(Business Lounge – Global News) Kemajuan dalam teknologi kuantum kini menjadi salah satu perbincangan paling signifikan dalam komunitas ilmiah dan industri global. Quantum computing, yang selama beberapa dekade terakhir dianggap sebagai konsep teoretis belaka, perlahan-lahan mulai menunjukkan kapabilitas dunia nyata yang dapat mengubah struktur fundamental berbagai sektor mulai dari kesehatan, energi, keuangan, hingga pertahanan. Potensi yang dihadirkannya sangat luas—dari penemuan obat yang lebih cepat, internet lebih aman dan cepat, hingga revolusi dalam produksi pangan berkelanjutan. Namun seiring dengan janji masa depan tersebut, risiko dan tantangan baru juga muncul, menimbulkan kekhawatiran dari sisi etika, privasi, dan keamanan global.
Seperti dijelaskan oleh The Wall Street Journal dan MIT Technology Review, quantum computing didasarkan pada prinsip-prinsip fisika kuantum yang memungkinkan komputer melakukan kalkulasi jauh melampaui kemampuan superkomputer konvensional. Jika komputer klasik bekerja dengan bit yang memiliki dua nilai, 0 atau 1, maka komputer kuantum bekerja dengan qubit yang bisa berada dalam keadaan superposisi—artinya bisa 0 dan 1 secara bersamaan. Kombinasi ini mempercepat proses komputasi secara eksponensial dalam penyelesaian persoalan kompleks.
Salah satu bidang yang sangat mungkin mengalami lompatan signifikan berkat teknologi ini adalah industri farmasi. Perusahaan seperti Pfizer dan Roche kini menjajaki penggunaan quantum computing untuk menyimulasikan interaksi molekul secara lebih presisi dan cepat. Proses ini yang sebelumnya memakan waktu bertahun-tahun bisa dipersingkat menjadi hitungan minggu atau bahkan hari. Dalam jangka panjang, hal ini memungkinkan penemuan obat untuk penyakit kompleks seperti kanker atau Alzheimer dengan biaya riset yang lebih rendah dan keberhasilan lebih tinggi.
Tak hanya itu, internet dan dunia siber juga akan mengalami transformasi besar. Quantum computing diyakini akan mengancam algoritma enkripsi konvensional yang menjadi dasar keamanan digital saat ini. Namun di sisi lain, teknologi yang sama juga memungkinkan lahirnya quantum internet—jaringan ultra-cepat dan tahan terhadap peretasan, berbasis prinsip quantum entanglement. Para peneliti di Google dan IBM sedang mengembangkan prototipe jaringan tersebut, yang kelak dapat mengamankan transaksi finansial, komunikasi diplomatik, hingga sistem militer dari ancaman siber.
Dalam sektor pangan dan iklim, quantum computing memiliki potensi untuk mengoptimalkan rantai pasok, memprediksi pola cuaca ekstrem dengan akurasi tinggi, dan merancang sistem pertanian vertikal atau hidroponik yang lebih efisien. Perusahaan seperti BASF dan Syngenta telah mulai bekerja sama dengan penyedia platform kuantum untuk menyusun simulasi yang dapat memperkirakan hasil panen dan penggunaan air dalam berbagai skenario iklim.
Namun di tengah euforia akan potensi transformasionalnya, muncul pula kekhawatiran serius mengenai risiko yang dibawanya. Salah satu ancaman terbesar adalah runtuhnya sistem keamanan digital global. Ketika komputer kuantum mencapai “quantum supremacy” atau dominasi komputasi, algoritma RSA dan ECC—yang saat ini melindungi segala bentuk data digital dari perbankan hingga komunikasi pribadi—dapat dengan mudah dipecahkan. Hal ini akan menciptakan krisis privasi global jika tidak segera ditanggapi oleh pengembangan sistem enkripsi post-kuantum.
Selain itu, kesenjangan teknologi antara negara-negara maju dan berkembang juga dapat melebar. Saat ini, pengembangan teknologi kuantum sebagian besar dikuasai oleh negara seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Jerman, dan Kanada, melalui perusahaan-perusahaan besar seperti IBM, Google, Alibaba, dan D-Wave. Jika infrastruktur dan pengetahuan ini tidak tersebar secara adil, maka ketimpangan akses dan dominasi teknologi akan menciptakan ketegangan geopolitik baru.
Risiko lainnya terletak pada potensi penyalahgunaan teknologi oleh negara atau entitas jahat. Dengan kemampuan simulasi yang sangat kuat, teknologi ini bisa dipakai untuk merancang senjata kimia atau biologis tingkat lanjut, menyabotase infrastruktur energi, atau bahkan memanipulasi pasar keuangan global. Pemerintah dan badan internasional seperti PBB telah mulai mendiskusikan regulasi awal untuk mencegah skenario semacam itu, namun regulasi selalu tertinggal dari kecepatan inovasi.
Para akademisi dari Harvard University dan Oxford University menekankan pentingnya membangun “quantum governance” atau tata kelola global dalam pengembangan teknologi ini. Tidak hanya dari aspek teknis, tetapi juga dari sudut etika, tanggung jawab, dan distribusi manfaat. Dunia tidak boleh mengulangi kesalahan masa lalu dalam pengembangan teknologi, di mana eksploitasi dan kesenjangan justru memperburuk stabilitas sosial dan ekonomi.
Meski masih dalam tahap awal, perkembangan quantum computing sudah sangat nyata. Google mengklaim telah mencapai milestone penting pada 2019 dengan membuktikan bahwa komputer kuantumnya mampu menyelesaikan masalah tertentu dalam 200 detik, yang akan memakan waktu 10.000 tahun bagi superkomputer klasik. IBM telah membuka akses publik terhadap platform quantum-nya melalui cloud, yang memungkinkan ilmuwan dan pelajar dari berbagai belahan dunia untuk mengakses dan berkontribusi.
Namun tantangan rekayasa praktis tetap besar. Qubit masih sangat rapuh terhadap gangguan eksternal (noise), dan stabilitas sistem masih menjadi penghalang utama untuk skala besar. Diperlukan terobosan besar dalam perangkat keras, algoritma, dan ekosistem pendukung untuk menjadikan teknologi ini dapat diakses dan digunakan secara luas.
Investor teknologi besar, seperti Andreessen Horowitz dan Sequoia Capital, kini mulai menanamkan modal dalam startup quantum seperti Rigetti Computing dan IonQ. Ini mengisyaratkan bahwa komunitas bisnis sudah melihat quantum computing bukan sekadar eksperimen ilmiah, tetapi fondasi baru dari gelombang industri berikutnya. Pemerintah AS bahkan telah mengalokasikan dana miliaran dolar melalui National Quantum Initiative Act, sebagai respons terhadap perlombaan global yang semakin ketat.
Quantum computing bukanlah solusi instan yang akan tiba besok pagi. Tapi dalam dekade mendatang, teknologi ini berpotensi menggeser peta kekuatan global, mempercepat inovasi dalam berbagai bidang, sekaligus menuntut kehati-hatian ekstrem dalam penggunaannya. Seperti kata Neil Gershenfeld dari MIT, “Quantum computing bukan tentang membuat komputer lebih cepat, tapi tentang mendefinisikan ulang apa yang bisa dihitung oleh komputer.”
Dalam dunia yang makin kompleks, kemampuan untuk memecahkan persoalan multidimensional dalam waktu singkat akan menjadi penentu masa depan umat manusia. Entah itu untuk menyelamatkan planet dari krisis iklim, mengalahkan penyakit mematikan, atau memastikan keamanan global, quantum computing telah membuka pintu baru. Kini pertanyaannya bukan lagi apakah teknologi ini akan mengubah dunia, tetapi bagaimana dunia akan mengelola perubahan yang dihasilkannya.