa membeli, kini bisa membeli. Perusahaan bisa meraup untung dari volume yang banyak.
Namun, kebijakan diskon juga punya kelemahan. James Ward, seorang profesor di Arizona State University mengungkapkan bahwa berbahaya jika brand premium terlalu banyak memberikan diskon, karena berisiko terhadap brand equity-nya.
Jeff Stibel, di Harvard Business Blog menegaskan hal yang senada. Ia berpendapat bahwa risiko terbesar kebijakan diskon adalah persepsi negatif dalam jangka panjang. Misalnya Rolex bisa menjadi Timex, dan Mercedes bisa menjadi Chrysler. Ia juga menyatakan bahwa kadang beberapa perusahaan melakukan strategi yang kebalikannya, yakni meningkatkan harga. Memang ini berpotensi menekan pertumbuhan jangka pendek, namun ia berpendapat bahwa dalam jangka panjang justru mendongkrak nilai brand itu sendiri.
Oleh karena itu, kini strategi mana yang ingin Anda kejar? Menetapkan diskon dengan penjualan yang terdongkrak namun berisiko kehilangan pangsa pasar dalam jangka panjang. Atau tidak memberlakukan diskon, namun growth jangka pendek tertekan, sementara brand equity tetap terjaga.
Jeff Stibel menyatakan bahwa sebelum memberlakukan kebijakan diskon, maka pertimbangkan konsekuensi jangka panjang dengan potensi repositioning brand Anda secara tidak disengaja. Bagaimana trade off antara risk dan returnnya? Tentunya keputusan ini harus dipertimbangkan secara matang.
Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Bagaimana jika Anda tidak ingin memberlakukan diskon namun tetap menjaga kestabilan penjualan? Temukan jawabannya dalam artikel selanjutnya.
(Rinella Putri/AA/TML)