Special Report: Obat Covid-19 Karya Anak Bangsa

(Business Lounge Journal – Interview Session)

Seluruh dunia memang sedang berupaya keras untuk terus memerangi pandemic yang masih berkecamuk hingga saat ini. Pandemic Covid-19 telah muncul pertama kali pada akhir tahun 2019 di Wuhan, Tiongkok dan kemudian menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Kita telah mengulas mengenai vaksin merah putih yang saat ini sedang dikembangkan oleh Lembaga Eijkman (baca: Vaksin Merah Putih – Wawancara Menristek Bambang Brodjonegoro). Ini tentu menjadi sebuah kebanggan bagi kita semua. Sebab dengan demikian kita tidak menggantungkan nasib bangsa kita kepada bangsa lain.

Tetapi tidak hanya vaksin, Bangsa Indonesia dapat berbangga dengan obat COVID-19 yang juga sedang dikembangkan oleh Universitas Airlangga.

Vibiz Media berkesempatan mewawancara Ketua Pusat Riset Rekayasa Molekul Hayati UNAIR, Prof. Ni Nyoman Tri Puspaningsih eksklusif secara virtual pada Rabu, 2 September 2020, hasilnya tentu saja sebuah kebanggaan. Sebuah penelitian tengah dilakukan baik mengenai virus COVID-19 yang berkembang di Indonesia, juga pengembangan vaksin dan obat untuk penanganan COVID-19. Sudah pasti hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, sebab ada banyak tahapan yang harus dilalui sebelum obat yang kita butuhkan untuk melawan COVID-19 benar-benar diluncurkan.

Sekarang mari kita coba untuk memahami proses yang sedang berlangsung sebelum obat kebanggaan yang kita harapkan benar-benar diedarkan.

Pengembangan Obat Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Sejak virus asal China ini berkecamuk di bumi pertiwi, para peneliti UNAIR langsung melakukan penelitian untuk mengembangkan obat COVID-19. Prof. Nyoman  juga menyampaikan bahwa penelitian yang sejak awal telah berjalan ini berdasar pada Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2016 terkait tentang kemandirian bangsa, dengan demikian diharapkan kita dapat menghasilkan obat-obat yang menjadi inovasi dari bangsa Indonesia sendiri.

Dari wawancara ini, diketahui bahwa ada 2 jenis obat untuk COVID-19 yang sedang disiapkan, yaitu obat yang disiapkan secara jangka pendek dan obat yang disiapkan secara jangka panjang.

Prof. Nyoman menjelaskan obat yang disiapkan secara jangka pendek merupakan obat kombinasi, yaitu mengkombinasi obat-obat yang sudah beredar, yang istilahnya memiliki daya kerja yang mirip terhadap virusnya. Sedangkan obat yang disiapkan secara jangka panjang adalah OPB (Obat Pengembangan Baru), single compound, yang memang didesain sendiri di UNAIR dengan mempelajari dua enzim dan satu protein.

OPB, Pengembangan Obat Jangka Panjang

Dalam penjelasannya Prof. Nyoman mengatakan bahwa karena belum pernah ada di pasaran, maka Obat Pengembangan Baru (OPB) harus menjalankan semua tahapan yang cukup panjang, baik pre clinic maupun clinic. Sehingga tentu saja membutuhkan persiapan jangka panjang. Ia juga menyebutkan bahwa pre clinic juga dibagi lagi dalam invitro dan invivo, baru setelah semuanya bisa dikatakan layak, maka bisa dilakukan percobaan clinical trial yang juga memiliki fase 1, fase 2, fase 3 dan seterusnya.

Ya, OPB ini memang merupakan proses jangka panjang dan saat ini kita sudah sampai pada tahap pre clinic.

“OPB ini karena betul-betul senyawa yang kita desain sendiri, basisnya adalah sasaran kita, targetnya adalah main protease virus Covid-19. Ada dua main protease atau RNA Polimerase, ini yang main protease target kita. Nah itu, OPB didesain baru, ini single compound,” demikian penjelasan Prof. Nyoman.

Sudah di Tahap Akhir Pre Clinic

Lebih jauh lagi Prof. Nyoman menjelaskan, bahwa tahapan yang saat ini sudah dilalui adalah in vitro. Kemudian In Vivo dan sekarang sedang berjalan ke uji sub chronic. Uji akut juga sudah dijalani dan saat ini uji sub chronic yang merupakan tahap terakhir untuk pre clinic.

Sedikit mengutip penjelasan Prof. Nyoman, “Oleh karena itu, maka untuk masuk ke clinical trail itu perlu sejumlah bahan yang tentu cukup besar. Kalau misalnya in vitro, in vivo, uji tantang, kita juga lakukan challenging deteksinya untuk uji tantang. Kita sudah lakukan ke virusnya. Daya hambat sudah terukur dan sebagainya. Tetapi kan ini sudah masuk ke sub chronic, jumlah in vitro, in vivo itu tidak banyak single compound-nya, mungkin dalam jumlah gram. Tapi kalau nanti masuk ke clinical pasien yang jumlahnya harus tervalidasi yang sesuai aturan dari BPOM misalnya seperti itu, tidak lagi gram, perlunya kilogram. Tentu ini perlu disiapkan dari sekarang, sehingga kami ke depan akan melakukan proses Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terlebih dahulu terhadap single compound kami ini. Karena ini desainnya memang internal dari tim di UNAIR dan ini memang yang perlu kami lakukan dulu. Setelah itu ke depannya mencoba clinical dalam jumlah yang besar, pasti Universitas tidak punya pilot scale atau industrial scale, hanya sampai laboratorium scale.”

Obat Kombinasi, Saat Ini Sudah Ada di BPOM

Kabar gembira juga disampaikan Prof.Nyoman, yaitu bahwa UNAIR sendiri juga melakukan untuk yang urgency dan emergency, artinya dalam waktu cepat, bahkan ia menyatakan bahwa sudah selesai menyiapkan obat kombinasi, yaitu obat-obat yang sudah beredar dikombinasikan oleh tim peneliti UNAIR yang lain, yaitu Dr. Purwati.

“Ya, yang Dr. Purwati adalah penelitian kombinasi dengan obat-obatan yang sudah beredar. Ini istilahnya untuk jangka pendek. Jadi menggunakan anti viral yang memang virus, apakah bisa juga ke Covid-19,” demikian dijelaskan Prof. Nyoman mengenai obat kombinasi yang merupakan rencana persiapan obat jangka pendek untuk COVID-19. Beberapa obat yang disebutkannya sebagai contoh adalah obat anti HIV, anti Flu Burung, anti influensa, yang kemudian dikombinasikan misalnya dengan antibiotik. Semua obat-obat tersebut sudah ada dan sudah dijual  di masyarakat. Obat kombinasi ini telah dilakukan uji klinik kepada manusia dan percobaan obat kombinasi saat ini sudah ada di BPOM. “Sehingga sekarang masih analisis oleh BPOM, ini sudah ada. Percobaannya kan kemarin sudah dilaporkan ke BPOM,” ucap Prof. Nyoman.

Bangsa Indonesia Indonesia memang bangsa petarung, seperti yang beberapa kali diucapkan oleh Presiden Jokowi. “Percayalah kita bangsa besar, kita bangsa petarung, bangsa pejuang. Insyaallah kita bisa, insyaallah kita mampu dalam menghadapi tantangan global yang berat sekarang ini,” demikian dikatakan Presiden Jokowi dalam konferensi pers seperti disiarkan akun YouTube Sekretariat Presiden, pada Selasa (24/3/2020).

ruth_revisiRuth Berliana/VMN/BL/Editor in Chief Business Lounge Journal and Partner of Management & Technology Services, Vibiz Consulting