(Business Lounge Journal – News and Insight)
Bintang Michelin sering dianggap sebagai pencapaian tertinggi dalam industri kuliner. Penghargaan ini dapat meningkatkan profil restoran, menarik pelanggan baru, dan mengukuhkan reputasi seorang koki. Namun, bagi beberapa restoran, bintang Michelin justru menjadi beban yang mengancam kebebasan kreatif, menambah tekanan operasional, dan bahkan berdampak negatif pada keuangan mereka.
Salah satu contoh terbaru adalah restoran Giglio di Lucca, Italia. Restoran ini secara mengejutkan meminta agar bintang Michelin mereka dicabut dari edisi 2025. Giglio, yang menerima bintang pada tahun 2019, dikenal karena pendekatan modern terhadap masakan Italia tradisional. Namun, para pemilik mulai merasa bahwa penghargaan tersebut membawa ekspektasi pelanggan yang terlalu tinggi, yang bertentangan dengan visi mereka untuk menciptakan suasana yang lebih santai.
Koki Giglio, Stefano Terigi, menyatakan bahwa mendapatkan bintang Michelin adalah impian bagi banyak koki muda. Namun, karena mereka tidak secara aktif mengejar penghargaan ini, mereka tidak memiliki waktu untuk benar-benar mempertimbangkan apakah itu adalah jalur yang mereka inginkan. Ini mencerminkan perasaan yang juga dialami oleh beberapa koki lain yang merasa bahwa penghargaan ini, meskipun prestisius, bisa menjadi penghalang bagi kebebasan ekspresi dan kreativitas mereka.
Fenomena ini bukanlah hal baru. Pada tahun 2017, koki Prancis Sébastien Bras meminta agar restorannya, Le Suquet à Laguiole, dicabut dari panduan Michelin setelah lebih dari satu dekade memegang tiga bintang. Bras mengungkapkan bahwa tekanan untuk mempertahankan standar yang ditetapkan Michelin menyebabkan stres yang luar biasa bagi dirinya dan timnya.
Bagi restoran yang menerima bintang Michelin, tantangan terbesar sering kali adalah menjaga standar tinggi yang diharapkan oleh pengunjung. Ekspektasi yang meningkat dapat mengubah dinamika restoran, baik dalam hal pelayanan, penyajian, hingga pengalaman bersantap. Beberapa restoran merasa harus berinvestasi lebih besar dalam bahan-bahan premium, staf tambahan, serta peningkatan operasional yang dapat menambah beban keuangan.
Selain itu, banyak restoran berbintang Michelin mengalami perubahan demografi pelanggan. Alih-alih mempertahankan pelanggan setia mereka, beberapa restoran melihat peningkatan jumlah wisatawan atau tamu yang hanya datang untuk “mencoba” restoran berbintang. Hal ini bisa mengubah suasana restoran dan menambah tekanan untuk selalu menyajikan pengalaman sempurna di setiap layanan.
Namun, di sisi lain, bagi banyak restoran, bintang Michelin tetap merupakan simbol prestise dan kredibilitas yang meningkatkan visibilitas mereka di dunia kuliner. Beberapa restoran yang berhasil memanfaatkan penghargaan ini dengan strategi bisnis yang tepat mengalami peningkatan keuntungan dan ekspansi ke berbagai wilayah.
Kesimpulannya, meskipun bintang Michelin masih menjadi standar emas dalam dunia kuliner, restoran yang menerimanya perlu mempertimbangkan apakah penghargaan ini sejalan dengan visi dan nilai mereka. Bagi beberapa restoran, melepaskan bintang Michelin bukanlah tanda kegagalan, melainkan keputusan strategis untuk menjaga keaslian dan kenyamanan operasional mereka. Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam dunia kuliner, kesuksesan tidak selalu bergantung pada penghargaan, tetapi pada bagaimana sebuah restoran dapat mempertahankan identitasnya sambil memenuhi ekspektasi pelanggan dengan cara yang mereka inginkan.