(Business Lounge – Global News) Dua merek raksasa makanan cepat saji, Krispy Kreme dan McDonald’s, resmi mengakhiri kemitraan distribusi yang sempat menarik perhatian pasar. Kerja sama yang sebelumnya digadang-gadang sebagai “kombinasi surgawi” dalam dunia kuliner ini ternyata tidak berlanjut, meski awalnya menunjukkan respons pelanggan yang menjanjikan. Langkah ini memicu banyak pertanyaan: mengapa kolaborasi yang tampaknya sempurna justru berhenti di tengah jalan?
Krispy Kreme memulai uji coba penjualan donat di sejumlah gerai McDonald’s pada akhir 2022, dengan tujuan menjangkau lebih banyak konsumen melalui jaringan restoran cepat saji terbesar di dunia. Respons awal sangat positif. Penjualan meningkat di lokasi uji coba, dan produk donat sering terjual habis dalam waktu singkat. Berbagai analis sempat berspekulasi bahwa kerja sama ini bisa mengarah pada ekspansi nasional atau bahkan global.
Namun dalam pernyataan terbarunya, Krispy Kreme menyatakan bahwa perusahaan memilih untuk fokus pada strategi distribusi yang lebih terarah dan terkendali. Distribusi melalui gerai pihak ketiga seperti McDonald’s dianggap terlalu menantang secara logistik, terutama dalam menjaga kualitas produk segar yang menjadi ciri khas Krispy Kreme. Donat yang dijual di McDonald’s tidak diproduksi di tempat, melainkan dikirim dari pusat produksi Krispy Kreme, yang membuat pengelolaan rantai pasok menjadi rumit dan mahal.
Sebaliknya, McDonald’s juga menghadapi tantangan integrasi. Meskipun menambahkan donat ke dalam menu terdengar sederhana, pada praktiknya diperlukan penyesuaian operasional, pelatihan staf, hingga pengaturan ulang sistem inventaris. Di tengah dorongan untuk menyederhanakan menu dan meningkatkan efisiensi layanan, McDonald’s tampaknya memilih untuk tidak memperluas penawaran produk pihak ketiga.
Para pengamat industri melihat berakhirnya kemitraan ini bukan sebagai kegagalan total, melainkan sebagai refleksi dari realitas bisnis yang sangat kompleks, bahkan untuk dua merek ternama. Meskipun sinergi merek terlihat menarik secara teoritis, keberhasilan operasional tetap menjadi ujian utama. Dalam kasus ini, keduanya menyadari bahwa model kerja sama tersebut bukanlah jalan yang paling efisien untuk pertumbuhan jangka panjang.
Krispy Kreme kini menyatakan akan lebih fokus pada kanal distribusi yang bisa mereka kontrol secara penuh, seperti gerai mandiri, kios dalam toko ritel, dan sistem pemesanan daring. Strategi ini dianggap lebih konsisten dengan identitas merek mereka yang menekankan pengalaman konsumen dan kualitas produk. Dalam beberapa tahun terakhir, Krispy Kreme juga mulai mengejar pertumbuhan melalui ekspansi internasional, terutama di Asia dan Timur Tengah, yang dianggap lebih sesuai dengan model bisnis mereka.
Sementara itu, McDonald’s tetap melanjutkan eksperimen dalam menyegarkan penawaran menu dengan pendekatan yang lebih internal. Fokus utama mereka kini adalah memperkuat inti bisnis—burger, ayam goreng, dan sarapan cepat saji—serta mempercepat transformasi digital seperti pemesanan seluler dan integrasi sistem pemesanan otomatis di restoran.
Keduanya memilih berpisah tanpa drama, dan langkah itu diambil dengan pertimbangan strategis yang matang. Meski tidak lagi berbagi etalase di restoran, baik Krispy Kreme maupun McDonald’s tetap menjadi pemain dominan di segmen mereka masing-masing.
Keputusan ini menjadi pengingat bahwa bahkan kolaborasi antar-merek besar pun tidak selalu menghasilkan nilai tambah yang berkelanjutan. Tantangan logistik, integrasi sistem, dan perbedaan strategi jangka panjang dapat menjadi penghalang yang sulit dijembatani, meskipun secara permukaan kerja sama terlihat menjanjikan.
Bagi konsumen, kabar ini tentu mengecewakan, terutama bagi mereka yang menikmati kenyamanan membeli donat Krispy Kreme sambil memesan kopi atau sarapan McDonald’s. Namun dari sudut pandang korporat, langkah ini mencerminkan pentingnya fokus dan kejelasan arah strategi, terutama dalam lanskap ritel makanan cepat saji yang sangat kompetitif dan terus berubah.

