Global Update: How Japan deal with the pandemic

(Business Lounge Journal – Foreign Insight)

Efek dari pandemi COVID-19 yang sedang melanda dunia dirasakan secara collective oleh berbagai negara dan cara penanganan yang berlangsung setiap negara pun berbeda pula. Business Lounge Journal kali ini mencari sumber-sumber terpercaya dari berbagai negara untuk membawakan secara langsung situasi yang dialami oleh berbagai narasumber. Kali ini, kami mewawancarai Nafis Adhikari, designer asal Indonesia yang bekerja di Condé Nast Japan – tepatnya di kota Tokyo.

BL: Business Lounge Journal
NA: Nafis Adhikari

BL: Bisa ceritakan tentang background Anda?

NA: Halo! Nama saya Nafis, saya seorang creator mulai dari graphic design, web, ilustrasi, foto, sampai animasi. Saya datang ke Jepang pada tahun 2015, setahun untuk sekolah bahasa, setelah itu saya kerja sampai sekarang.

BL: Apa profesi Anda sekarang di Jepang dan di perusahaan mana Anda bekerja?

NA: Saya sekarang sebagai UI/UX designer, gampangnya web designer di Condé Nast Japan. Parent company dari media-media seperti Wired, GQ, Vogue, dan Vogue girl. Saya merupakan designer utama di Wired dan GQ, kadang juga mengerjakan client-based project di bawah naungan Condé Nast Creative Studio untuk brand seperti Audemars Piguet, Ferrari, Mercedes Benz, dan lain-lain.

BL: Apa yang Anda lakukan di perusahaan Anda (design apa dan mungkin untuk klien seperti apa)?

Di Wired, fokus saya ke Web walaupun kadang membantu juga pada design majalahnya. Biasanya apabila di Wired yang banyak saya kerjakan adalah design Microsite untuk ; Special featured contents, Events, client-based project. Selain web, saya juga mengerjakan image creation (bisa ilustrasi, design, dll) untuk Editorial Content. Untuk GQ, kurang lebih sama seperti Wired, namun saya tidak memegang print-based design sama sekali. Untuk Condé nast creative studio, client yang kami kerjakan kurang lebih adalah: Ferrari, Audemars Piguet, Seiko, Mercedes Benz, Uniqlo, Mitsubishi Electric, dan lain-lain.

BL: Bagaimana kondisi di Jepang sekarang dalam menghadapi COVID-19?

NA: Kami sekarang sedang menghadapi apa yang dinamakan “Darurat Nasional”. kurang lebih seperti lockdown, namun kita tetap diperbolehkan keluar dan tidak didenda, namun dianjurkan untuk selalu di rumah dan bepergian hanya untuk yang penting saja seperti membeli grocery dan sebagainya.

BL: Apa yang pemerintah Jepang lakukan dan seperti apa kira-kira respons masyarakat terhadap tindakan pemerintah setempat dalam menghadapi COVID-19?

NA: Sama halnya seperti negara-negara lain, pro dan kontra akan selalu ada. Hal yang dilakukan pemerintah saat ini adalah penyuntikan dana untuk menopang ekonomi, yang kedua adalah mengirim 2 masker ke setiap rumah. Penyuntikan dana ini juga nantinya akan dipergunakan untuk men-support masyarakat yang kehilangan gaji. Apabila Anda mendaftar, Anda dapat menerima tanggungan biaya sebesar 100,000 yen atau sekitar 900/1000 dollar AS. Tentunya kebijakan kebijakan ini menuai pro dan kontra, apalagi seperti kebijakan masker. Banyak yang menilai kebijakan ini merupakan membuang uang saja dan berharap agar uang pemerintah dapat di alokasikan ke tempat yang lebih baik. Anehnya, orang jepang tidak setertib yang saya kira. Masih banyak sekali orang yang berkeliaran, bahkan di taman sebelah apartment saya, masih banyak keluarga keluarga yang nongkrong bareng dan tidak memakai masker.

BLJ: Bagaimana Anda memenuhi kebutuhan Anda sehari-hari dalam situasi pandemi ini?

NA: Kebetulan saya tidak pergi keluar sama sekali, saya hanya keluar sekitar 1 minggu atau 2 minggu sekali untuk belanja mingguan, selebihnya saya tidak keluar sama sekali.

BL: Bagaimana pandemi ini mempengaruhi pekerjaan Anda?

NA: Untungnya saya sebagai designer, saya tetap bisa bekerja dari rumah. Hal yang berubah hanya saya tidak dapat ke kantor dan meeting secara langsung. Selain itu, semua berjalan seperti biasa.

BL: Dari pengamatan Anda, bagaimana pandemi ini mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan flow pekerjaan di Jepang – dan sektor apa yang menurut Anda paling mengalami pukulan?

NA: Walaupun kebijakan pemerintah WFH, tentunya banyak kantor dan perusahaan yang tidak dapat melakukan itu. Sedangkan yang tentunya mengalami pukulan paling berat adalah event dan apabila saya boleh lebih spesifik, Olympic. Kemarin ini banyak orang yang takut apabila olympic di-cancel. Apabila olympic di-cancel -bukan ditunda-, akan terjadi resesi yang amat sangat besar. Selain event, yang terkena pukulan berat adalah restoran, pariwisata, dan hotel.

BL: Bagaimana pandemi ini mempengaruhi seorang pekerja ekspatriate seperti Anda?

NA: Menurut saya tidak semua ekspat, tidak bisa ‘dipukul rata’, karena saya merupakan yang cukup beruntung dan dapat bekerja di rumah. Saya tidak mendapat perubahan yang terlalu drastis selain saya harus dirumah setiap saat. Ada beberapa ekspat di sini (termasuk teman saya), karena mereka bekerja di bidang servis, mereka tetap harus masuk ke perusahaan mereka dan bertemu customer.

BL: Menurut berita lokal di Jepang, kapan kira-kira pemerintah setempat akan melonggarkan lockdown?

NA: Besok (14 Mei 2020) akan diumumkan bagaimana keadaan di Jepang dan apakah kira-kira kita dapat kembali ke kantor atau tidak, kita lihat dari situ bagaimana keputusannya.

BL: Apa hal yang Anda paling rindukan dari Indonesia?

NA: Kayaknya yang ini Anda sendiri juga tahu dan saya juga tidak perlu jawab… tidak bukan dan tidak lain, BAKMI GAJAH MADA!!!!!!

Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek