Indonesia Investment Authority (INA) Perkuat Hilirisasi Nikel dan Investasi AI di Tengah Perang Dagang Global

Indonesia Investment Authority (INA), dana kekayaan negara pertama di Indonesia, terus meningkatkan perannya sebagai motor penggerak investasi strategis. Bukan hanya sebagai penyedia modal, INA kini ingin menjadi “jembatan” antara investor global dan peluang industri bernilai tinggi di Indonesia—terutama di sektor manufaktur, mineral kritis, serta teknologi seperti kecerdasan buatan (AI).

Hingga pertengahan 2025, INA sudah mengumpulkan lebih dari Rp 65 triliun investasi. Banyak proyek yang mereka danai bukan sekadar pembangunan fisik, tapi benar-benar membuat Indonesia naik kelas dalam rantai nilai industri. Contohnya adalah dorongan INA pada sektor manufaktur modern, teknologi energi, hingga data center.

Mineral Kritis Jadi “Kartu As” Indonesia

Salah satu alasan Indonesia dilirik dunia adalah kekayaan mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan kobalt—bahan baku utama baterai kendaraan listrik.

INA melihat ini sebagai leverage besar di tengah memanasnya perang dagang AS–Tiongkok. Dengan kata lain, Indonesia punya sesuatu yang sangat dibutuhkan dunia. Karena itu, INA aktif terlibat dalam hilirisasi mineral, termasuk kerja sama dengan perusahaan tambang global seperti Eramet untuk membangun platform nikel dari hulu ke hilir.

Langkah ini sejalan dengan visi besar: Indonesia tidak ingin lagi sekadar mengekspor bahan mentah, tetapi mengolahnya menjadi barang jadi bernilai lebih tinggi—seperti katoda baterai. Bahkan, INA telah mendanai pembangunan pabrik katoda LFP (Lithium Iron Phosphate) yang disebut-sebut bisa menjadi salah satu fasilitas terbesar di luar China.

AI dan Infrastruktur Digital: Pondasi Ekonomi Masa Depan

Selain sektor industri berat, INA juga mulai agresif di sektor digital. Menurut CIO INA, Christopher Ganis, investasi pada data center, kabel bawah laut, dan penggunaan AI di berbagai sektor—termasuk kesehatan—menjadi prioritas.

INA juga menggandeng Granite Asia untuk mengelola dana hingga US$1,2 miliar yang akan mengalir ke perusahaan-perusahaan teknologi Indonesia. Fokusnya adalah mempercepat transformasi digital, memperluas layanan AI, dan memperkuat ekosistem startup lokal.

Ke Depan: Sektor Apa Lagi yang Akan Dikejar INA?

Berdasarkan pola investasi dan arah geopolitik global, ada beberapa sektor yang kemungkinan besar akan jadi target INA berikutnya:

  1. Manufaktur komponen EV (motor listrik, inverter, BMS) — untuk melengkapi ekosistem baterai dan kendaraan listrik.

  2. Green energy & green hydrogen — permintaan energi bersih meningkat pesat di Asia.

  3. Semiconductor packaging & advanced materials — Indonesia mulai dilirik sebagai alternatif rantai pasok Asia Timur.

  4. AI untuk layanan publik — kesehatan, pendidikan, dan logistik.

  5. Agri-tech & food security — teknologi pertanian modern akan jadi kebutuhan strategis nasional.

Secara keseluruhan, INA sedang mengarahkan investasi agar Indonesia tidak hanya menjadi negara kaya sumber daya, tetapi juga pusat manufaktur dan teknologi bernilai tinggi. Di tengah rivalitas ekonomi global, mineral kritis dan adopsi AI menjadi amunisi penting bagi Indonesia untuk memperkuat posisi dan menarik investor kelas dunia.