Empat Cara HR Membangun Tim Kerja Tangguh untuk Masa Depan

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Apakah Anda merasa dunia kerja terus berubah—dan kadang terasa terlalu cepat untuk diikuti? Jika iya, Anda tidak sendirian. Banyak profesional, khususnya di bidang Human Resources (HR), yang tengah menghadapi gelombang perubahan besar dalam cara kita bekerja, berkolaborasi, dan memaknai peran organisasi.

Model kerja hybrid menjadi norma baru, mempertemukan tim yang tersebar secara geografis dengan berbagai latar budaya dan zona waktu. Di sisi lain, kecerdasan buatan (AI) berkembang pesat dan mulai menggantikan sebagian fungsi manusia, sekaligus menciptakan kebutuhan akan keterampilan baru yang belum pernah dibayangkan sebelumnya.

Kondisi ini menghadirkan tantangan yang unik bagi HR. Fungsi HR kini bukan hanya menjaga agar organisasi tetap berjalan stabil, tetapi juga memastikan bahwa tim yang dibentuk mampu tumbuh, berinovasi, dan bertahan dalam ekosistem yang terus berubah. Bukan sekadar mengikuti arus, peran HR kini lebih strategis: membentuk masa depan dunia kerja itu sendiri.

Namun, bagaimana cara kita menciptakan tim kerja yang bukan hanya bertahan dalam perubahan, tetapi juga berkembang di tengah ketidakpastian? Jawabannya tidak selalu rumit—tetapi menuntut keberanian untuk mengadopsi pendekatan baru, membuka ruang belajar, dan membangun budaya kerja yang sehat dan tangguh.

Berikut ini empat strategi yang dapat membantu para profesional HR membangun fondasi bagi workforce masa depan—yang tidak hanya siap menghadapi perubahan, tapi juga menjadi pionir di tengah transformasi.

1. Rekrut Talenta yang Bukan Sekadar “Cocok”

Istilah culture fit memang sudah lama jadi keyword dalam rekrutmen. Tapi jika semua orang berpikir sama, dari mana datangnya inovasi? Di era sekarang, tim masa depan justru dibangun oleh individu yang selaras nilai namun membawa perspektif baru, ide segar, dan semangat bereksperimen.

Yang perlu dicari adalah mereka yang punya growth mindset: rasa ingin tahu, kemampuan belajar cepat, dan adaptasi tinggi. Jangan batasi pencarian pada dalam negeri saja—banyak perusahaan kini merekrut secara global.

Jika mengelola karyawan lintas negara terdengar rumit, layanan seperti Employer of Record (EOR) bisa jadi solusi. Mereka akan menjadi pemberi kerja secara hukum atas nama Anda di negara tujuan, sehingga risiko hukum dan kepatuhan tetap terkendali.

2. Jadikan Pembelajaran sebagai Bagian dari Pekerjaan

Kalau pengembangan karyawan hanya dilakukan setahun sekali, berarti perusahaan Anda kehilangan banyak peluang. Apalagi, keterampilan (terutama yang berbasis teknologi) punya masa pakai yang sangat singkat. AI dan otomatisasi terus mengubah tuntutan pekerjaan.

Fakta menarik: 74% karyawan percaya mereka perlu belajar keterampilan baru agar bisa maju dalam karier. Maka, tanamkan budaya belajar ke dalam rutinitas kerja harian.

Metode seperti microlearning—video pendek, kuis singkat, atau artikel cepat yang bisa diakses saat istirahat kopi—terbukti efektif. Kombinasikan juga dengan program mentoring atau coaching, termasuk reverse mentoring agar terjadi pertukaran pengetahuan lintas generasi.

Hasilnya nyata. Studi menunjukkan setiap $1 yang diinvestasikan dalam pelatihan online bisa menghasilkan kenaikan produktivitas hingga $30.

3. Nyatakan Komitmen Nyata pada DEI

Keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) bukan lagi sekadar kewajiban hukum. Penelitian membuktikan bahwa perusahaan dengan kepemimpinan yang beragam secara etnis dan gender punya peluang lebih besar untuk unggul secara finansial.

Tapi DEI sejati lebih dari sekadar statistik. Ini soal membangun ruang kerja di mana setiap individu merasa aman, dihargai, dan bebas mengekspresikan diri. Titik awalnya adalah psychological safety—lingkungan di mana orang bisa bicara tanpa takut dihakimi.

Bentuk dukungan lainnya adalah Employee Resource Groups (ERG). Komunitas karyawan ini bisa memperkuat rasa kebersamaan, mendorong perubahan budaya, hingga memberi insight bisnis baru.

4. Definisikan Ulang Arti Fleksibilitas

Model kerja 9-ke-5 kian ditinggalkan. Kini, karyawan menginginkan fleksibilitas yang lebih personal. Ada yang memilih kerja jarak jauh, yang lain ingin jam kerja fleksibel demi mengurus keluarga, bahkan ada yang mencari opsi job-share atau cuti panjang tanpa penalti.

Sebagai HR, Anda tak perlu memaksakan semua orang ke dalam satu format kerja. Fleksibilitas bukan berarti kekacauan—justru butuh pendekatan yang terencana. Diskusikan dengan tim, dengarkan kebutuhan mereka, dan eksperimen: coba skema kerja baru, jadwal fleksibel, atau kerja asinkron.

Ketika dilakukan dengan tepat, fleksibilitas membangun kepercayaan, mengurangi burnout, dan membuat talenta terbaik Anda tetap bertahan.

Bangun dengan Dasar yang Kuat

Membangun tim masa depan yang tangguh bukan soal rumus rahasia. Justru sebaliknya—fondasinya adalah hal-hal mendasar: rekrutmen yang tepat, pembelajaran berkelanjutan, inklusi yang nyata, dan fleksibilitas kerja. Jika dasar ini kuat, perusahaan akan lebih siap menghadapi perubahan, bukan sekadar bertahan—tapi tumbuh bersama zaman.