Waspadai Asumsi “Sesat” tentang Pelayanan Pelanggan

(Business Lounge Journal – Present Your Service) Mengapa saya menggunakan kata ‘sesat’ dalam penulisan ini? Karena memang dalam praktek sehari-hari sering ditemukan pernyataan-pernyataan atau pendapat yang dikutip sana-sini, bagaikan sebuah teori atu kebenaran, tetapi sebenarnya tidak pernah terbukti kebenarannya.

Apa contohnya? Perusahaan besar tidak dapat melayani pelanggan seintim atau sedekat perusahaan kecil. Apakah dijamin kebenarannya? Lembaga manakah yang melakukan riset ini? Terkadang seseorang atau manajemen sebuah perusahaan menerima saja sebagiai suatu kebenaran, mengiyakannya dan mempercayai bahwa memang demikian. Inilah yang disebut sesat.

Mengapa sesat? Karena sesuai definisi atau pengertian “sesat” adalah tidak melalui jalan yang benar; salah jalan, atau berbuat yang tidak senonoh; menyimpang dari kebenaran, mempunyai pikiran atau pendapat yang salah. Nah, ini memang tidak benar sebab setiap perusahaan hanya perlu memiliki kesan baik dengan konsumennya sendiri. Tidak peduli perusahaan kecil atau besar. Dengan pelayanan yang baik dan konsumen terpuaskan, dengan sendirinya konsumen akan menyebarkan word of mouth pada lingkungan. Pelayanan konsumen adalah masalah fokus. Yang terpenting adalah pelayanan konsumen secara riil yang benar-benar dirasakan sendiri oleh pelanggan.

Apa saja asumsi tentang pelayanan yang sering menyesatkan?

* Pelayanan adalah Tugas Divisi Service

Apabila seseorang mempercayai asumsi tak berdasar ini maka akan menggantungkan semua yang bersifat pelayanan hanya kepada Divisi Service atau Divisi Customer Service. Ini tidak mungkin berhasil sebab layanan kepada pelanggan hanyalah ujung dari sebuah delivery produk atau jasa yang disampaikan kepada pelanggan. Dibelakangnya terdapat rangkaian proses dengan back office atau bagian/departemen yang lain yang tidak terpisahkan. Jadi pelayanan adalah operational excellence dari seluruh karyawan perusahaan.

* Customer Service khusus melayani pelanggan tidak bisa menjual

Sebenarnya tergantung perusahaan memperlakukan fungsi customer service sebagai apa, apakah full service atau sebagai jembatan bagi tim marketing atau bahkan diberikan target untuk melakukan fungsi pemasaran. Sebagai contoh yang sering dilakukan oleh sebuah bank, Customer Service bisa ditargetkan untuk melakukan cross selling (melakukan penawaran produk lain kepada nasabah lama), atau upselling (melakukan penambahan penempatan dana dari rekening nasabah lama). Artinya customer service bisa menjual dan bisa menjadi profit center.

* Pelayanan itu bonus, gratis, tidak bisa dibebankan kepada pelanggan

Hal ini juga bergantung pada kebijakan perusahaan. Apabila tidak ingin memberikan pelayanan dengan serius maka dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin tanpa mengeluarkan biaya. Misalnya meningkatkan keramahan petugas, mempercepat proses pelayanan yang tidak menuntut investasi system atau peralatan khusus, dsb. Padahal belajar dari bisnis perbankan, hotel, maskapai penerbangan, salon kecantikan, dll. Mereka melakukan jenis pelayanan berjenjang sesuai kelas pelanggan, melakukan service dengan baik dan membebankan biaya pelayanan kepada pelanggan dan pelanggan tidak keberatan.

Jadi, waspadai berbagai asumsi “sesat” yang sering dibicarakan orang. Kalaupun terlanjur ada segera diperbaiki agar posisi pasar perusahaan tetap dijalur yang benar, dapat mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dalam kerangka pelayanan kepada pelanggan untuk meningkatkan penjualan.

bu-emyEmy Trimahanani/VMN/BL/Managing Partner for Wealth Management Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x