Teknologi Pengolahan Air Minum Pasca Bencana

Saring Air 1

(Business Lounge – Ideas) INDONESIA merupakan daerah rawan bencana, baik gempa bumi, kebakaran hutan, banjir, kekeringan, dan sebagainya. Pascabencana, salah satu hal yang paling krusial adalah kebutuhan air bersih bagi para korban bencana.

Selain masalah bencana, pasokan air bersih atau air yang dikonsumsi dari PDAM atau lainnya selalu kurang. Kadang kala air yang masuk ke rumah-rumah pelanggan air PDAM kurang atau tidak keluar sama sekali. Kualitasnya juga sering dikeluhkan pelanggan. Sumber air PDAM selama ini menggunakan air sungai atau air permukaan. Dalam kurun waktu 50 tahun air sungai di Indonesia semakin keruh, karena beban sungai sangat tinggi sehingga memengaruhi kualitas air. Terlebih semakin padat penduduk di sekitar sungai. Saat ini Indonesia berpenduduk kurang lebih 250 juta jiwa. Kebutuhan pasokan air bersih/ air minum terus meningkat. Sistem pelayanan air bersih melalui PDAM selama ini belum maksimal, karena masih terkendala masalah kemampuan pengolahan air yang ada, akibat semakin memburuknya sumber air baku.

Sebagai ilustrasi, apabila ada 1.000 pelanggan sambungan air bersih atau air minum, yang terlayani dan mengalir hanya 5.00 pelanggan, dikarenakan pasokan air terbatas, akibat kemampuan pengolahan airnya baik dari kuantitas maupun kualitas, sehingga para pelanggan harus rela bergiliran untuk mendapatkan jatah air. Di sisi lain Pemerintah Indonesia telah menandatangani kesepakatan Millenium Development Goal’s (MDGs) 2015 pada 2004 lalu oleh presiden. Dalam kesepakatan MDG’s tersebut,
pemerintah menargetkan untuk pelayanan air bersih/air minum pada 2015 untuk perkotaan mencapai 80% dan perdesaan 50%, dari target cakupan pelayanan air minum/ air bersih sebesar 68.87%, dari seluruh jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015 (BPS 248 Juta Jiwa). Dengan prediksi 54% (134 Juta jiwa) tinggal di perkotaan, dan 46% (114 Juta Jiwa) di perdesaan, dengan tingkat kebocoran air 20%, dan konsumsi air bersih rata rata untuk perkotaan 120 liter/hari/Jiwa (BNA), kebutuhan air bersih perkotaan 178.000 liter/detik, konsumsi air bersih untuk perdesaan 60 liter/hari/Jiwa, kebutuhan air perdesaan 47.000 liter/detik, dan 20% kebutuhan air bersih non domestic, maka kebutuhan total Target MDG’s 2015 adalah 271.000 liter/detik. Sementara progres system air bersih/ air minum yang sudah terbangun sampai 2013 adalah 168.337 liter/detik.”Seharusnya pada 2015 sudah mencapai 250 ribu liter/detik. Artinya MDG’s 2015 belum bisa tercapai,” kata Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, PhD. dan Dr. Ir. Rusnandi Garsadi, MSc. inovator alat pengolah air bersih/ air minum Micro hydraulic ini dari LAPI Indowater ITB.

Saring Air 2

Secara ilmu pengetahuan, proses pengolahan air secara penggumpalan, bila menggunakan Jar Test, maka waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi air jernih diperlukan antara 8 – 10 menit. Sedangkan waktu proses pada instalasi pengolahan melalui proses coagulasi & flocculasi, berdasarkan text book, rancangan yng terpasang waktu flocculasi antara 20 – 50 menit. Perbedaan ini mendorong peneliti melakukan penelitian secara model matematis , model laboratorium dan validasinya.

Atas dasar-dasar itulah Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo, PhD, bersama Dr. Ir. Rusnandi Garsadi, MSc. dan Prof. Dr. Ir. Indratmo Soekarno, MSc., menciptakan teknologi pengolahan air bersih /air minum Micro Hydraulic, yang bisa dipakai dalam berbagai kondisi. Terutama kecenderungan kondisi air baku di Indonesia pada umumnya semakin kotor, keruh dan terbatas. Lahirnya metode proses pengolahan dan alat pengolahan air minum/air bersih ini berawal, banyaknya pengolahan air di Indonesia yang saat uji coba pengolahan sangat sulit mendapatkan hasil optimum. Kapasitas dan kualitas hasil pengolahan tidak sesuai dengan perencanaam sehingga sering kali terjadi kekurangan produksi ari di PDAM. Kondisi di lapangan seperti itu menggugah Rusnandi mlakukan riset pengolahan air bersih/ air minum, untuk kondisi air pada daerah tropis dan sub tropis di ITB dan di Technische Universiteit Delft, Belanda. Terlebih Rusnandi juga menjadi peneliti dan supervisor di Pascasarjana Departement of Water Management, Technical University Delft. Dari situlah muncul inovasi mekanisme proses pengolahan air minum atau air bersih, dengan nama Micro Hydraulic, yang cukup cepat prosesnya, sangat hemat penggunaan bahan penjernih atau coagulant dan hemat penggunaan energi listriknya. Mekanisme proses pengolahan air minum atau air bersih micro hydraulic ini , tidak tergantung pada bentuk unit pengolahan, bahan material yang di gunakan, maupun besaran kapasitas pengolahannya serta dapat mengolah beragam jenis air dengan tambahan komponen pengolahan. Mulai dari air sangat keruh, air berwarna atau gambut, air danau , air saluran kanal, dan air payau.

Ada dua jenis utama dalam pemanfaatan teknologi pengolahan air minum atau air bersih bersih ini, yaitu sistem pengolahan air minum atau air bersih yang dapat dipindah- pindahkan dengan mudah atau mobile water treatment. Prototipe dan produk massalnya sudah banyak dipakai dan dimanfaatkan oleh Kementrian PU, TNI AD , swasta, dan lainnya, untuk pengadaan air minum. Jenis lainnya ialah pengolahan air minum atau air bersih permanen, layaknya pengolahan air bersih atau air minum PDAM atau industri. Dengan kapasitas kecil sampai 1.000 liter /detik atau lebih. Pengolahan air yang dapat dipindah-pindahkan berupa pengolahan air bersih yang dibangun di atas truk berkapasitas 8 ton atau lebih. Salah satu produk pengolahan air tersebut dipasang di atas truk, dengan kemampuan produksi air minum/air bersih 500.000 liter/hari. Prototipe pengolahan air yang bisa dipindah-pindahkan ini hanya memerlukan energi listrik 1000 watt. Cara kerjanya, energi listrik digunakan untuk memompa air baku keruh ke atas bak truk. Selanjutnya air diproses secara aliran gravitasi. Alat pengolahan air yang berpindah-pindah ini bisa memproduksi air minum 500.000 liter/hari. Seluruh konstruksi utama baik unit proses maupun penunjangnya dibuat dari material antikarat sehingga meminimalkan pemeliharaan. Proses mekanisme pengolahan air minum micro hydraulic, mulai dari sungai hingga menjadi air bersih atau air minum di rumah tangga, melalui empat tahap.

Pada tahap pertama bagaimana menghilangkan patogen atau zat-zat lainnya yang menjadikan air baku tersebut keruh atau berwarna. Dengan pembubuhan bahan koagulant berupa tawas atau pac pada aliran air yang di ataur secara micro hydraulic, agar terjadi penggumpalan kotoran lumpur atau koloid yang sekaligus dapat menyapu beberapa polutan lainnya, setelah melalui beberapa proses. Yaitu pengendapan lumpur lebih sempurna dan cepat, air yang bening di bagian atas bak pengendap mengalir secara gravitasi melalui saringan pasir. Proses selanjutnya adalah penyerapan melalui media penyerap polutan yang terlarut yang berbahaya untuk kesehatan. Pada sistem penyerapan ini, masih ada sisa sumber penyakit yang masih larut di dalam air.

Pada tahap akhir air yang jernih ini masih diberi disinfektan untuk membunuh bibit penyakit, dengan menggunakan kaporit atau penyinaran ultra violet atau ozone, sehingga air yang dihasilkan benar-benar layak diminum. Seluruh prosesnya tidak menggunakan listrik. Dari hitungan ekonomi, sistem pengolahan air minum ini untuk satu pengolahan air minum mobile, bisa memproduksi 500.000 liter per hari, dengan energi listrik 1000 watt. “Biaya produksinya cuma Rp 0,2 per liter dalam kondisi darurat air,” kata Suprihanto.

Riset yang dimulai pada 2001 ini telah digunakan di banyak tempat, termasuk peristiwa bencana gempa dan tsunami di Aceh (2004), banjir Jakarta (2007 dan 2013), serta banjir di Kabupaten Bandung.

Dengan mekanisme pengolahan air seperti yang dilakukan Rusnandi, dalam hitungan matematika mampu mempercepat dan meningkatkan pelayanan air minum di Indonesia sebesar 30%-50% dari kapasitas produksi air minum existing, yang saat ini kurang
lebih 120.000 liter/detik. Jumlah itu bisa ditingkatkan melalui upgrading atau modifikasi mekanisme hydraulic, sehingga kapasitasnya bisa mencapai 150.000-180.000 liter/detik. , “Atau setara menambah pelayanan air bagi 18-36 juta jiwa, tanpa perlu membangun pengolahan air baru. Dengan biaya investasi sangat rendah dibanding membangun baru. Sehingga target MDGs di sektor pelayanan air minum dapat terbantu dengan cepat,” ujar Rusnandi.

Inovator:
Prof. Ir. Suprihanto Notodarmojo,
PhD, Dr. Ir. Rusnandi Garsadi,MSc,
Prof. Dr. Indratmo Soekarno MSc-
LAPI Indowater ITB

Sumber: Sumber Inspirasi Indonesia

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x