(The Manager’s Lounge – Service) – Seiring dengan persaingan yang semakin ketat di dunia bisnis, kini semakin banyak organisasi yang memfokuskan diri untuk menjadi customer-centric organization. Organisasi ini tidak hanya fokus untuk menawarkan produk dan layanan semata, melainkan juga fokus kepada pelanggan. Mengapa organisasi ingin menjadi customer-centric? Dan bagaimana mereka membangun suatu organisasi yang customer-centric?
Mengapa organisasi ingin menjadi customer-centric?
Organisasi yang customer-centric sangat paham benar bahwa pelanggan adalah aset yang sangat berharga bagi organisasi, dan pelanggan adalah elemen yang paling menentukan keberlangsungan suatu bisnis. Oleh karena itu, dengan fokus kepada pelanggan, mereka berupaya untuk memberikan value kepada pelanggan secara terus menerus. Dengan ini, diharapkan pelanggan dapat memperoleh kepuasan, dan loyal kepada organisasi.
Bagaimana membangun organisasi yang customer-centric?
Pertama, organisasi membutuhkan dukungan dari pemimpin dan para manajemen senior untuk menjalankan organisasi yang customer-centric. Dengan demikian, maka pemimpin dan manajemen senior dapat melakukan sosialisasi kepada seluruh penjuru organisasi, dan memastikan bahwa mereka semua turut fokus kepada pelanggan.
Kedua, organisasi perlu untuk menggenggam konsep customer-lifetime value, sehingga mereka mau terus fokus terhadap pelanggan dan meningkatkan hubungan dengan pelanggan, dalam upayanya untuk memberikan value secara terus menerus kepada pelanggan.
Ketiga, untuk memberikan value kepada pelanggan, bisnis harus terus melakukan inovasi-inovasi yang berdasarkan customer needs. Lakukan diskusi dengan karyawan dan berinteraksi dengan pelanggan untuk memperoleh ide-ide yang cemerlang mengenai inovasi.
Menurut John Quelch, dalam rangka meningkatkan fokus kepada pelanggan, diantaranya: 1) identifikasi beberapa metric yang merupakan indikator kinerja penjualan; 2) CEO memastikan bahwa perusahaan tetap mampu memperoleh peluang produk/pasar yang baru; dan 3) CEO harus mengembangkan talent yang bakal mendukung strategi customer-centric perusahaan.
Contohnya adalah Disney yang sebelum menjadi organisasi customer-centric, profitabilitas yang mereka raih kurang optimal. Setelah dilakukan analisa, nyatanya meskipun taman bermain cukup laris, namun hanya sekitar 25% dari seluruh pengeluaran pelanggan yang masuk untuk Disney. Sisanya lari ke pengeluaran seperti transportasi, hotel maupun restoran. Sejak itu, Disney membangun hotel dan pertokoan, bahkan bekerjasama dengan maskapai penerbangan. Sehingga, Disney akhirnya mampu meningkatkan porsi pengeluaran pelanggan bagi Disney hingga 75% dengan cara tersebut.
Jadi, menjadi organisasi yang customer-centric menjadikan Anda lebih memahami pelanggan, dan dapat memberikan value yang lebih kepada pelanggan dengan memberikan layanan yang sesuai dengan mereka. Dan hal ini tentunya positif bagi organisasi, karena memberikan value-added pula dalam jangka panjang.
(Renella Putri/DH/TML)