(Business Lounge Journal – Human Resources)
Setiap organisasi pasti memiliki harapan bahwa karyawannya mampu menjalankan tugas sesuai dengan deskripsi pekerjaan mereka. Namun, dalam realitas dunia kerja yang dinamis, penurunan performa karyawan adalah sesuatu yang tak bisa dihindari. Bahkan organisasi terbaik pun pasti akan menghadapi situasi ini—baik karena masalah pribadi, kurangnya dukungan manajerial, hingga kehilangan motivasi kerja.
Tantangan utama bagi HR dan para atasan bukan hanya mengenali gejala kinerja buruk, tetapi juga menentukan bagaimana menyikapinya dengan cara yang adil, legal, dan berorientasi pada perbaikan. Di satu sisi, perusahaan berkepentingan mempertahankan kualitas kerja dan produktivitas. Di sisi lain, setiap karyawan berhak mendapat bimbingan dan kesempatan untuk berkembang.
Berikut ini adalah panduan strategis dalam menangani karyawan yang mengalami penurunan kinerja—dengan pendekatan profesional, manusiawi, dan tetap selaras dengan kepentingan organisasi.
1. Evaluasi Riwayat Kinerja secara Objektif
Langkah pertama adalah memeriksa rekam jejak kinerja karyawan tersebut. Lihat kembali hasil penilaian kinerja sebelumnya, dokumentasi dari atasan langsung, dan feedback tim. Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan hanya dari satu atau dua kejadian.
Diskusikan dengan atasan langsung:
- Apakah target tidak tercapai karena beban kerja yang tak realistis, atau karena menurunnya etos kerja?
- Apakah terdapat pola keterlambatan, absensi, atau konflik dengan rekan kerja?
Menelusuri data dan konteks akan membantu Anda menghindari keputusan impulsif yang bisa berujung pada konflik hukum atau kerugian reputasi. Ini juga menjadi dasar penting untuk langkah perbaikan berikutnya.
2. Undang untuk Percakapan Pribadi
Setelah memiliki data dan pemahaman awal, jadwalkan pertemuan pribadi dengan karyawan. Ini bukan sesi konfrontasi, tetapi kesempatan untuk mendengar langsung dan membangun dialog terbuka.
Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk:
- Memahami faktor non-teknis yang memengaruhi performa (misalnya tekanan pribadi, burnout, atau dinamika tim).
- Menunjukkan bahwa perusahaan peduli dan siap memberikan dukungan, tanpa mengabaikan tanggung jawab profesional karyawan.
Buat suasana percakapan yang aman dan tidak menghakimi. Karyawan akan lebih terbuka jika merasa didengarkan dan dihargai, bukan diinterogasi.
3. Rekomendasikan Pelatihan atau Mentoring yang Tepat
Tidak semua kinerja buruk disebabkan oleh niat buruk. Banyak kasus disebabkan oleh ketidaksiapan teknis atau kurangnya bimbingan. Di sinilah pentingnya strategi pengembangan karyawan melalui:
- Pelatihan ulang (reskilling) jika karyawan kurang menguasai sistem kerja baru atau perangkat tertentu.
- Mentoring personal dari atasan yang lebih kompeten atau kolega senior yang dapat membimbing secara langsung.
- Rotasi tim sementara untuk menghindari friksi dalam struktur kerja saat ini dan memberikan perspektif baru.
Organisasi yang visioner melihat kegagalan bukan sebagai akhir, tetapi sebagai peluang untuk tumbuh. Dalam banyak kasus, karyawan yang pernah dianggap “lemah” bisa berubah menjadi kontributor andal jika ditempatkan di lingkungan yang tepat.
4. Susun Rencana Pemulihan dan Lakukan Pemantauan
Setelah solusi disepakati, susun performance improvement plan (PIP) yang jelas, realistis, dan terukur. Tentukan tenggat waktu, indikator keberhasilan, dan bentuk dukungan yang diberikan.
Lakukan evaluasi berkala:
- Apakah ada progres signifikan?
- Apakah karyawan menunjukkan kemauan untuk berubah?
- Apakah lingkungan kerjanya kondusif untuk perbaikan?
Selama masa pemantauan, penting bagi HR atau atasan untuk tetap aktif memberikan umpan balik dan dukungan. Perubahan kinerja tidak terjadi dalam semalam, namun harus tetap berada dalam koridor tanggung jawab dan target organisasi.
5. Tegas Jika Tidak Ada Perubahan
Meskipun pendekatan pembinaan selalu diutamakan, perusahaan tetap perlu tegas jika tidak ada perbaikan berarti dalam jangka waktu yang telah disepakati. Penurunan performa yang konsisten tanpa alasan yang sah, apalagi jika disertai indikasi kelalaian atau sikap tidak kooperatif, dapat menjadi dasar tindakan disiplin.
Langkah yang bisa diambil:
- Surat peringatan resmi
- Penyesuaian posisi atau tanggung jawab
- Pemutusan hubungan kerja sesuai ketentuan hukum ketenagakerjaan
Keputusan tegas ini bukan bentuk hukuman, tetapi bagian dari menjaga standar organisasi dan keadilan bagi karyawan lain yang bekerja dengan baik.
Menjaga Keseimbangan antara Kepedulian dan Disiplin
Karyawan yang underperform bukanlah ancaman yang harus segera dieliminasi, melainkan tantangan yang perlu ditangani dengan bijak. Dengan pendekatan yang sistematis, empatik, dan terukur, organisasi bisa memulihkan performa individu sekaligus meningkatkan kualitas manajemen SDM secara menyeluruh.
Dalam era di mana retensi dan engagement menjadi isu krusial, kemampuan HR dan manajemen dalam menangani kasus seperti ini akan menentukan kualitas budaya kerja secara keseluruhan. Karena pada akhirnya, organisasi yang sukses bukan hanya yang bisa menarik talenta, tetapi yang mampu membina dan mengembangkan mereka menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.

