(The Manager’s Lounge – Strategic), 16 April 2010 lalu, dunia dikejutkan oleh berita meninggalnya salah satu guru manajemen dunia, yakni C.K. Prahalad akibat sakit pernafasan di usia yang ke-68. Beliau adalah seorang profesor di Universitas Michigan dan salah satu pemikir paling berpengaruh di dunia dalam hal corporate strategy. Kontribusi besarnya kepada dunia manajemen tentunya tidak akan terlupakan.
Profil Singkat
C.K. Prahalad dilahirkan di India pada tahun 1941. Setelah lulus sebagai sarjana jurusan Fisika dari Loyola College, Prahalad bekerja di Union Carbide. Setelah itu, ia melanjutkan S2 di Indian Institute of Management Ahmedabad, dan mengambil studi Doktoral di Harvard Business School. Setelah lulus dari Harvard, ia kembali ke India untuk mengajar, namun sesaat kemudian kembali ke Amerika Serikat. Di Stephen M. Ross School, Universitas Michigan, ia menjadi Profesor dalam bidang Corporate Strategy.
C.K. Prahalad semasa hidupnya menghasilkan beberapa karya dalam bidang corporate strategy, diantaranya artikel yang populer di Harvard Business Review, yakni The Core Competence (ditulis bersama Gary Hamel), juga sejumlah buku yang best-seller, diantaranya Competing for the Future (dengan Gary Hamel), The Future of Competition (dengan Venkat Ramaswamy) dan The Fortune at the Bottom of the Pyramid: Eradicating Poverty through Profits, dan The New Age of Innovation (dengan M.S. Khrisnan). Ia juga merupakan konsultan dari perusahaan-perusahaan ternama Forbes 500.
Prahalad sempat juga mendirikan perusahaan Praja, Inc. yang berbasis teknologi, dan bertujuan untuk memberikan akses informasi kepada masyarakat bawah. Namun, perusahaan ini gagal melewati bubble dotcom, mengalami kerugian dan akhirnya harus dijual kepada TIBCO pada tahun 2002. Selanjutnya, Prahalad fokus lagi sebagai konsultan strategi dan pengajar.
Buah Pemikiran Prahalad
Pemikirannya yang paling populer bahkan hingga saat ini adalah mengenai `core competence` yang dituliskannya bersama Gary Hamel dalam Harvard Business Review. Prahalad dan Hamel berpendapat bahwa sebuah perusahaan harus menemukan kelebihan utamanya dan menjadi tidak terkalahkan dalam area tersebut. Produk-produk yang dihasilkan harus berdasarkan pada core competence tersebut.
Prahalad dan Hamel juga yang memperkenalkan konsep “strategic intent”, terutama setelah melihat serbuan perusahaan Jepang di industri otomotif dan elektronik. Keduanya melihat bahwa berbeda dengan perusahaan AS yang fokusnya jangka pendek, perusahaan Jepang punya strategi jangka panjang, dengan intention (tujuan) yang jelas. Keduanya juga menjelaskan mengenai perspektif resource-based, dimana perusahaan-perusahaan mencapai tujuan jangka panjangnya dengan mengembangkan kapabilitas mereka. Contohnya adalah Canon, yang punya core competence dalam Optik. Dengan mengejar tujuan jangka panjang dan mengembangkan kapabilitasnya, perusahaan-perusahaan Jepang dapat melangkahi pesaing-pesaingnya dari perusahaan AS, yang fokusnya cenderung jangka pendek.
Dalam “Competing for the Future” yang ditulis dengan Gary Hamel, Prahalad memberikan saran bagi perusahaan supaya dapat merancang strategi yang jauh ke depan, dibandingkan dengan hanya mempertahankan status quo. Banyak perusahaan yang hanya focus pada saat ini saja, dan tidak berusaha apapun untuk memperoleh keunggulan baru dan merancang masa depannya, sehingga kemudian kalah dengan pesaing mereka.
Selanjutnya, dalam buku “The Future of Competition: Co Creating Unique Value With Customers” , Prahalad bersama Venkat Ramaswamy menghadirkan pendekatan baru dalam hal value-creation. Dalam framework yang diperkenalkannya, Prahalad dan Ramaswamy berpendapat bahwa perusahaan tidak seharusnya berusaha untuk menciptakan nilai sendirian, melainkan sebaiknya melakukan kolaborasi dengan pelanggan, sehingga dapat menciptakan suatu pengalaman pelanggan yang personalized sampai ke tingkat individual.
Namun, buku Prahalad yang paling idealis dan menjadi salah satu penggerak global movement adalah “The Fortune at the Bottom of The Pyramid”. Buku ini mengemukakan mengenai business model dan peluang pasar yang ada pada masyarakat piramida paling bawah, yakni masyarakat miskin. Potensi pasar yang terbesar sesungguhnya ada di piramida bawah, sehingga meskipun perusahaan memproduksi barang-barang dengan harga murah yang memenuhi kebutuhan orang-orang berpendapatan rendah, namun tetap dapat menghasilkan keuntungan dengan business model tersebut. Business model seperti ini, menurutnya cocok digunakan di negara seperti India, yang masyarakat kelas bawahnya merupakan mayoritas.
Prahalad berusaha untuk merubah paradigma dunia, termasuk perusahaan-perusahaan ternama di Forbes 500, supaya punya visi sosial yang dapat membantu dalam mengentaskan kemiskinan. Perhatiannya kepada sosial inilah yang membedakan dia dengan pemikir-pemikir lainnya. Ia bahkan mendirikan Praja, Inc.
The Times of London, bekerjasama dengan Thinkers 50, yang melakukan rating terhadap para strategist utama dunia, memilih Dr. Prahalad sebagai management thinker nomor satu yang paling berpengaruh di dunia. Kontribusinya kepada dunia sangat berarti, dan namanya akan terus dikenang. Selamat jalan, Dr. Prahalad.
(Rinella Putri/RF/TML)
pic: aniepaul.net