(Business Lounge – Global News) Menurut laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA), meningkatnya suhu global telah mendorong lonjakan signifikan dalam permintaan energi di berbagai negara, terutama di ekonomi berkembang dan negara-negara berkembang. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa lebih dari 80% peningkatan permintaan energi pada tahun lalu berasal dari negara-negara dengan pertumbuhan pesat yang mengalami gelombang panas ekstrem dan perubahan pola cuaca yang tidak menentu.
Dalam analisisnya, IEA menyoroti bagaimana kebutuhan pendinginan meningkat secara drastis di wilayah-wilayah yang menghadapi suhu lebih tinggi dari rata-rata tahunan. Misalnya, di India dan sebagian besar Asia Tenggara, permintaan listrik untuk sistem pendingin udara meningkat lebih dari 15% dibandingkan tahun sebelumnya. Faktor ini tidak hanya membebani jaringan listrik nasional tetapi juga meningkatkan konsumsi bahan bakar fosil di beberapa negara yang masih bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas alam.
Menurut Bloomberg, permintaan listrik global pada tahun 2023 meningkat sekitar 2.2%, dengan negara-negara berkembang menjadi pendorong utama. Hal ini juga menyebabkan tekanan terhadap harga energi global yang sudah berfluktuasi akibat ketegangan geopolitik dan perubahan kebijakan transisi energi di berbagai negara. Beberapa analis memperingatkan bahwa lonjakan harga energi dapat semakin membebani ekonomi yang sudah rentan terhadap inflasi dan perlambatan pertumbuhan.
Sementara itu, laporan dari Reuters menyoroti bahwa beberapa negara di Eropa juga mengalami lonjakan permintaan energi akibat peningkatan suhu yang tidak terduga. Misalnya, Prancis dan Jerman harus meningkatkan kapasitas pembangkitan listrik untuk memenuhi kebutuhan pendinginan di sektor industri dan rumah tangga. Di sisi lain, negara-negara yang telah berinvestasi dalam energi terbarukan seperti Spanyol dan Portugal mampu mengelola peningkatan ini dengan lebih baik berkat produksi listrik tenaga surya dan angin yang lebih tinggi. Beberapa perusahaan listrik di Eropa juga melaporkan peningkatan investasi dalam infrastruktur energi hijau untuk mengantisipasi tantangan yang semakin kompleks ini.
Dalam jangka panjang, IEA memperingatkan bahwa jika tren peningkatan suhu terus berlanjut tanpa ada perubahan signifikan dalam efisiensi energi dan peralihan ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan, maka beban terhadap jaringan listrik global akan semakin besar. Financial Times melaporkan bahwa beberapa negara, termasuk Amerika Serikat dan Tiongkok, sedang mempercepat pengembangan infrastruktur energi hijau mereka untuk mengantisipasi kenaikan permintaan listrik yang diperkirakan akan terus meningkat dalam dekade mendatang. Pemerintah di berbagai negara mulai menetapkan regulasi yang lebih ketat untuk meningkatkan efisiensi energi dan memperluas penggunaan energi terbarukan dalam skala yang lebih luas.
Peningkatan permintaan energi akibat suhu yang lebih tinggi juga memiliki dampak ekonomi yang luas. Menurut The Guardian, beberapa negara berkembang menghadapi tantangan dalam mengelola lonjakan konsumsi listrik karena infrastruktur yang belum memadai dan ketergantungan yang masih tinggi terhadap energi berbasis fosil. Akibatnya, biaya produksi listrik meningkat, yang pada akhirnya dapat membebani konsumen dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, meningkatnya konsumsi energi yang tidak terkelola dengan baik berpotensi meningkatkan emisi karbon yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global.
Sebagai tanggapan terhadap tantangan ini, banyak negara mulai menerapkan kebijakan untuk meningkatkan efisiensi energi dan mempercepat transisi ke sumber energi terbarukan. The New York Times melaporkan bahwa pemerintah di beberapa negara Asia dan Amerika Latin mulai menawarkan insentif untuk investasi dalam teknologi hemat energi dan infrastruktur kelistrikan yang lebih modern. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada jaringan listrik dan membantu mengatasi lonjakan permintaan yang dipicu oleh kenaikan suhu global. Beberapa perusahaan energi juga mulai berinvestasi dalam pengembangan teknologi penyimpanan energi yang lebih canggih untuk meningkatkan ketahanan terhadap lonjakan permintaan di masa depan.
Laporan IEA menegaskan bahwa kolaborasi global dalam meningkatkan ketahanan energi dan mempercepat adopsi teknologi hijau akan menjadi kunci dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin nyata. Jika tidak, lonjakan permintaan energi akibat suhu yang lebih tinggi dapat memperburuk krisis energi global dan mempercepat dampak perubahan iklim yang lebih luas. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari pemerintah, sektor swasta, dan komunitas internasional untuk memastikan bahwa pertumbuhan permintaan energi dapat dikelola dengan cara yang lebih berkelanjutan dan tidak semakin memperburuk dampak lingkungan.