(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – “Presiden salesman” begitulah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono sebut dirinya di pembukaan pertemuan tingkat tinggi Asian-African Business Summit pada tanggal 22 April 2005 yang lalu. Dalam Pidatonya Building Strategic Partneship Between Asia and Africa (Membangun Kerjasama yang Strategis Antara Asia dan Afrika), SBY dengan tegas mengajak negara-negara Asia-Afrika agar menanamkan modalnya di tanah air.
Semangat Presiden Yudhono tidak berhenti disana, dalam kunjungannya ke Amerika Serikat tanggal 26 Mei 2005, Presiden Kamar Dagang AS Thomas J. Donohue menyanjung dia sebagai salesman jempolan karena keahlian Yudhoyono memaparkan bisnis dan investasi menarik di Indonesia.
Sebutan Presiden Salesman itu seharusnya berpengaruh secara makro kepada sikap bangsa untuk mempunyai sikap yang sarna dengan presiden yang semangat berjualan kemana-mana, yang kalau diterjemahkan dalam kacamata mikro, maka itulah semangat yang diingini oleh para pengusaha-pengusaha pada karyawannya. Mulai dari pengusaha level ‘pegel’ sampai menengah, mulai dari pemilik toko yang cuma punya tidak lebih dari dua karyawan sampai pengusaha besar yang berkaliber International yang karyawannya bisa puluhan ribu, bahkan sampai ratusan ribu.
Organisasi berbudaya jualan (sales culture) ini yang perlu dibangun untuk meneruskan semangat presiden saleman kita berjualan. Sebab kenyataannya masih sangat sedikit perusahaan yang berorientasi membangun budaya jualan ini, walaupun secara eksplisit mereka ingin semua orang di perusahaannya punya semangat berjualan. Tapi bukan saja sales culture yang dibangun secara bersamaan service culture juga harus dibangun karena itu adalah imbas dari keputusan untuk membangun sales culture.
Sales dan Service Culture (SSC)
Dalam definisi yang sederhana, SSC adalah sistem nilai-nilai, keyakinan atau kebiasaan menjual dan memberikan pelayanan yang dimiliki oleh seluruh karyawan suatu perusahaan.
Ada 9 karakterisik yang memberi gambaran sehatnya suatu SSC:
1. Berorientasi pada pelanggan (customer orientation)
2. Sikap menjual dan melayani yang telah meresap keseluruh karyawan (pervasive sellng attitude)
3. Kuatnya kesadaran team (sense of team)
4. Kebanggaan pada perusahaan (institutional pride)
5. Komitmen Manajemen puncak diketahui dengan jelas (Visible top management commitment)
6. Keyakinan para karyawan untuk mencapai keberhasilan (faith in employee)
7. Adanya training penjualan dan pelayanan yang ekstensif (extensive sales Training)
8. Sistem tracking penjualan yang akurat (Accurate sales tracking)
9. Manajemen penjualan yang efektif (Effective Sales Management)
Sembilan karakteristik ini dapat dilakukan eksplorasi yang lebih luas, tapi secara singkat sudah cukup dipahami bagaimana SSC dikatakan sehat. SSC seperti ini memberikan benefit yang sangat luas, SSC akan meningkatkan produktifitas karyawan, moral karyawan, memberikan motivasi yang tinggi, meningkatkan loyalitas karyawan dan tentu pada akhirnya meningkatkan bottom line dari perusahaan.
Membangun SSC
Membangun SSC lebih merupakan sebuah proses evolusi daripada sekedar suatu even saja. Organisasi , sistem dan prosedur harus dibangun, dan sudah tentu perlunya pelatihan yang konsisten. Sebuah piramida berikut ini dapat menggambarkan factor-faktor apa yang diperlukan dalam pembangunan SSC itu.
Tujuh komponen utama dalam membangun SSC
1. Senior Management Commitment
Semua rencana dan aktivitas pengembangan SSC harus secara jelas mengalir dari objective/goals Top Management.
2. Sales & Services Task
Tidak ada penjualan yang bertahan (sustained) atau pelayanan yang excellent dapat dicapai bila perusahaan tidak memiliki sales role dan standard pelayanan yang jelas didefinisikan dan dikomunikasikan yang salah satu caranya dengan mengubah dan melakukan alignment semua uraian jabatan (job description) dan penilaian kinerja (performance appraisal) kepada SSC.
3. Staffing & Organizational Structure
Banyak struktur organisasi disusun berdasarkan pendekatan fungsional yang masih tradisional dan perlu dilakukan perbaikan dalam struktur organisasi yang beorientasi SSC.
4. Measurement
Untuk melakukan tracking terhadap perilaku .clan kinerja dari SSC perlu disusun pengukuran yang berdasarkan pad a aktivitas – aktivitas dalam mencapai keberhasilan SSC.
5. Compensasion & Incentives
Penelitian membuktikan bahwa dalam untuk jangka panjang SSC akan memberikan hasil yang terbaik bila diterapkan juga sistem kompensasi yang berhubungan langsung dengan keberhasilan penjualan dan pelayanan.
6. Training
Tujuan training dalam membangun SSC adalah untuk memperkenalkan skill, knowledge 8.: behavior kepada para karyawan yang baru dan melakukan perubahan pada karyawan yang ada.
7. Sales & Service Management
Meskipun semua komponen SSC sudah tersedia, semuanya tidak akan berhasil bila Manajemen SSC tidak diimplementasikan. Manajemen Sales dan Services bersamaan dengan training menjadi dasar dari pembangunan SSC. Tugas utamanya adalah untuk menolong karyawan menjadi percaya pada diri mereka dan potensi mereka untuk mencapai keberhasilan dalam penjualan.
Kesimpulan
Pembangunan Organisasi Sales and Service Culture (SSC) adalah suatu usaha yang berkesinambungan, artinya memerlukan perhatian dan review yang terus menerus dari semua. Tiga pilar perubahan – People, Sales dan Service Management, yang tercermin dalam 7 komponen tidaklah dilaksanakan hanya dalam sekali dilakukan, mesti diperhatikan secara konstan untuk menjamin piramida SSC berdiri kokoh mencapai goal dan objective SSC.
(Visi Sales/AA/TML)