(Business Lounge Journal – Medicine)
Penyakit persendian, seperti osteoarthritis, merupakan masalah kesehatan yang makin banyak dialami oleh masyarakat, termasuk para karyawan. Dalam era modern yang penuh aktivitas di depan komputer dan gaya hidup yang kurang bergerak, pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah kurang olahraga meningkatkan risiko penyakit persendian?
Penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup sedentary—yaitu, kurangnya aktivitas fisik atau olahraga—memang berkaitan erat dengan risiko berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit sendi. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan di European Journal of Sport Science tahun 2019, orang dewasa yang jarang melakukan olahraga memiliki kemungkinan lebih tinggi terkena osteoarthritis, khususnya di lutut dan pinggul, dibandingkan mereka yang aktif secara rutin.
Kenapa bisa begitu?
Olahraga dan aktivitas fisik membantu memperkuat otot dan jaringan di sekitar sendi, serta menjaga berat badan ideal. Berat badan berlebih memberikan tekanan ekstra pada sendi, terutama di bagian lutut dan pinggul, yang dapat mempercepat kerusakan tulang rawan dan mengakibatkan peradangan.
Data dan Perbandingan Gender
Berdasarkan data dari Global Burden of Disease Study tahun 2017, prevalensi penyakit sendi—khususnya osteoarthritis—cenderung lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki.
- Perempuan memiliki risiko 2 kali lipat lebih tinggi terkena osteoarthritis, terutama di lutut dan pinggul.
- Penyebab utama ini diyakini terkait dengan hormonal, struktur anatomi, dan faktor obesitas yang lebih umum di kalangan perempuan.
Namun, pada pria, penyakit ini juga meningkat seiring bertambahnya usia dan gaya hidup tidak aktif.
Bagaimana dengan data di Indonesia?
Riset dari RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2018 oleh Kementerian Kesehatan Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi nyeri sendi dan lutut cukup tinggi di masyarakat. Sekitar 10-15% dari populasi dewasa di Indonesia dilaporkan mengalami nyeri sendi kronis, dan angka ini cenderung meningkat seiring bertambahnya usia.
Sebuah studi di rumah sakit di Jakarta dan daerah lain menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak terdiagnosis osteoarthritis lutut dan pinggul dibanding laki-laki, hal ini sejalan dengan data global.
Sama seperti kondisi di dunia, di Indonesia, risiko osteoarthritis meningkat di usia lanjut, terutama setelah usia 50 tahun, dan dipengaruhi oleh aktivitas fisik, tingkat mobilitas, dan pola makan.
Studi lokal juga mengonfirmasi bahwa faktor hormonal, struktur tubuh, dan obesitas berperan besar dalam risiko yang lebih tinggi pada perempuan. Bahkan, di Indonesia, tingkat obesitas perempuan cenderung lebih tinggi dibanding laki-laki, yang menjadi faktor risiko utama osteoarthritis. Risiko meningkat seiring usia dan gaya hidup tidak aktif.
Usia dan Faktor Risiko
Umur adalah faktor resiko utama. Pada usia 40-50 tahun, risiko mulai meningkat, terutama jika gaya hidup tidak sehat sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Di usia ini mulai terasa nyeri di persendian namun biasanya belum terlalu mengganggu. Pada usia di atas 60 tahun, prevalensi penyakit persendian makin tinggi, dan sekitar 10-15% orang dewasa di usia ini mengalami osteoarthritis di salah satu sendinya.
Faktor risiko lain meliputi:
- Obesitas: Berat badan berlebih menyebabkan tekanan lebih besar pada sendi, mempercepat kerusakan tulang rawan.
- Kurang olahraga: Lemahnya otot penopang sendi tidak mampu menahan beban dengan baik.
- Cedera sendi sebelumnya: Cedera yang tidak diobati bisa mempercepat proses osteoarthritis.
- Pekerjaan yang mengharuskan berdiri atau mengangkat beban berat: Menambah risiko kerusakan sendi.
Hal Apa yang Mempengaruhi Perburukan atau Perbaikan Penyakit?
Perburukan kondisi penyakit sendi bisa dipicu oleh:
- Lebih lama tidak bergerak atau aktivitas fisik yang terlalu berat.
- Obesitas yang terus dipertahankan.
- Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol berlebihan.
- Kurangnya istirahat dan pola makan tidak sehat.
Hal yang dapat membantu memperingan gejala dan memperlambat perjalanan penyakit:
- Berolahraga secara teratur, terutama latihan low-impact seperti jalan kaki, renang, atau yoga, akan sangat membantu memperkuat otot di sekitar sendi dan meningkatkan fleksibilitas.
- Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan. Penurunan berat badan membantu mengurangi beban pada sendi, terutama lutut dan pinggul.
- Mengonsumsi makanan anti-inflamasi, seperti sayuran hijau, buah-buahan dan ikan yang berlemak yang kaya omega-3
- Menghindari cedera sendi dan menjaga kesehatan sendi dengan vitamin D dan kalsium.
Kurang olahraga memang berkaitan erat dengan risiko penyakit persendian, terutama osteoarthritis. Data dan penelitian menunjukkan bahwa risiko ini lebih tinggi pada perempuan, dan mulai meningkat seiring bertambahnya usia serta faktor obesitas dan gaya hidup tidak sehat.
Maka, penting bagi kita semua, terutama para karyawan, untuk menjalankan gaya hidup aktif dan sehat, agar sendi tetap kuat dan tidak rentan terhadap penyakit. Mulailah bergerak dan menjaga berat badan sejak dini, guna meningkatkan kualitas hidup di masa tua.
Kapan Harus ke Dokter?
Segera temui dokter jika mengalami gejala berikut:
- Nyeri sendi terus-menerus atau semakin memburuk.
- Pembengkakan, kemerahan, dan sensasi panas di sekitar sendi.
- Keterbatasan gerak atau kekakuan yang mengganggu aktivitas.
- Gejala sistemik seperti demam tinggi, badan lemas, atau berkeringat dingin (kemungkinan adanya infeksi atau rematik berat).
- Riwayat trauma atau cedera yang menyebabkan nyeri hebat.
- Gejala muncul setelah usia 40 tahun dan disertai faktor risiko seperti obesitas atau riwayat keluarga.
Bagaimana Pertolongan Pertama Bila Nyeri Sendi?
Meskipun pengobatan resmi diperlukan untuk diagnosis dan penanganan medis, ada beberapa langkah sederhana yang bisa membantu meringankan gejala:
- Istirahat dan kompres dengan es
- Untuk mengurangi pembengkakan dan nyeri, letakkan kompres dingin di area sendi selama 15-20 menit.
- Menggunakan Bahan Alami
- Minyak jahe atau kunyit (dengan kandungan kurkumin) memiliki sifat anti-inflamasi yang alami, bisa digunakan sebagai tambahan dalam diet.
- Istirahatkan sendi, hindari aktivitas yang membebani sendi berlebihan
- Jangan melakukan aktivitas berat yang berulang dan memberi waktu istirahat yang cukup untuk sendi.
Jika mengalami gejala persendian yang mengganggu aktivitas sehari-hari, sebaiknya segera konsultasikan ke:
- Dokter umum atau dokter keluarga: Bisa menjadi langkah awal untuk pemeriksaan awal dan mendapatkan rujukan ke spesialis jika diperlukan.
- Rheumatolog: Dokter spesialis penyakit dalam yang subspesialisasinya adalah konsultan rematik dan penyakit autoimun yang sering menjadi rujukan utama untuk diagnosis dan pengobatan penyakit sendi, seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan gout.
- Ortopedi: Spesialis bedah yang fokus pada masalah tulang dan sendi, termasuk operasi penggantian sendi (artroplasti), perbaikan tulang, dan penanganan cedera sendi.
- Fisioterapis: Tenaga kesehatan yang membantu pemulihan fungsi sendi melalui terapi fisik dan latihan khusus.
Jangan lupa, lebih baik mencegah daripada mengobati. Sedapat mungkin saat bekerja kita tetap memiliki waktu untuk bergerak.