(Business Lounge Journal – Human Resources)
Seiring perubahan teknologi dan faktor lainnya, organisasi di seluruh dunia menghadapi kesulitan dalam menemukan talenta berpengalaman yang mereka butuhkan. Banyak pekerja yang dipekerjakan ternyata tidak siap menghadapi tuntutan yang berubah. Dua pertiga (66%) manajer dan eksekutif dalam survei Deloitte 2025 Global Human Capital Trends menyatakan bahwa pekerja baru biasanya tidak sepenuhnya siap, dengan pengalaman sebagai kekurangan yang paling umum. Perbedaan terbesar yang sulit ditutup oleh organisasi bukanlah kesenjangan keterampilan, melainkan kesenjangan pengalaman.
Beberapa organisasi merespons dengan meningkatkan persyaratan pengalaman. Banyak pekerjaan entry-level kini mengharuskan dua hingga lima tahun pengalaman.
Sementara itu, pekerja baru dan mereka yang berganti karier kesulitan menemukan pekerjaan awal untuk mendapatkan pengalaman, bahkan di sektor yang membutuhkan tenaga kerja. Pekerja yang baru dipekerjakan sering kali berada di bawah tekanan dan banyak yang dipecat karena kurangnya pengalaman. Sebagai alternatif, mereka mungkin terjebak dalam pekerjaan yang kurang memuaskan yang tidak sesuai dengan pendidikan dan pelatihan mereka.
Eksekutif terus menganggap kekurangan talenta sebagai salah satu ketakutan terbesar mereka, sementara pekerja yang mencari pekerjaan merasa putus asa akan prospek mereka. Namun, kedua belah pihak tampaknya tidak siap untuk mengatasi masalah ini.
Gambar ini menunjukkan pentingnya memprioritaskan kemampuan manusia dalam praktik tenaga kerja organisasi. Berikut adalah beberapa poin utama dari data yang disajikan:
- Pentingnya Memprioritaskan Kemampuan Manusia:
- Persentase responden yang menganggap memprioritaskan kemampuan manusia (seperti rasa ingin tahu dan kecerdasan emosional) sebagai “sangat penting” atau “penting secara kritis” cukup tinggi di antara semua kelompok (pekerja, manajer, dan eksekutif).
- Eksekutif menunjukkan angka tertinggi (75%), diikuti oleh manajer (71%) dan pekerja (76%), menandakan bahwa semua level dalam organisasi menyadari nilai kemampuan manusia dalam dunia kerja saat ini.
- Kesenjangan Pengalaman:
- Hanya 51% eksekutif, 49% manajer, dan 46% pekerja yang percaya bahwa menutup kesenjangan pengalaman itu penting. Ini menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman di antara kelompok-kelompok ini tentang pentingnya pengalaman dalam kaitannya dengan kemampuan manusia.
- Interpretasi Umum:
- Sementara ada pengakuan tinggi akan pentingnya kemampuan manusia, organisasi mungkin masih kurang dalam memahami keterkaitan antara kemampuan tersebut dan pengalaman. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran, tindakan untuk menutup kesenjangan pengalaman tidak dianggap mendesak oleh sebagian besar responden.
Secara keseluruhan, gambar ini menyiratkan perlunya organisasi untuk lebih memahami hubungan antara pengalaman dan kemampuan manusia, serta mungkin memerlukan strategi yang lebih baik untuk mengatasi kesenjangan ini.
Penelitian Deloitte menunjukkan bahwa kesenjangan pengalaman tidak diakui secara luas sebagai tantangan penting bagi organisasi, dengan hanya 48% responden yang mengatakan bahwa ini sangat atau sangat penting. Sebaliknya, banyak responden menganggap perlu untuk memprioritaskan kemampuan manusia, seperti rasa ingin tahu dan kecerdasan emosional, yang berkaitan erat dengan kemampuan beradaptasi. Keduanya dianggap penting untuk menjalani konteks yang selalu berubah, dan panggilan untuk pengalaman dan kemampuan beradaptasi mencerminkan kebutuhan mendasar akan pekerja dengan kemampuan manusia yang terasah.