(Business Lounge – Global News) Sebuah survei yang baru saja dirilis oleh T. Rowe Price mengatakan bahwa generasi milenium ternyata menyisihkan 8 persen dari gaji mereka untuk pensiun, dibandingkan dengan generasi Baby boomer yang menyisihkan 9 persen dari gaji mereka. Hal ini mematahkan pandangan yang beredar sebelumnya bahwa generasi milenium memiliki kebiasaan menabung untuk pensiun lebih baik dari Baby Boomers.
Satu-satunya alasan mengapa generasi milenium tidak menabung lebih banyak adalah bahwa mereka memiliki biaya perguruan tinggi yang masih harus dilunasi sementara mereka sendiri belum mendapatkan penghasilan yang cukup, demikian menurut Anne Coveney, senior manager of retirement thought leadership di T. Rowe Price.
Para Milenium di Amerika
“Keadaan mereka mungkin akan mempengaruhi perilaku mereka,” demikian dikatakan Coveney. “Ketika mereka memiliki sarana untuk melakukan hal yang baik, tampak bahwa mereka akan sering melakukannya.”
Sekitar 67 % dari generasi milenium diidentifikasi akan sangat patuh kepada anggaran yang sudah mereka tetapkan, dibandingkan generasi boomer yang memiliki persentase 55%. Sekitar 75% dari generasi milenium sangat berhati-hati dengan pengeluaran mereka dibandingkan boomer yang hanya 65%. Selain itu juga teridentifikasi bahwa 88 persen dari generasi milenium telah cukup baik dalam mencukupi kebutuhan mereka sesuai dengan kemampuan mereka.
Dari data yang dikeluarkan oleh departemen pensiun, T. Rowe Price menarik kesimpulan bahwa memang terjadi sebuah pergeseran kebiasaan yang diakibatkan perubahan mindset. Data pensiun menggambarkan bahwa banyak dari baby boomer yang langsung ikut serta dalam program pensiun ketika mereka baru memulai karirnya. Namun tidak demikian dengan para milenium yang bahkan banyak yang belum familiar dengan manfaat ini.
Bahkan tidak hanya itu, Reuters melansir bahwa banyak milenium berharap tidak ikut serta dengan manfaat dari Departemen Jaminan Sosial sebab mereka merancang sendiri jaminan hari tua mereka. Walaupun peraturan telah memungkinkan mereka dapat menyisihkan maksimal dari pendapatan mereka untuk pensiun, namun mereka tidak melakukannya.
“Mereka menunjukkan disiplin dalam mengelola pengeluaran dan menentang stereotip bahwa generasi ini rentan untuk menghabiskan uang, itu hanyalah pemikiran yang picik,” demikian dikatakan Coveney.
Para millennials juga tidak membutuhkan banyak pendapat dari para konsultan seperti generasi sebelumnya. Mereka lebih mengandalkan saran dari robo-advisors – sesuatu yang hanya sebagian kecil dari apa yang baby boomer bersedia lakukan. (Robo-advisors menggunakan algoritma komputer untuk memilih portofolio dana indeks dan memungut biaya manajemen jauh lebih rendah dari broker konvensional.)
Contoh kasus: pada layanan investasi otomatis Wealthfront, 60 persen dari klien berada di bawah usia 35, menurut perusahaan. Hanya 10 persen yang berusia di atas 50.
Milenium menghitung uang mereka dengan hati-hati, termasuk memperhitungkan dana tabungan pensiun mereka.
Para Milenium Indonesia
Jika milenium di Amerika tidak terbiasa untuk ikut serta dengan program pensiun, berbeda dengan apa yang berlaku di Indonesia terutama setelah diberlakukannya peraturan kepesertaan Pensiun. Pemerintah telah memberlakukan program pensiun sebagai bagian dari BPJS dan berlaku serentak mulai 1 Juli 2015. Selain itu ditargetkan pada tahun 2018, jumlah pekerja formal yang ikut dalam BPJS Ketenagakerjaan dapat mencapai 80 persen.
Dengan demikian maka para pemberi kerja akan memberlakukan kepesertaan ini bagi semua karyawannya termasuk para milenium. Adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah tentu saja akan mempengaruhi kepesertaan para tenaga kerja baik dari jumlah peserta maupun iuran kepesertaan. Mau tidak mau para milenium pun akan terbiasa dengan menabung untuk masa pensiun mereka.
citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana