(Business Lounge – Entrepreneurial News) Di dunia industri kreatif, leathercraft adalah salah satu topik yang paling digandrungi oleh para entrepreneur muda. Anda yang berwirausaha ataupun terbiasa membeli kerajinan buatan pengusaha-pengusaha muda ini, pasti sudah tidak asing dengan leather pouch atau wallet yang tentu saja sangat menarik.
Anda mungkin familiar dengan kulit berwarna coklat yang seiring dengan waktu dan kondisi bisa berganti warna menjadi lebih gelap ataupun kemerah-merahan. Ini adalah kulit vegetable-tanned yang hampir selalu menjadi bahan utama bagi para pengrajin leather goods. Namun yang mungkin anda belum ketahui adalah siapakah pionir dari kerajinan ini? Siapakah yang pertama kali mencetuskan ide ini?
Pencetus kerajinan ini adalah brand Voyej. Brand yang khas dengan logo kapal layarnya ini terdiri dari sekumpulan entrepreneur muda, Yoshi, Ara, Andika, dan Steven yang berasal dari sekolah entrepreneur Prasetya Mulya. Business Lounge berkesempatan untuk mewawancarai dua pendiri utama Voyej, Yoshi dan Ara
“Awalnya kami tertarik untuk membuat Denim atau Jeans. Tetapi market-nya sudah terlalu crowded.” Ujar Yoshi.
Unsur “ketidaksengajaan” ini justru membuat mereka menjadi first-movers dalam industri leatherworks. Di tengah-tengah trend entrepreneur muda yang mengadu nasib mereka di dunia denim, Voyej berhasil menciptakan market mereka sendiri. Kesuksesan ini pun langsung dilirik oleh creative entrepreneur yang lain, sehingga kini walaupun telah banyak pengrajin lain yang mengikuti langkah sukses Voyej, brand ini selalu dihargai sebagai “sesepuh” dari industri kreatif kulit.
“Awalnya mempertahankan brand ini memang cukup unik, kami berlima mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Saya dan Aga memang ingin terus menjalankan bisnis ini walau pun orang tua sebenernya ingin saya melanjutkan bisnis keluarga. Sedangkan yang lainnya ingin menjalani part-time sambil bekerja.” jelas Yoshi.
Namun berkat keseriusan para pendiri pertama, brand ini tidak pernah mati, malahan terus berkembang. Voyej pun berterimakasih kepada para pelaku kewirausahaan industri kreatif yang sangat ramah di Indonesia sebab dalam waktu singkat, Voyej menemukan diri mereka berkolaborasi dengan para pelaku industri kreatif lainnya, seperti Havehad dan Bluesville.
“Tentang kolaborasi, sejauh ini kolaborasi di Indonesia masih menjadi sesuatu yang dapat dikatakan tidak mudah. Terkadang para pelaku bisnis ini “takut” rahasianya ditiru atau sebagainya. Padahal di luar negeri, kolaborasi dapat berlangsung lebih mudah,” demikian dikatakan Ara. “Sebenernya dalam kolaborasi, kami hanya ingin pertukaran base community. Industrinya mungkin sama, Fashion. Tetapi ranahnya berbeda, misalnya kami ini mengembangkan accessories sedangkan mereka apparel,” lanjut Ara.
Yoshi berpendapat juga, “Sebenarnya apa yang ingin dicari dari kolaborasi itu sendiri adalah sama-sama menaikan brand recognition.”
Setelah empat tahun malang melintang di dunia leatherworks dan berjualan di toko online maupun event, kini Voyej telah sukses membuka toko fisik mereka sendiri di daerah prestisius Panglima Polim, dengan nama STOW (Baca: Rumah Baru Untuk Voyej dan Bluesville, Stow). Memiliki toko fisik adalah salah satu impian semua pelaku industri kreatif Indonesia, yang telah berhasil dicapai oleh brand berlogo kapal layar ini.
“Industri kreatif Indonesia itu sedang berkembang. Ya, ada baiknya kalau kita secara bersama-sama membangunnya,” ujar Ara. Lalu apa yang menjadi tips dari Voyej untuk para pelaku industri kreatif baru ?
“Menurut kami, jika sudah senang, ya terus dijalankan saja. Sebaiknya, jika memang ingin di industri yang sama, misalnya leather goods, jangan meniru design brand lain seratus persen. Coba berkreativitas, jadi bisa memberikan value yang beda. Kalau ini dilakukan, industri kreatif Indonesia akan cepat terbangun,” papar Yoshi.
Business Analysis : Dalam kasus Voyej, sangat terlihat jelas apa keuntungan yang bisa didapat dari First-Movers Advantage. Dengan menjadi yang pertama, First Movers dapat memperoleh keuntungan margin yang besar atau kalau sanggup… kemampuan untuk memonopoli. Namun, jika anda membaca artikel kami tentang Blue Ocean dan Red Ocean, anda juga akan tahu, bahwa First Movers, jika mereka berhenti berkreasi, akan segera diterjang oleh Second-Movers.
Michael Judah/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana
Image: Voyej