Awan Kumulonimbus Diduga Hadang QZ8501

(Business Lounge – News & Insight) Sesuai dengan kronologis yang dirilis oleh Kementerian Perhubungan tentang hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 dalam jumpa pers yang diadakan di kantor Otoritas Bandara Wilayah II, Bandara Soekarno-Hatta pada Minggu (28/12), maka diketahui bahwa terjadi kontak terakhir antara pilot QZ8501 dengan Air Traffic Control Jakarta pukul 06.12.

Dalam kontak tersebut, sang pilot meminta untuk dapat menghindari awan ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki. Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC. Adapun awan yang dihindari tersebut adalah awan kumulonimbus. Hal ini dinyatakan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Andi Eka Sakya, seperti dilansir oleh Kompas. “Berdasarkan data kami, di lokasi hilangnya pesawat memang tampak awan yang sangat tebal. Itu awan kumulonimbus. Ketebalannya bisa sampai 5 – 10 kilometer.” Menghindari awan kumulonimbus memang sering dilakukan mengingat ketebalannya yang sulit ditembus.

Awan Kumulonimbus

Awan Kumulonimbus (Cb) merupakan awan vertikal yang menjulang dengan sangat tinggi, padat, dan sering kali ada pada badai petir dan cuaca dingin lainnya. Kumulonimbus berasal dari bahasa Latin, “cumulus” berarti terakumulasi dan “nimbus” berarti hujan. Awan ini terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer. Awan-awan ini dapat terbentuk sendiri, secara berkelompok, atau di sepanjang front dingin di garis squall. Awan ini menciptakan petir melalui jantung awan. Awan kumulonimbus terbentuk dari awan kumulus (terutama dari kumulus kongestus) dan dapat terbentuk lagi menjadi supersel, sebuah badai petir besar dengan keunikan tersendiri.

Terdapat tiga fase pertumbuhan awan Cb. Fase pertama adalah fase pertumbuhan, fase kedua adalah fase matang, dan fase terakhir mati. Pada fase pertama angin bergerak ke atas, sedangkan pada fase kedua massa udara berubah menjadi air. Sementara pada fase terakhir atau fase mati, sudah tidak ada pasokan udara lagi dari bawah, sehingga semua massa air turun ke bawah. semua pilot harus menghindari awan Cb karena sangat berbahaya. Awan Cb dapat menyebabkan turbulensi (guncangan) kuat di dalam awan itu sendiri. Itulah sebabnya semua Pilot akan berupaya untuk menghindarinya.

Diperkirakan Awan Cb Telah Menghadang QZ8501

Kepala Bidang Data dan Informasi BMKG Heru Djatmiko dalam percakapannya dengan metrotv menyatakan bahwa diperkirakan QZ8501 menghadai awan Cb dengan tinggi hingga 40 ribu kaki ke atas, itulah sebabnya pilot pesawat AirAsia jenis Airbus A320-200 tersebut meminta izin menaikkan pesawatnya ke ketinggian 38 ribu kaki.

Analisis cuaca yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menguatkan dugaan pesawat AirAsia QZ8501 gagal menghindari awan tebal kumulonimbus yang berada pada rute penerbangannya.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika pada Minggu (28/12) juga memberikan keterangan bahwa cuaca Minggu (28/12) saat AirAsia QZ8501 lepas landas dari Surabaya dalam keadaan cuaca berawan. Cuaca bertambah buruk saat pesawat tiba di antara Belitung dengan Kalimantan, yaitu saat pesawat menghadapi awan yang sangat tebal. Berdasarkan data BMKG, ketinggian puncak awan kumulonimbus yang dihadapi pesawat tersebut mencapai 48.000 kaki, demikian dilansir oleh Kompas.

Air Traffic Controller (ATC) telah menyetujui permintaan untuk belok ke kiri, namun tidak dengan permintaan naik oleh karena terdapat pesawat lain pada ketinggian yang lebih tinggi. Pada saat yang hampir bersamaan ada beberapa pesawat lain yang melintas dekat dengan QZ8501, yaitu pesawat Garuda Indonesia GIA602 pada ketinggian 35.000 kaki, pesawat Lion Air LNI763 pada ketinggian 38.000 kaki, pesawat AirAsia QZ502 pada ketinggian 38.000 kaki, dan pesawat Emirates UAE409 pada ketinggian 35.000 kaki.

Bila Terjebak pada Awan Cb

Berbagai hal dapat terjadi bila pesawat terjebak di dalam awan Cb. Hal pertama yang dialami pesawat adalah turbulensi atau guncangan. Kondisi akan semakin berat jika terdapat butiran es yang dapat merusak instrumen pesawat, dari komunikasi sampai strukturnya.

Pesawat yang digunakan AirAsia ini memakai empat lapis sistem pengaman elektrik, sehingga gangguan listrik bahkan ledakan di pesawat tidak akan serta-merta mematikan pasokan listrik. Tidak adanya panggilan dan sinyal darurat dari pesawat, menunjukkan bahwa pesawat memang ada pada situasi yang sangat berat, dengan kejadian teramat cepat yang merusak peralatan komunikasi dan kemungkinan pesawat itu sendiri.

Sampai saat ini usaha pencarian masih terus dilakukan.

uthe/Journalist/VMN/BL
Editor: Ruth Berliana
Image: Wikipedia

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x