Mayoritas Orang Amerika Ingin Hidup hingga Usia 91 Tahun – Apa yang Bisa Kita Pelajari?

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Survei terbaru Pew Research Center menghadirkan gambaran menarik mengenai bagaimana masyarakat Amerika memandang usia harapan hidup mereka. Meski life expectancy di Amerika Serikat berada di angka 78 tahun, mayoritas orang dewasa Amerika justru berharap dapat hidup jauh lebih lama—bahkan menembus umur 90 hingga 100 tahun. Temuan ini tidak hanya penting bagi sektor kesehatan, tetapi juga memberikan sinyal bagi dunia bisnis, ekonomi, serta strategi SDM global.

Namun agar lebih komprehensif, fenomena ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas: tren umur panjang (longevity) yang juga terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Mayoritas Orang Amerika Mengincar Usia 80 Tahun ke Atas

Dalam survei terhadap 8.750 orang dewasa, 76% responden ingin hidup hingga usia 80 tahun atau lebih. Bahkan 29% ingin hidup hingga 100 tahun. Rata-rata usia ideal yang mereka pilih adalah 91 tahun, atau 13 tahun lebih tinggi dari life expectancy nasional. Sebaliknya, hanya 16% yang ingin hidup di bawah usia 80, sementara 8% tidak memberikan jawaban.

Fenomena ini mencerminkan meningkatnya optimisme terhadap kualitas hidup di usia tua—ditopang oleh kemajuan teknologi medis, pemahaman wellness, dan pola hidup preventif yang semakin populer di negara maju.

Perbedaan Preferensi Berdasarkan Gender dan Etnis

Survei Pew juga menemukan variasi signifikan:

  • Pria: ingin hidup hingga 93 tahun
  • Wanita: memilih usia lebih pendek, 88 tahun

Padahal secara biologis dan statistik, perempuan di AS hidup lebih lama daripada laki-laki.

Sementara dari sisi etnis:

  • Black Americans: 95 tahun
  • White Americans: 91 tahun
  • Hispanic: 89 tahun
  • Asian Americans: 85 tahun

Perbedaan preferensi ini berkaitan dengan berbagai faktor: pengalaman hidup, tingkat kesejahteraan, kesehatan populasi, akses terhadap layanan medis, hingga persepsi spiritual tentang usia tua.

Bagaimana Trend Longevity Terjadi Secara Global?

Fenomena ingin hidup lebih lama tidak hanya terjadi di Amerika Serikat. Sejumlah negara berkembang maupun maju menunjukkan pola serupa:

1. Jepang
Jepang memiliki salah satu tingkat harapan hidup tertinggi di dunia—lebih dari 84 tahun—dan populasinya didominasi kelompok lansia. Banyak warganya mengaspirasikan hidup sehat hingga usia 90–100 tahun.

2. Eropa Barat
Negara seperti Swiss, Italia, Prancis, dan Spanyol mencatat life expectancy di atas 82 tahun. Program kesehatan publik dan budaya hidup sehat menjadikan warga Eropa lebih optimistis tentang masa tua.

3. Asia Tenggara
Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah populasi lansia dalam dua dekade terakhir. Hal ini menjadi poin penting dalam strategi ekonomi dan tenaga kerja mereka.

Fenomena global ini membuat longevity menjadi tema utama di berbagai konferensi ekonomi dan kesehatan, termasuk World Economic Forum dan WHO Global Healthy Ageing Initiative.

Di Mana Posisi Indonesia dalam Tren Ini?

Indonesia termasuk negara dengan longevity yang meningkat pesat, meskipun masih berada di bawah negara maju.

  • Harapan hidup Indonesia 2023: sekitar 73–74 tahun
  • Kota dengan harapan hidup tertinggi: Yogyakarta, Jakarta, Bali
  • Kenaikan signifikan terjadi dalam 20 tahun terakhir

Yang menarik, sejumlah survei lokal dan riset akademik menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia semakin sadar akan pentingnya hidup sehat dan produktif di usia tua, menunjukkan aspirasi untuk bekerja lebih lama, dan mulai menyiapkan pensiun sejak usia lebih muda.

Tren ini terlihat pada meningkatnya minat terhadap:

  • BPJS Kesehatan dan program pensiun,
  • asuransi kesehatan swasta,
  • kelas wellness seperti yoga dan mindful living,
  • serta naiknya konsumsi suplemen kesehatan dan nutrisi lansia.

Selain itu, pemerintah Indonesia sedang mendorong agenda Healthy Aging 2030, terutama karena jumlah penduduk lansia diprediksi mencapai 48 juta orang pada 2045.

Implikasi Bagi Dunia Bisnis dan HR

1. Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Dengan meningkatnya harapan dan aspirasi hidup panjang, perusahaan perlu menawarkan:

  • program pensiun yang kompetitif,
  • edukasi finansial,
  • dan opsi investasi jangka panjang.

2. Paket Benefit yang Lebih Kuat
Di Amerika dan Eropa, longevity economy mendorong perluasan benefit seperti:

  • mental health support,
  • long-term care insurance,
  • dan wellness program berbasis data.

Di Indonesia, fenomena ini mempertegas pentingnya:

  • BPJS yang tersinkronisasi dengan HRIS,
  • asuransi kesehatan tambahan,
  • program olahraga atau medical check-up berkala.

3. Struktur Karier Multi-Generasi
Tenaga kerja kini mencakup generasi yang bekerja hingga usia 60–70 tahun. Artinya:

  • struktur promosi harus lebih fleksibel,
  • program reskilling menjadi prioritas,
  • dan perusahaan perlu merancang pola karier yang lebih panjang.

4. Pasar Konsumen Lansia Semakin Besar
Secara global, longevity economy bernilai triliunan dolar, mencakup:

  • teknologi kesehatan,
  • nutrisi,
  • perjalanan dan hospitality ramah lansia,
  • perumahan dan komunitas lansia,
  • hingga fintech dan proteksi finansial.

Indonesia berpotensi memasuki pasar ini dengan cepat seiring meningkatnya populasi lansia berkualitas. Preferensi masyarakat Amerika untuk hidup hingga usia 91 tahun menjadi refleksi bahwa longevity kini telah menjadi aspirasi global. Meski latar belakang budaya dan ekonomi berbeda, fenomena ini juga terlihat di negara-negara maju maupun berkembang — termasuk Indonesia.

Longevity bukan lagi sekadar isu kesehatan, tetapi sebuah fenomena ekonomi, sosial, dan manajemen talenta yang akan mendefinisikan dekade mendatang. Perusahaan yang mampu membaca tren ini lebih awal akan berada satu langkah lebih maju dalam merancang strategi SDM, benefit, dan inovasi bisnis yang relevan dengan populasi yang hidup semakin panjang dan semakin produktif.