(Business Lounge – Entrepreneurship) Di balik gemerlapnya impian memiliki bisnis di Amerika, ada satu kisah yang menyimpan pelajaran berharga bagi para pengusaha muda. Kisah ini datang dari seorang anak muda bernama Joeska, yang tiga tahun lalu bersama rekan-rekannya memutuskan untuk mengakuisisi sebuah restoran bernama Kambo Box dan Pok Nagomi di New Brunswick, New Jersey. Restoran itu sebenarnya telah berdiri sejak 2018, namun resmi masuk dalam manajemen mereka pada tahun 2022.
Bagi Joeska, ini adalah pengalaman pertama mengelola bisnis skala penuh. Ia bukan sekadar duduk sebagai pemilik yang memantau dari jauh, melainkan benar-benar terjun ke lapangan. Dari memotong daging, memasak ayam, melayani pelanggan yang kecewa, hingga mengganti karyawan yang keluar masuk, semua pernah ia lakukan. Beratnya proses ini menjadi bagian dari perjalanan belajarnya.
Konsep restoran yang ia dan tim usung sebenarnya sederhana. Mereka ingin menghadirkan Asian food dengan gaya food truck, tetapi dibawa ke ruang indoor agar lebih nyaman. Menu utama berupa rice box, sandwich ala Vietnam, hingga poke bowl dengan protein sehat seperti salmon, tuna, hingga tofu. Konsep itu dipadukan dengan tren makanan sehat yang mulai diminati masyarakat Amerika, terutama mereka yang lebih sadar akan asupan gizi.
Lokasi restoran terbilang strategis, berada di pusat kota dekat kampus besar, perkantoran, hingga gedung kejaksaan. Harapannya jelas, mahasiswa, pekerja kantoran, hingga masyarakat sekitar menjadi target utama. Pada awalnya semua berjalan lancar. Namun perjalanan sebuah bisnis tidak pernah tanpa ujian, dan restoran ini pun akhirnya ditutup setelah tiga tahun.
Euforia di tahun pertama
Ketika restoran baru diambil alih, Joeska merasa berada di puncak kebanggaan pribadinya. Ia berhasil memiliki bisnis di Amerika, sesuatu yang sejak lama diidamkannya. Setiap hari baginya seperti sekolah bisnis yang nyata. Mengatur suplai bahan baku, menjadwalkan shift karyawan, melakukan wawancara, mengelola keuangan, hingga membayar gaji, semua ia pelajari dengan penuh antusiasme.
Tahun pertama itu berjalan hampir sesuai ekspektasi. Ada semangat besar, rasa ingin tahu yang tinggi, dan kepuasan karena setiap tantangan memberikan pelajaran baru. Bahkan ketika orang lain biasanya enggan menghadapi Senin, ia justru menantikan datangnya hari itu karena ingin kembali bekerja dan belajar dari bisnisnya sendiri.
Realitas keras di tahun kedua
Namun bisnis selalu memiliki siklus. Ketika memasuki tahun kedua, kenyataan mulai berbeda jauh dari harapan. Restoran mulai sepi, penjualan menurun, pelanggan tidak seramai dulu, dan tekanan mulai terasa. Belum lagi muncul masalah klasik di industri kuliner, yaitu karyawan yang mendadak mengundurkan diri.
Bagi Joeska, inilah ujian sebenarnya. Ia harus mengganti karyawan dengan cepat agar operasional tidak terganggu. Ia belajar bahwa sebesar apa pun sebuah bisnis, semuanya bisa goyah hanya dalam hitungan hari. Situasi ini juga memaksanya berpikir lebih kreatif, mencari solusi di tengah krisis, dan memahami arti resiliensi seorang pengusaha. Tahun kedua bukan sekadar tentang bertahan, melainkan juga tentang menguji mental.
Mulai stabil di tahun ketiga
Tahun ketiga membawa sedikit angin segar. Penjualan mulai merangkak naik, meski perlahan. Komunitas baru muncul, seperti atlet universitas yang rutin datang, serta komunitas Muslim yang tertarik karena restoran itu menggunakan daging halal dengan sertifikasi resmi. Keputusan sederhana memasang logo halal di depan restoran ternyata membawa dampak signifikan, karena membuat komunitas merasa lebih percaya dan nyaman.
Namun pada saat situasi mulai stabil, datanglah sebuah tawaran tak terduga. Seorang ayah bersama anaknya menyatakan minat membeli restoran tersebut. Setelah diskusi panjang dengan para partner, keputusan pun diambil: restoran dilepas. Alasannya sederhana, harga yang ditawarkan jauh di atas nilai pasar. Peluang ini terlalu berharga untuk ditolak, sehingga akhirnya Kambo Box dan Pok Nagomi resmi berpindah tangan.
Bagi Joeska, menutup restoran bukanlah tanda kegagalan, melainkan bagian dari perjalanan bisnis. Ia melihatnya sebagai sebuah fase yang telah selesai dengan segala pelajaran yang terkandung di dalamnya.
Pelajaran pertama, lokasi adalah segalanya
Salah satu hal terbesar yang ia pelajari adalah betapa krusialnya lokasi bagi bisnis kuliner. Restorannya diuntungkan karena berada dekat kampus, sehingga mahasiswa dengan mudah menjadi pelanggan. Mereka kemudian merekomendasikan kepada teman-temannya, menciptakan promosi alami tanpa biaya iklan.
Namun lokasi juga memiliki sisi negatif. Di Amerika, setiap musim panas ada summer break selama tiga bulan. Selama periode itu mahasiswa pulang kampung, membuat restoran yang bergantung pada mereka menjadi sepi. Pola ini menunjukkan bahwa lokasi memang penting, tetapi harus benar-benar dipahami siklusnya agar tidak hanya bergantung pada satu segmen pelanggan.
Pelajaran kedua, makanan harus familiar dulu
Joeska menyadari bahwa pelanggan lebih suka sesuatu yang familiar. Menu sederhana seperti rice box dan sandwich lebih mudah diterima sebelum mereka tertarik mencoba poke bowl yang lebih variatif. Strateginya jelas, tarik pasar luas dengan menu familiar, lalu perlahan kenalkan inovasi.
Jika sejak awal menu yang ditawarkan terlalu asing, pelanggan cenderung ragu. Prinsip ini berlaku untuk bisnis apa pun: mulai dari sesuatu yang dekat di hati pelanggan, baru kemudian membangun diferensiasi.
Pelajaran ketiga, cash flow adalah nyawa bisnis
Kesalahan banyak pebisnis kuliner adalah tidak menjaga arus kas. Joeska belajar bahwa cash flow ibarat darah bagi restoran. Bahan baku, gaji karyawan, dan tagihan rutin tidak boleh terganggu oleh pengeluaran lain. Profit harus segera dipisahkan, dan jangan sampai bercampur dengan biaya operasional harian.
Banyak bisnis sebenarnya punya penjualan yang cukup, tetapi jatuh karena salah kelola arus kas. Pengusaha muda harus menaruh perhatian ekstra pada hal ini, karena kesalahan kecil bisa berakibat fatal.
Pelajaran keempat, komunitas adalah mesin pertumbuhan
Komunitas terbukti menjadi salah satu kunci yang membuat restoran bertahan. Ketika logo halal dipasang, komunitas Muslim langsung datang dan menyebarkan informasi ke lingkar mereka. Komunitas atlet pun memberikan efek serupa.
Prinsip ini sederhana: temukan komunitas yang relevan, jalin hubungan dengan tulus, dan biarkan mereka menjadi advokat alami bagi bisnis. Komunitas apa pun, sekecil apa pun, memiliki potensi besar untuk menciptakan basis pelanggan setia.
Pelajaran kelima, tetap rendah hati
Pelajaran terakhir yang Joeska garis bawahi adalah pentingnya sikap rendah hati. Tidak peduli sebesar apa bisnis, tetaplah ramah dan bersahaja. Kesombongan bisa menjadi awal kehancuran, sementara kerendahan hati justru membuka lebih banyak peluang.
Bagi seorang pengusaha, sikap ini tidak hanya membuat hubungan dengan pelanggan lebih baik, tetapi juga menjaga diri tetap terbuka untuk belajar.
Melanjutkan perjalanan setelah restoran
Meski restoran ditutup, perjalanan Joeska sebagai pengusaha tidak berhenti. Ia tetap aktif membuat konten di kanal YouTube untuk membagikan pengalaman bisnis. Di Indonesia, ia mengembangkan Liberty Street, sebuah lini e-commerce fashion.
Lebih dari itu, ia juga terlibat dalam pembangunan Nemu AI, sebuah platform e-commerce berbasis kecerdasan buatan yang menawarkan biaya 0% bagi UMKM. Tujuannya mulia, membantu pelaku usaha kecil menengah agar bisa tumbuh tanpa terbebani biaya tinggi.
Refleksi untuk pengusaha muda
Kisah restoran yang ditutup ini justru menghadirkan refleksi berharga. Bisnis bukan sekadar soal untung rugi, tetapi juga tentang proses belajar. Kegagalan bukanlah akhir, melainkan bagian dari perjalanan. Menutup satu usaha bisa berarti membuka pintu untuk kesempatan baru yang lebih besar.
Bagi para pengusaha muda, kisah ini menunjukkan pentingnya kesiapan mental menghadapi naik turunnya bisnis, kemampuan mengelola arus kas dengan disiplin, serta keberanian mengambil keputusan sulit. Lebih dari itu, membangun bisnis sebaiknya punya tujuan yang lebih besar dari sekadar keuntungan, misalnya memberi dampak pada komunitas atau membantu sesama pelaku usaha.
Setelah tiga tahun membangun restoran di Amerika, akhirnya Joeska menutupnya. Namun penutupan itu bukan akhir, melainkan awal dari fase baru. Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa bisnis adalah perjalanan panjang, penuh ketidakpastian, tetapi selalu menyimpan peluang baru bagi mereka yang mau belajar, rendah hati, dan tidak pernah menyerah.

