Inovasi

Keterampilan Problem-Solving Bagi Entrepreneur

(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)

Menjadi seorang entrepreneur bukan hanya tentang menciptakan ide brilian atau melihat peluang pasar. Tantangan yang sesungguhnya muncul ketika bisnis sudah berjalan: masalah akan datang silih berganti, dan seorang entrepreneur tidak punya kemewahan untuk menghindar. Ia justru dituntut untuk menjadi problem solver utama.

Ada sejumlah keterampilan yang membuat entrepreneur unggul dalam menyelesaikan masalah. Berikut adalah keterampilan problem-solving yang krusial:

1. Critical Thinking

Critical thinking adalah kemampuan menganalisis masalah secara mendalam, mengupas lapisan-lapisan hingga menemukan akar persoalan. Entrepreneur yang berpikir kritis mampu fokus pada inti masalah, sekaligus terbuka terhadap masukan.

Contoh menarik datang dari Rebecca Kantar, pendiri startup teknologi Imbellus. Rebecca Kantar keluar dari Harvard pada tahun 2015 untuk mendirikan startup teknologi bernama Imbellus. Perusahaan ini bertujuan untuk mengganti tes penerimaan perguruan tinggi standar seperti SAT dengan skenario interaktif yang menguji kemampuan berpikir kritis. Pada waktu itu banyak tes standar yang hanya menggunakan pertanyaan pilihan ganda yang menanyakan jawaban langsung dari pengetahuan atau soal matematika. Kantar berupaya menciptakan tes yang lebih berfokus pada kemampuan analitis dan penalaran yang terlibat dalam proses memecahkan masalah.

Imbellus pun didirikan dengan tujuan untuk menguji “bagaimana cara orang berpikir,” bukan hanya “apa yang mereka ketahui.”

2. Communication

Kemampuan berkomunikasi yang efektif memungkinkan entrepreneur menyatukan ide, menyampaikan visi, hingga mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan. Komunikasi bisa berupa:

  • Internal: email, newsletter, laporan, presentasi tim.
  • Eksternal: press release, media sosial, pitch investor, atau bahkan hackathon untuk mencari solusi bersama.

Wirausahawan juga mengandalkan jaringan (networking). Sosiolog Mark Granovetter membedakan antara ikatan kuat (hubungan dekat) dan ikatan lemah (kenalan). Ikatan lemah justru lebih bermanfaat karena membuka banyak peluang dan aliran informasi baru.

Oliver Isaacs – pendiri Amirite.com – menyadari bahwa perguruan tinggi adalah tempat yang bagus untuk memulai jaringan, bahkan dengan menggunakan alumni, karena Anda tidak pernah tahu siapa yang akan menjadi karyawan atau mitra di masa depan. Membangun jaringan sejak kuliah bisa membuka jalan bagi terbentuknya tim dan pelanggan awal.

Secara keseluruhan, kemampuan mengomunikasikan masalah dan solusinya adalah keterampilan vital untuk sukses dalam dunia wirausaha.

3. Decisiveness

Entrepreneur dituntut mampu mengambil keputusan cepat dan efektif. Jeff Bezos (Amazon) menyebut bahwa keputusan terbaik sering diambil setelah memiliki sekitar 70% informasi yang dibutuhkan. Menunggu hingga 100% justru membuat terlambat.

Contohnya, para pendiri Warby Parker berani masuk ke industri kacamata yang dikuasai raksasa Luxottica, karena mereka telah melakukan riset mendalam dan membuat strategi berbeda: kualitas baik dengan harga terjangkau melalui kanal online.

4. Ability to Analyze Data

Menganalisa dara merupakan proses mengolah data dan memodelkannya menjadi struktur yang menghasilkan kesimpulan inovatif. Mengumpulkan informasi dan statistik saja tidak cukup; seorang wirausahawan yang sukses harus mampu memahami data tersebut untuk memenuhi kebutuhan pasar atau memprediksi tren yang akan datang. Jika mereka tidak bisa melakukannya sendiri, mereka tahu cara untuk mendatangkan ahli yang kompeten.

Selain sumber data publik, sebuah bisnis juga dapat mengumpulkan data spesifik dari pelanggannya saat mereka berinteraksi di media sosial atau mengunjungi situs web, seperti lokasi, nama, aktivitas, dan bagaimana mereka sampai ke situs tersebut. Menganalisis data ini akan memberikan wirausahawan pemahaman yang lebih baik tentang demografi audiens yang tertarik.

Dalam kewirausahaan, analisis data membantu dalam mengenali, menciptakan, dan menilai peluang. Wirausahawan dapat memanfaatkan berbagai sumber data untuk mengidentifikasi dan membandingkan peluang yang menarik, karena analisis dapat menjelaskan apa yang telah terjadi, mengapa itu terjadi, dan seberapa besar kemungkinan hal itu akan terjadi lagi di masa depan.

Secara umum, analitik dibagi menjadi tiga jenis:

  • Analitik deskriptif – memahami apa yang sudah dan sedang terjadi
  • Analitik prediktif – menggunakan data masa lalu untuk memperkirakan kinerja di masa depan)
  • Analitik preskriptif – menggunakan hasil dari analitik deskriptif dan prediktif untuk membuat keputusan.

Analisis data dapat diterapkan di berbagai fungsi bisnis, seperti mengelola hubungan pelanggan, keuangan, pemasaran, penentuan harga, manajemen rantai pasok, dan perencanaan sumber daya manusia. Selain metode kuantitatif dan model komputer, perusahaan juga semakin sering menggunakan algoritma kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis data dan membuat keputusan cepat.

5. Understanding of Business and Industry

Wirausahawan harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang pasar dan industri. Seringkali, ide bisnis muncul saat mereka masih bekerja di sebuah organisasi besar, di mana mereka melihat peluang pertumbuhan atau inefisiensi. Karyawan tersebut mendapatkan pemahaman mendalam tentang industri yang digelutinya, dan jika ia menemukan solusi untuk suatu masalah, solusi ini bisa menjadi dasar bagi bisnis baru.

Sebagai contoh, bayangkan sebuah agensi pemasaran tradisional yang telah beroperasi selama tiga puluh tahun. Seorang eksekutif di sana mulai mempelajari analitik dan media sosial. Ketika ia mengusulkan perubahan proses kepada pemilik agensi untuk melayani klien melalui media sosial, usulannya ditolak. Namun, klien-klien mulai menuntut eksposur di media sosial. Eksekutif ini lalu menyelidiki kemungkinan untuk mendirikan agensi sendiri yang berfokus pada media sosial. Ia akhirnya keluar dari perusahaan lamanya dan mendirikan agensi sendiri (tentunya dengan mematuhi klausul non-kompetisi dalam kontraknya). Keunggulan kompetitifnya adalah penguasaannya pada pemasaran tradisional dan media sosial. Kemudian, agensi lamanya mulai goyah karena tidak menawarkan periklanan di media sosial. Eksekutif pemberani ini akhirnya membeli agensi tersebut untuk mendapatkan kliennya dan melayani mereka yang ingin beralih dari pemasaran tradisional.

Pengalaman serupa juga dialami oleh Katie Witkin. Setelah bekerja di bidang pemasaran tradisional, lulusan University of Wisconsin-Madison ini keluar dari pekerjaannya dan mendirikan perusahaannya sendiri, AGW Group, pada tahun 2009. Saat itu, ia magang di sebuah agensi pemasaran musik yang belum memiliki departemen media sosial. Witkin tahu, baik dari masa kuliahnya maupun dari mengamati tren industri, bahwa media sosial mengubah cara perusahaan terhubung dengan pelanggan. Untuk usahanya, ia memperluas fokus untuk membantu semua merek mengelola aspek digital. Berjalannya waktu, agensinya pun berkembang pesat dan memiliki klien-klien besar seperti HBO hingga Red Bull.

6. Resourcefulness (kecerdikan)

Kecerdikan adalah kemampuan untuk menemukan solusi cerdas terhadap berbagai hambatan. Menurut psikolog dan penulis Sherrie Campbell, kecerdikan adalah sifat paling penting untuk meraih kesuksesan. Ia menyebutnya sebagai pola pikir yang mendorong seseorang untuk terus mencari jalan, terutama ketika tujuan sulit dicapai atau jalan menuju kesuksesan tidak jelas.

Pola pikir ini mendorong pemikiran out-of-the-box, memicu ide-ide baru, dan membantu memvisualisasikan semua cara yang mungkin untuk mencapai keinginan. Dengan kecerdikan, seorang wirausahawan akan menjadi sosok yang gigih, inventif, dan berjiwa wirausaha, membuatnya selangkah lebih maju dari yang lain.

Wirausahawan adalah pengambil risiko yang bersemangat dalam memulai usaha baru. Jika mereka tidak memiliki gelar sarjana atau pengalaman bisnis yang memadai, mereka tahu ada banyak sumber daya yang tersedia untuk mendukung mereka, seperti Service Corps of Retired Executives (SCORE) dan Small Business Administration (SBA). Selain itu, ada banyak opsi pendanaan dengan sedikit atau tanpa utang. Wirausahawan mengikuti visi mereka dan terus mencari peluang untuk mewujudkan impian.

Sebagai contoh, pada akhir tahun 1990-an, Bill McBean dan mitra bisnisnya, Billy Sterett, memiliki peluang untuk membeli sebuah dealer mobil yang berkinerja buruk untuk mendominasi pasar. Karena tidak ingin mengambil uang dari usaha lain atau menambah utang, mereka menunjukkan kecerdikan. Mereka berpindah bank dan menegosiasikan ulang persyaratan pembayaran. Langkah ini berhasil menurunkan pembayaran bunga, mengurangi biaya, dan meringankan cicilan bulanan. Pada akhirnya, mereka berhasil menghemat sejumlah besar uang tunai yang memungkinkan mereka membeli perusahaan baru tersebut.

Tipe-Tipe Problem Solver

Entrepreneur memiliki gaya berbeda dalam memecahkan masalah:

  • Self-Regulating Problem Solver → cepat mengenali masalah dan langsung memperbaikinya.
  • Theorist Problem Solver → menyusun solusi berdasarkan teori, uji coba, dan eksperimen.
  • Petitioner Problem Solver → mencari masukan dari tim, mentor, atau komunitas sebelum mengambil keputusan.

Tidak ada yang salah atau benar. Kuncinya adalah fleksibilitas dalam menyesuaikan gaya dengan situasi.

Problem-solving adalah urat nadi kewirausahaan. Entrepreneur yang mampu berpikir kritis, berkomunikasi efektif, mengambil keputusan cepat, menganalisis data, memahami industri, serta kreatif dalam mencari solusi akan selalu selangkah lebih maju.

Karena pada akhirnya, setiap masalah adalah peluang baru—dan entrepreneur sejati selalu tahu bagaimana mengubah masalah menjadi solusi bernilai.