(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Social media semakin menjadi bagian dari strategi perusahaan dalam mengelola barang dan jasanya. Semakin banyak buzz di social media, maka semakin populer suatu brand. Hanya saja, populernya social media menjadikan media ini rentan untuk menghadirkan risiko dan kesalahan bagi perusahaan.
Review Palsu
Setiap perusahaan tentunya mengupayakan agar semakin banyak review positif mengenai produk dan jasanya, dan sebisa mungkin menghindari adanya kritik atau review negatif. Sehingga, mungkin saja terkadang perusahaan melakukan perbuatan yang tidak etis, seperti memaksakan adanya review positif dan tidak memuat review yang negatif. Hanya saja, ini berpotensi untuk mempertaruhkan reputasi perusahaan seandainya praktik ini ketahuan di kemudian hari.
Misalnya, seorang karyawan Belkin ketahuan menawarkan pembayaran untuk review positif terhadap produk router mereka, bahkan meminta reviewer untuk vote down komentar negatif. Namun, kemudian Belkin secara resmi mengeluarkan press release yang menyatakan bahwa mereka tidak sama sekali tidak terlibat dalam praktik tersebut.
Hanya saja, sebuah investigasi dari seorang karyawan mengungkapkan bahwa meskipun tidak ada dalam aturan resmi, namun selama ini seluruh karyawan Belkin mengalami tekanan untuk melakukan apa saja demi memperoleh review yang positif. Hal ini antara lain meliputi: mencantumkan logo sertifikat Apple dan Microsoft palsu, mengeluarkan data yang tidak akurat demi menunjukkan bahwa produk mereka superior, membuat review palsu, menuliskan review negatif mengenai produk pesaing, hingga membayar.
Akibatnya? Tentu saja masalah ini mengakibatkan pelanggan kapok dan tidak percaya lagi terhadap review yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Padahal, review justru punya peranan penting.
Brandjacking
Mungkin perusahaan Anda masih belum menggunakan strategi social media saat ini. Mungkin belum disadari manfaat social media yang begitu besar. Hanya saja, perlu diketahui bahwa jika Anda tidak mengelola brand secara online, maka terdapat risiko brandjacking. Apa itu brandjacking? Brandjacking adalah situasi dimana terdapat pihak lain yang mengakui sebagai perwakilan dari brand Anda, meski sebenarnya tidak.
Kondisi seperti ini pernah dialami oleh ExxonMobil di Twitter dulu. Menggunakan account @exxonmobilcorp, seorang yang bernama Janet mengaku sebagai karyawan Exxon, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan di Twitter mengenai hal-hal terkait dengan ExxonMobil.
Oleh karena itu, identifikasi yang jelas mengenai identitas online perusahaan sangatlah penting. Jika perusahaan punya website resmi, cantumkan pula profil-profil resmi di social media.
Rumor yang Salah
User-generated content mempunyai banyak manfaat diantaranya user bisa dengan bebas mempost sesuai dengan keinginannya. Content jadi lebih kaya dan membangun suatu komunitas. Hanya saja, terdapat risiko dimana informasi yang disampaikan bisa jadi benar, namun bisa juga salah.
Contohnya adalah iReport, dimana user bisa posting news mengenai apa saja, tanpa diedit dan tanpa difilter. Waktu itu, ada user yang posting mengenai serangan jantung pada Steve Jobs, sehingga kemudian mengakibatkan saham Apple terjun. Seandainya waktu itu Apple aktif dalam dunia social media, mungkin mereka dapat mencegah hal ini dengan memberikan konfirmasi langsung.
Meremehkan Blogger
Perusahaan harus cermat jika berhubungan dengan blogger, karena sekali Anda melakukan perbuatan yang menyakiti mereka, maka reputasi Anda secara online bakalan musnah. Blogger punya komunitas yang kuat, dan mereka saling mendukung satu sama lain. Jadi, jika Anda meremehkan blogger, siap-siap akan kondisi terburuk.
Contohnya seperti Asus yang pernah menyelenggarakan kontes review untuk blogger, dimana Asus meminta blogger untuk memilih blogger mana yang paling favorit. Blogger punya pemenang, namun kemudian Asus mengubah peraturan yang menjadikan orang lain menjadi pemenang, padahal itu bukan pilihan blogger. Sehingga, ini memancing kemarahan dari para blogger.
Kemudian yang terjadi belum lama ini adalah kasus seorang ibu rumah tangga yang dituntut oleh sebuah RS internasional akibat pencemaran nama baik, padahal ibu tersebut hanya posting keluhannya saja melalui email, yang kemudian tersebar di internet. Ibu yang kemudian ditahan oleh pihak berwajib, memperoleh simpati dari para blogger, dan sebaliknya RS tersebut banyak dikecam hingga kemudian sekarang reputasinya buruk dan sepi pengunjung.
(Rinella Putri/AA/TML)