Conoco

Conoco Turunkan Belanja Modal Akibat Ketidakpastian Ekonomi

(Business Lounge – Global News) Raksasa energi ConocoPhillips mengumumkan pemangkasan anggaran belanja modal (capex) untuk tahun 2025, mencerminkan kehati-hatian perusahaan terhadap kondisi ekonomi global yang dinilai semakin tidak stabil. Dalam pernyataan resmi yang dirilis pekan ini, ConocoPhillips memangkas proyeksi belanja modal tahunannya menjadi kisaran antara 12,3 miliar hingga 12,6 miliar dolar AS, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 12,9 miliar dolar AS.

Pemangkasan ini terjadi di tengah meningkatnya volatilitas harga energi, kebijakan moneter ketat yang masih berlanjut di berbagai negara besar, serta ketegangan geopolitik yang memengaruhi permintaan dan distribusi energi global. Langkah ConocoPhillips dinilai sebagai sinyal bahwa pelaku industri minyak dan gas kini semakin selektif dalam mengalokasikan modal di tengah lanskap ekonomi yang penuh ketidakpastian.

Seperti dilaporkan oleh Reuters, manajemen Conoco menekankan bahwa pemangkasan capex tidak berarti perlambatan dalam pengembangan proyek-proyek strategis, melainkan penyesuaian terhadap efisiensi biaya dan penjadwalan ulang proyek-proyek non-prioritas. “Kami tetap berkomitmen pada pengembalian yang kompetitif dan pengelolaan neraca keuangan yang disiplin,” ujar CEO Ryan Lance dalam paparan kinerja kuartal pertama 2025.

ConocoPhillips juga melaporkan laba bersih kuartal pertama sebesar 2,9 miliar dolar AS, sedikit di bawah ekspektasi analis, yang sebelumnya memperkirakan sekitar 3 miliar dolar. Meskipun produksi tetap solid, harga minyak yang lebih rendah dibandingkan tahun lalu serta kenaikan biaya operasional ikut menekan margin keuntungan.

Dalam laporan Bloomberg, para analis menyambut langkah pemangkasan capex ini sebagai tanda kehati-hatian fiskal yang sehat. “Dalam kondisi ekonomi global yang belum pulih sepenuhnya dan prospek suku bunga tinggi yang berlarut-larut, keputusan ini mencerminkan tata kelola yang disiplin,” ujar Pavel Molchanov, analis energi dari Raymond James.

Ketidakpastian ekonomi yang dimaksud Conoco mencakup beberapa aspek: potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Tiongkok, ancaman resesi ringan di zona euro, dan ketidakjelasan arah kebijakan fiskal di AS menjelang pemilu presiden. Semua faktor tersebut berkontribusi pada ketidakpastian permintaan jangka menengah untuk minyak dan gas.

Selain itu, volatilitas harga minyak mentah Brent dan WTI sepanjang kuartal pertama turut membuat perusahaan-perusahaan energi besar kembali fokus pada kelincahan alokasi modal. Setelah sempat menyentuh $90 per barel pada awal Maret, harga Brent kembali turun ke kisaran $82 per barel pada akhir April, seiring meredanya ketegangan di Timur Tengah dan meningkatnya cadangan minyak AS.

ConocoPhillips juga menyatakan bahwa alokasi modal yang lebih ramping akan memungkinkan mereka untuk menjaga dividen dan pembelian kembali saham (buyback) dalam kisaran yang kompetitif. Tahun lalu, perusahaan mengembalikan lebih dari 11 miliar dolar AS kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan buyback, dan angka tersebut diperkirakan akan tetap tinggi tahun ini.

The Wall Street Journal mencatat bahwa penyesuaian belanja modal Conoco mengikuti tren yang juga mulai terlihat di perusahaan sejenis. Chevron dan ExxonMobil dalam laporan masing-masing juga mengindikasikan pendekatan yang lebih berhati-hati terhadap ekspansi aset baru, dengan fokus pada efisiensi produksi dari aset yang sudah ada.

Di tengah transisi energi global dan meningkatnya tekanan dari investor ESG (environmental, social, governance), ConocoPhillips juga menegaskan kembali komitmen mereka untuk tetap berinvestasi dalam teknologi rendah karbon. Meskipun anggaran secara total dipangkas, dana untuk proyek CCS (carbon capture and storage) dan efisiensi emisi tetap dipertahankan. Perusahaan menyebut proyek penyimpanan karbon di Louisiana dan Australia sebagai prioritas strategis jangka panjang.

Namun, sebagian analis menilai bahwa meski wajar dalam konteks manajemen risiko, pemangkasan belanja modal juga bisa berdampak pada potensi produksi jangka panjang jika tren ini berlangsung lebih dari dua tahun. “Kalau semua perusahaan besar menahan ekspansi, pasokan jangka menengah bisa terganggu, yang akhirnya bisa menaikkan harga,” ujar analis dari Goldman Sachs Energy Research.

Bagi Conoco, produksi tetap menjadi kekuatan utama. Dalam kuartal pertama 2025, total output mencapai 1,81 juta barel setara minyak per hari (boepd), naik tipis dibandingkan kuartal sebelumnya. Produksi dari proyek-proyek utama di Permian Basin, Alaska, dan Australia tetap mendukung angka tersebut, dengan efisiensi biaya yang terus ditingkatkan.

Perusahaan juga terus memantau perkembangan geopolitik di wilayah penghasil energi, termasuk ketegangan di Laut China Selatan dan konflik antara Rusia dan Ukraina, yang dapat berdampak pada jalur distribusi LNG global. Meskipun Conoco tidak memiliki eksposur langsung ke Rusia, portofolio gas alam mereka di Asia dan Australia bisa terpengaruh oleh perubahan pola permintaan LNG.

Dalam laporan kuartalannya, Conoco juga memaparkan bahwa mereka telah menyelesaikan akuisisi atas aset gas alam tak konvensional di Kanada senilai 2,2 miliar dolar AS, yang diharapkan memperkuat cadangan dan kapasitas produksi jangka panjang. Meskipun pembelian ini dilakukan sebelum penyesuaian capex diumumkan, perusahaan menyatakan bahwa proyek tersebut memiliki IRR (internal rate of return) yang tinggi dan tetap sesuai dengan strategi disiplin modal.

Dari sisi pasar saham, saham ConocoPhillips mengalami penurunan tipis sekitar 1,5% setelah laporan dirilis, mencerminkan reaksi campuran dari investor yang mencermati margin, harga komoditas, dan keputusan capex. Beberapa pelaku pasar menilai keputusan ini sebagai langkah perlindungan yang wajar, namun sebagian lainnya khawatir bahwa pemangkasan belanja bisa memperlambat momentum pertumbuhan.

Meski demikian, Conoco tetap menjadi salah satu perusahaan energi yang paling likuid dan stabil secara finansial. Dengan rasio utang terhadap ekuitas yang rendah dan arus kas bebas yang besar, perusahaan memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan arah strategi tanpa tekanan finansial berlebihan. “Kami memprioritaskan ketahanan dan nilai jangka panjang di atas pertumbuhan agresif jangka pendek,” tegas CFO William Bullock.

Ke depan, perusahaan akan terus mengevaluasi lingkungan makro dan memberikan pembaruan terhadap proyeksi capex jika kondisi berubah signifikan. Dalam waktu dekat, fokus Conoco adalah menyelesaikan proyek jangka pendek yang hampir selesai, termasuk pengembangan fase baru di wilayah Eagle Ford dan pengeboran sumur tambahan di Alaska Barat.

Langkah pemangkasan belanja modal oleh ConocoPhillips memberikan cerminan nyata tentang bagaimana perusahaan energi kini menavigasi tantangan global yang kompleks. Dari geopolitik hingga kebijakan moneter, dari transisi energi hingga volatilitas harga minyak, semua faktor ini membentuk lanskap industri yang tidak lagi bisa diprediksi dengan pola lama.