(Business Lounge Journal – Foreign Insight)
Pada tanggal 11 Juni 2025, Indonesia dan Ukraina menandai tonggak penting dalam hubungan bilateral mereka—33 tahun kerja sama diplomatik yang dilandasi semangat persahabatan, solidaritas, dan potensi kolaborasi yang belum sepenuhnya tergarap. Namun di balik perayaan tersebut, ada cerita perjuangan dan komitmen yang terus diuji oleh dinamika geopolitik global, termasuk konflik berkepanjangan yang kini tengah membelit Ukraina.
Dalam wawancara eksklusif dengan Business Lounge Journal, Yevhenia Shynkarenko, Chargé d’Affaires Kedutaan Besar Ukraina di Indonesia, membagikan refleksi mendalam atas perjalanan hubungan kedua negara, tantangan di masa perang, serta optimisme akan masa depan kerja sama yang lebih kuat dan strategis.
Akar Historis dari Persahabatan
Meski secara formal hubungan diplomatik antara Indonesia dan Ukraina dimulai pada tahun 1992, benih solidaritas kedua bangsa telah tumbuh sejak jauh sebelumnya. Dalam konteks sejarah dunia, Yevhenia mengungkapkan bahwa tokoh Ukraina, Dmitry Manuilsky, memainkan peran penting dalam mendukung perjuangan Indonesia untuk kemerdekaan melalui forum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1940-an hingga 1950-an.
“Ini adalah bagian dari sejarah yang penting bagi kami—bahwa sejak awal, Ukraina telah berdiri bersama Indonesia dalam perjuangan untuk kebebasan,” ujarnya.
Potensi Ekonomi: Dari Ketidakpastian Menuju Pemulihan
Sebelum invasi besar-besaran oleh Federasi Rusia pada Februari 2022, nilai perdagangan Indonesia–Ukraina mencapai angka USD 1,5 miliar, menunjukkan dinamika pertukaran yang sehat dan menjanjikan. Namun, agresi militer yang terjadi telah mengganggu rantai pasok, logistik, serta hubungan dagang secara keseluruhan.
“Perang jelas berdampak signifikan. Tapi kami bersyukur bahwa tahun lalu kami berhasil meningkatkan nilai perdagangan dua kali lipat dibandingkan sebelumnya,” kata Yevhenia.
Ia melihat ada ruang besar untuk mengembangkan diversifikasi perdagangan, termasuk eksplorasi sektor-sektor baru di luar ekspor gandum, baja, dan produk pertanian.
“Potensinya masih sangat besar, dan kami berharap dunia usaha di Indonesia melihat Ukraina bukan hanya sebagai negara yang sedang berperang, tapi juga mitra strategis dengan kapabilitas industri dan teknologi yang kuat,” tambahnya.
Dinamika Diplomatik: Menjaga Dialog di Tengah Krisis
Ukraina juga menaruh apresiasi besar terhadap langkah diplomatik Indonesia yang dinilai berani dan berarti. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Kyiv pada tahun 2022, menjadikannya pemimpin Asia pertama yang mengunjungi Ukraina pasca invasi. Yevhenia menyebut ini sebagai simbol solidaritas yang penting.
“Kami sangat menghargainya. Tapi kami juga berharap agar dialog politik ini bisa terus ditingkatkan dan lebih intens,” ujarnya dengan nada optimis.
Operasi Spider Web dan Keberhasilannya
Dalam kesempatan yang sama, Yevhenia juga menanggapi pertanyaan kami mengenai Operasi Spider Web, sebuah misi militer Ukraina yang baru-baru ini berhasil merusak sistem militer Rusia yang digunakan untuk menyerang wilayah sipil Ukraina.
“Operasi ini sangat berhasil. Target kami adalah fasilitas militer yang digunakan untuk membunuh rakyat kami. Ini sesuai dengan hukum perang,” jelasnya.
Namun, ia menyayangkan bahwa sebagai balasan, Rusia justru melakukan serangan balasan ke infrastruktur sipil dan kawasan permukiman. “Perbedaannya sangat jelas. Kami menyerang target militer. Mereka membalas dengan menargetkan anak-anak dan warga sipil tak bersalah. Hampir setiap malam, kota-kota kami dihantam rudal dan drone,” tegasnya.
Yevhenia menambahkan bahwa sehari sebelum Operasi Spider Web, Ukraina lebih dulu menjadi korban serangan udara besar-besaran yang menyebabkan korban jiwa dan kerusakan bangunan sipil. “Serangan kami bukan provokasi, tapi bentuk respons atas pembunuhan warga sipil kami. Ini harus dipahami dunia.”
Menatap Masa Depan: Solidaritas, Perdagangan, dan Pemulihan
Ketika ditanya tentang harapan ke depan dalam hubungan Indonesia–Ukraina, Yevhenia menekankan tiga hal: solidaritas yang berkelanjutan, kerja sama ekonomi yang diperluas, dan dukungan untuk pemulihan pasca perang.
“Kami ingin membangun masa depan yang lebih kuat bersama mitra seperti Indonesia. Kami percaya, hubungan kita bukan sekadar diplomatik, tetapi juga berdasarkan nilai-nilai yang sama: kedaulatan, perdamaian, dan kemanusiaan,” tutupnya.
Tiga dekade lebih hubungan Indonesia–Ukraina membuktikan bahwa diplomasi bukan hanya tentang politik luar negeri, tetapi juga tentang solidaritas antarbangsa dalam menghadapi masa-masa paling gelap. Ketika perang menjadi kenyataan bagi satu bangsa, pilihan kita untuk berdiri bersama atau diam akan tercatat dalam sejarah. Dan dalam sejarah ini, Indonesia telah mengambil langkah yang tepat.