(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Lemahnya kondisi perekonomian atau resesi memaksa perusahaan untuk melakukan efisiensi dan pemangkasan biaya. Salah satu opsi yang dimiliki oleh perusahaan adalah memangkas biaya iklan atau pemasaran. Namun, apakah Anda yakin mau memangkas biaya pemasaran dalam kondisi perekonomian yang melemah?
Riset yang dilakukan oleh McGraw Hill terhadap 600 perusahaan dari tahun 1980 hingga 1985 menemukan bahwa bisnis yang mempertahankan pengeluaran iklan mereka selama resesi di tahun 1981 dan 1982 berhasil menciptakan penjualan yang meningkat secara signifikan setelah perekonomian kembali pulih. Perusahaan yang terpantau beriklan secara agresif di masa resesi nyatanya memperoleh penjualan 256% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang stop beriklan.
Jika Anda menstop iklan, maka Anda harus mengalami konsekuensi berikut ini: berkurang bahkan hilangnya awareness konsumen, konsumen tidak melihat value pada produk/jasa Anda, konsumen switch ke pesaing, pangsa pasar tergerus, sehingga hasilnya tidak baik untuk bottom line Anda.
Anda masih belum percaya? Tengok studi lainnya yang menyuarakan hasil yang senada:
• PIMS Associate menemukan bahwa perusahaan yang berinvestasi lebih besar dalam pemasaran mencatatkan kenaikan ROI sebesar 4.3% dibandingkan dengan mereka yang biaya pemasarannya tetap atau malah dipangkas
• Perusahaan riset Meldrum dan Fewsmith meneliti seluruh resesi pasca PD II dan menemukan bahwa perusahaan yang lebih agresif dalam pemasarannya tidak hanya berhasil mendongkrak penjualan, namun juga laba lebih besar dari mereka yang memangkas.
Sulitnya Membangun Kembali Awareness
Temuan dari American Business Media juga menunjukkan bahwa menjaga kavling di benak konsumen selama economic downturn berpengaruh langsung terhadap penjualan saat ini dan di masa depan. Sementara itu, mereka menemukan pula bahwa menjaga kavling di benak konsumen biayanya lebih kecil dibandingkan dengan membangunnya kembali setelah tidak aktif dalam pemasaran sementara waktu.
Hal ini tentunya sangat masuk akal, karena fungsi iklan selain membangun awareness terhadap suatu brand, juga berfungsi layaknya reminder yang memungkinkan konsumen mengetahui dan memahami brand tersebut. Melalui iklan, konsumen memahami bagaimana brand tersebut memberikan benefit baginya, dan memungkinkan konsumen untuk lebih mempertimbangkan brand tersebut dalam purchasing decision-nya. Sementara itu, jika Anda menstop iklan, bagaimana mungkin produk Anda masuk ke dalam benak konsumen?
Contoh yang nyata adalah California Fried Chicken, yang jadi hit semasa saya duduk di Sekolah Dasar, yang meskipun gerainya masih ada, namun sudah tidak aktif dalam beriklan. Saya sendiri sudah lupa kapan terakhir kali melihat iklan CFC, dan tidak tahu apa saja menu andalan mereka sekarang, dan terus terang, tidak mempertimbangkannya dalam keputusan pembelian saya. Dan saya yakin bukan saya saja yang merasakan hal tersebut.
Seandainya mereka berusaha untuk melakukan pemasaran lagi, tentunya akan lebih sulit karena konsumen mungkin sudah lupa. Belum lagi ada pesaing berat yakni KFC yang kini menguasai fast-food di Indonesia dan selalu gencar dalam pemasarannya.
Seandainya Anda tetap harus memangkas iklan, maka ada beberapa panduan yang harus Anda cermati, antara lain:
• berfokus pada value untuk pelanggan pada kondisi perekonomian seperti ini
• misalnya iklan di radio atau TV, bisa Anda kurangi durasinya, jadi tidak perlu menstop secara total.
• lakukan pemasaran ala ‘New Wave Marketing’ yakni low budget namun hidh impact
• manfaatkan iklan online yang biayanya cenderung lebih murah.
Jadi, apakah Anda masih yakin mau menstop iklan saat resesi?
(Rinella Putri/AA/TML)