(The Manager’s Lounge – Quality) Lean, metode yang awalnya digunakan oleh Toyota menjadi sangat penting bagi bisnis ketika perekonomian sedang berada dalam kondisi downturn seperti ini. Mengapa? Dan bagaimana manfaatnya menjadi lean? Berikut ini adalah ulasannya.
Minimalisir Waste
Lean merupakan metode yang berasal dari Toyota Production System (TPS) dimana metode ini berfokus untuk menciptakan value dengan meminimalisir tujuh jenis waste. Tujuh jenis waste ini antara lain adalah: cacat produksi, kelebihan produksi, waktu tunggu transportasi, inventory, gerakan yang tidak perlu serta overprocessing.
Lean akan sangat membantu dalam kondisi perekonomian downturn seperti ini. Mengapa? Lean membantu dalam penghematan, karena lean menghilangkan aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan pertambahan nilai.
General Motors, yang sedang menghadapi ancaman kebangkrutan dan berusaha memperoleh bailout dari pemerintah sebenarnya merupakan salah satu perusahaan yang menerapkan Lean. Namun sepertinya, GM belum cukup Lean jika dibandingkan dengan pesaing utamanya asal Jepang, yakni Toyota.
GM mengidap waste kedua atau overproduction secara akut. GM memproduksi kendaraan-kendaraan dengan berbagai macam merek di berbagai belahan dunia. Setiap tahun, merek-merek GM mengeluarkan model kendaraan baru. Namun, sayangnya kenyataan ini tidak dibarengi dengan permintaan. Penjualan GM terus mengalami penurunan, terutama dalam kondisi resesi seperti ini dimana konsumen memangkas pengeluarannya.
GM Belum Cukup Lean
Bagaimana gambaran overproduction yang dialami oleh sektor otomotif AS? GM, Ford dan Chrysler menjual 112 mode kendaraan dan truk yang berbeda dengan dalam 15 merek di AS. Bandingkan saja dengan tiga produsen otomotif Jepang, yakni Toyota, Honda dan Nissan yang hanya mengeluarkan 58 model kendaraan dengan 7 merek saja.
Dulu, perusahaan otomotif AS digdaya dengan berbagai merek yang melayani berbagai target pasar. Namun, seiring dengan kondisi perekonomian yang melemah, maka biaya produksi yang membebani tidak sebanding dengan laju penjualan. Masyarakat tidak juga mengalami akses terhadap kredit karena terbatasnya likuiditas yang tersedia di masyarakat. Apalagi kondisi seperti ini, masyarakat cenderung untuk menghemat untuk kebutuhan pokok dibandingkan dengan membeli barang mewah seperti kendaraan. Alhasil, tahun ini pangsa pasar GM, Ford dan Chrysler anjlok menjadi 47%, dari setahun lalu 62%.
Toyota, sebagai pesaing GM, juga mengalami masalah karena penjualan menurun. Namun, masalah yang mereka alami sepertinya tidak separah GM. Ancaman bangkrut ini mungkin tidak akan terjadi seandainya saja GM cukup lean. Meskipun GM menerapkan lean, namun sepertinya mereka belum cukup lean. Bayangkan jumlah waste yang terjadi karena overproduction sehingga inventory meningkat tajam.
Dari struktur distribusi juga nampaknya belum cukup lean. Misalnya, GM tercatat mempunyai 6,700 dealer di AS, bandingkan dengan Toyota yang cukup dengan 1,200 saja. Jika turut menghitung franchise, maka perbandingannya lebih timpang lagi, dimana dealer GM mengoperasikan 14,000 franchise sementara Toyota hanya 1,600. Dengan besarnya skala operasi GM, maka sudah jelas ketika kondisi perekonomian melemah dan penjualan melambat, GM dapat masalah besar.
Penerapan Lean
GM dan produsen otomotif lainnya harus menerapkan Lean dengan lebih baik. Menghilangkan beberapa merek dan mengurangi kapasitas produksi adalah langkah awal yang harus ditempuh. Langkah ini otomatis akan merampingkan jumlah pekerja GM, serta membantu mengeliminasi waste-waste lainnya dalam aktivitas sehari-hari. Kapasitas produksi bisa sesuai dengan permintaan, inventory tidak menumpuk seperti sekarang. Sehingga, berujung kepada efisiensi dan bottom line yang lebih sehat.