Gejolak Global Ciptakan Lima HR Operating Model yang Baru dari McKinsey

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Memasuki tahun yang baru ini, adalah bijaksana bagi para pemimpin divisi Sumber Daya Manusia (SDM) melakukan review atas HR Operating Model yang diterapkan pada perusahaan mereka. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan kondisi bisnis yang saat ini semakin bergejolak, tidak pasti, kompleks, dan seringkali ambigu.

Belum lagi munculnya tenaga kerja yang mayoritas milenial telah menyebabkan perubahan besar dalam preferensi karyawan. Di lain sisi telah terjadi pengurangan karyawan besar-besaran yang diperparah oleh perkembangan demografis di banyak bagian dunia. Ini telah menyebabkan terjadinya kekurangan talent.

Ya, ada banyak hal yang terus bergolak yang menyebabkan terjadinya transformasi pada Sumber Daya Manusia.

Transformasi Management SDM

Keadaan yang tidak menentu ini sedikit banyak memaksa perusahaan untuk melakukan transformasi dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pandemi COVID-19 secara global memberikan andil sehingga perusahaan demi perusahaan mulai menerapkan berbagai alternatif model kerja hybrid. Beruntung teknologi dapat melakukan evolusi dengan cepat termasuk teknologi yang berkaitan dengan tempat kerja juga teknologi yang memungkinkan para pemimpin dapat memantau perilaku dan kinerja karyawan.

Memang benar, bahwa bagaimana perusahaan menangani Sumber Daya Manusia (SDM) sangatlah beraneka ragam. Patut diakui bahwa berbagai gaya yang diterapkan pun berkembang dari masa ke masa. Begitu juga dengan perusahaan multinasional yang terus mengalami perkembangan selama dua dekade ini. Dari menerapkan kombinasi HR business partners, centers of excellence, dan shared service centers, kini banyak perusahaan yang mengkombinasikan ketiganya sesuai dengan kebutuhan masing-masing perusahaan dan budaya yang diterapkannya.

Hari ini, pendekatan yang diperkenalkan oleh Dave Ulrich di 1961 ini juga terus mengalami perubahan.

Karena itu dapat dikatakan divisi SDM memainkan peran sentral dalam menavigasi pergolakan yang terjadi sekarang ini. Bagaimana divisi ini dapat menerapkan strategi untuk menciptakan kemampuan beradaptasi serta sebuah tanggung jawab yang baru. Setiap perusahaan memiliki HR Operating Model-nya sendiri.

Delapan inovasi yang menciptakan HR Operating Model Baru

Pada akhir tahun lalu, McKinsey mengidentifikasi 5 HR operating model setelah mewawancara lebih dari 100 CHROs dan pemimpin senior dari perusahaan multinasional. Dalam wawancara tersebut para tokoh SDM dari perusahaan multinasional tersebut merespons perubahan-perubahan dramatis yang terjadi pada dunia bisnis—termasuk tingginya risiko sebagai dampak kondisi geopolitik, terciptanya model kerja secara hybrid, dan munculnya tenaga kerja yang mayoritas adalah milenial. Para pemimpin senior tersebut pun mengungkapkan bahwa organisasi mereka sedang berinovasi. Secara bersamaan mereka mengubah fungsi SDM dari “model Ulrich klasik” menjadi sebuah fungsi yang dinamis.

Karena itu, ada delapan shift inovasi yang dapat diidentifikasi sebagai hasil dari wawancara di atas. Kedelapan inovasi tersebut kemudian menjadi dasar tercetusnya 5 HR operating model yang baru menurut McKinsey.

Berikut adalah 8 inovasi yang masing-masing shift didasarkan pada satu inovasi besar yang terjadi disertai beberapa inovasi kecil lainnya.

  1. Mengadopsi prinsip-prinsip agile untuk memastikan dua hal: apa yang menjadi prioritas dari kapasitas SDM yang ada serta realokasi SDM dengan segera ketika dibutuhkan. Hal ini akan memungkinkan terjadinya perubahan yang lebih cepat dalam bisnis dan SDM serta cara mereka bekerja.
  2. Walaupun terjadi pengurangan karyawan besar-besaran saat ini, menciptakan Employee Experience journey tetap harus mendapatkan perhatian yang penuh untuk memenangkan persaingan mendapatkan talent. Karena itu ada 2 hal yang penting untuk menjadi fokus divisi SDM, yaitu masalah kesehatan dan ketahanan karyawan.
  3. Melakukan re-empowerment pada para pemimpin yang juga ada pada fungsi bisnis. Hal ini bertujuan untuk menciptakan interaksi yang berpusat pada manusia, mengurangi kompleksitas, dan meletakkan hak mengambil keputusan pada divisi asal karyawan. Dengan kata lain, semua pemimpin dapat mengambil keputusan terkait fungsi SDM atas mereka yang ada pada divisinya.
  4. Tawarkan individualized HR services untuk mengatasi ekspektasi personalisasi yang semakin bervariasi.
  5. Memproduksi HR services yang sesuai dengan kebutuhan atau tujuan yang ingin dicapai. Dengan tentu saja mempertimbangkan kebutuhan bisnis, juga untuk memungkinkan tanggung jawab menyeluruh atas HR services tersebut melalui cross-functional product owner teams di SDM.
  6. Mengintegrasikan desain dan penerapannya dengan akuntabilitas secara menyeluruh. Sehingga mengetahui apa yang menjadi prioritas SDM strategis secara efektif, mengurangi pekerjaan yang bolak-balik, dan memperjelas kepemilikan.
  7. Beralih dari process excellence ke data excellence sebagai sumber pengambilan keputusan, juga dengan menggunakan kecerdasan buatan dan mesin pembelajaran.
  8. Mengotomatiskan solusi SDM untuk mendorong efisiensi dan memanfaatkan kekuatan digitalisasi dalam SDM.

Delapan pergeseran inovasi ini pun mendorong munculnya HR Operating Model yang baru, meskipun dengan tingkat pengaruh yang berbeda tergantung pada sifat masing-masing organisasi. Setelah menganalisa penyebab-penyebab di atas, maka McKinsey mengidentifikasi lima pola dasar HR Operating Model.

Lima HR Operating Model yang Baru

Kelima HR Operating Model di atas dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Ulrich+

  • Tanggung jawab untuk mengeksekusi bukan lagi menjadi beban dari Centers of Excellence (CoEs), melainkan diambil alih oleh Human Resources Business Partners (HRBPs). HRBPs mengembangkan sebuah fungsi yang sangat menentukan.
  • CoEs di kantor pusat akan diperkecil dan sebagai gantinya akan mendapatkan dukungan dari tim virtual para ahli teratas di kantor pusat dan dari Human Resources Business Partners (HRBPs).
  • Business services yang dilakukan adalah secara global dengan operasional yang dilakukan secara digital

2. Agile

  • Jumlah HRBPs akan dikurangi, dengan fokus yang diberikan kepada management advice dan organizational development
  • Besar dan jumlah CoEs dikurangi, dengan lebih fokus pada memperdalam keahlian dan critical topics
  • End-to-end responsibility yang diterjemahkan dalam dua cara: flow-to-work pools dan task-to-team logic

3. EX-driven (Employee Experience – driven)

  • Fungsi dari divisi SDM fokus pada keunggulan berupa adanya “momentatas selected “momen-momen penting” selama perjalanan Employee Experience
  • Semua aktivitas SDM distandarisasi dengan sangat terperinci
  • Untuk strategi, kebijakan, dan eksekusi maka diberlakukan end-to-end responsibility

4. Leader-led

  • Tanggung jawab terkait fungsi-fungsi SDM berada di tangan line managers, seperti tanggung jawab atas melakukan rekrutmen, masa orientasi, dan pengembangan karyawan. Termasuk tanggung jawab atas budget.
  • Divisi SDM memperlengkapi line managers dengan pengetahuan terkait fungsi-fungsi SDM, berbagai perangkat SDM, dan layanan-layanan terkait
  • Berbagai kebijakan terkait SDM diminimalkan kecuali yang terkait dengan hukum dan compliance.

5. Machine-powered

  • SDM fokus pada interaksi secara intensif dengan karyawan, seperti melakukan konseling dan memberikan advice
  • Sebagian besar proses dan keputusan SDM didasari oleh Artificial Intelligence (AI). Misalnya training apa yang dibutuhkan karyawan dan assessment seperti apa yang dibutuhkan. Semuanya diotomasi dengan perangkat yang memiliki AI
  • Ahli Artificial Intelligence serta ahli analitik yang terampil ada di SDM

Dengan adanya perkembangan atas HR Operating Model saat ini maka pemimpin SDM menjadi kunci keberhasilan pengembangan SDM. Pemimpin secara sadar dapat memilih mana yang HR Operating Model yang paling relevan sesuai perkembangan inovasi yang ada. Hal ini adalah untuk membantu mereka bertransisi secara bertahap menuju HR Operating Model yang diinginkan.